| 0 Comments | 43 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Prosa Arab Masa Turki Usmani (1516-1800)

Esai Mahasiswa dipublikasikan pada 8-1-2025

"Al-Muhibbi: Sang Penjaga Warisan Intelektual dan Keindahan Sastra Islam"

Oleh: Rivania Nava Nureliza

 

Al-Muhibbi (1651-1699) adalah seorang penyair terkenal dari masa Turki Utsmani, yang hidup pada abad ke-16 hingga ke-17 M. Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Fahd bin Mahmud al-Muhibbi (1601–1659), dan ia dikenal sebagai salah satu penulis ensiklopedi sastra besar dalam sejarah Utsmani. Al-Muhibbi berasal dari Damaskus (Suriah modern), yang pada masa itu berada di bawah pemerintahan Kesultanan Utsmani. Ia merupakan bagian dari lingkungan budaya dan intelektual yang berkembang pesat di wilayah Syam. Al-Muhibbi dikenal sebagai seorang intelektual yang tidak hanya mahir dalam puisi, tetapi juga dalam bidang sejarah dan biografi. Ia memiliki perhatian besar terhadap karya-karya sastra dan tokoh-tokoh penting pada zamannya. Puisinya mencerminkan keindahan gaya klasik Arab, yang dipengaruhi oleh tradisi sastra Arab-Islam. Al-Muhibbi juga dikenal dengan penggunaan citra simbolik dan bahasa yang indah dalam karyanya. Dalam artikel "Al-Muhibbi, Muhammad ibn Fahd." Encyclopedia of Islam, Edisi Kedua. Brill Online, 2012.

Karya terbesarnya adalah ensiklopedi biografi yang mencakup tokoh-tokoh penting di dunia Islam pada abad ke-11 Hijriyah (abad ke-17 M). Yang berjudul Khulasat al-Atsar fi A‘yan al-Qarn al-Hadi ‘Ashar, Kitab ini mencatat sekitar 600 biografi, termasuk para ulama, penyair, cendekiawan, dan pejabat penting pada masa itu. kitab ini telah diterbitkan dalam beberapa edisi, termasuk:

1. Edisi pertama (1314 H/1896 M) oleh percetakan al-Manar di Kairo.

2. Edisi kedua (1358 H/1939 M) oleh percetakan al-Maktabah al-Islamiyah di Kairo.

3. Edisi terbaru (1425 H/2004 M) oleh percetakan Dar Ibn Hazm di Beirut.

Selain kitab tersebut, beberapa karya Muhibbi:

1. "Al-Badr al-Taliq" (Bulan Purnama) - kumpulan puisi.

2. "Diwan al-Muhibbi" - kumpulan puisi.

3. "Al-Iqd al-Farid" (Kalung Mutiara) - kumpulan puisi.

4. "Mukhtasar Tarikh al-Islam" (Ringkasan Sejarah Islam).

 

Dalam artikel Ibn Ghannam, Abdullah bin Muhammad. (1314 H/1896 M). خلاصة الأثر في أعيان القرن الحادي عشر. Kairo: percetakan al-Manar. Kitab "خلاصة الأثر في أعيان القرن الحادي عشر" (Khalasah al-Athar fi A'yan al-Qarni al-Hadi 'Ashar) karya Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad al-Najdi al-Hanbali (Ibn Ghannam) merupakan karya sejarah dan biografi penting tentang perkembangan Islam di Jazirah Arab pada abad ke-18 M. Kitab ini memuat pengantar tentang pentingnya mengetahui sejarah dan biografi tokoh-tokoh penting. Ibn Ghannam menjelaskan tujuannya menulis kitab ini untuk merekam peristiwa dan tokoh-tokoh yang berpengaruh pada masa itu. Kitab ini menyajikan gambaran komprehensif tentang sejarah Islam di Jazirah Arab pada abad ke-18 M, dengan fokus pada perkembangan gerakan Wahhabi dan tokoh-tokoh pentingnya. Karya ini menjadi sumber penting bagi peneliti sejarah Islam dan Timur Tengah. Pada bagian pertama menjelaskan Perkembangan Islam di Jazirah Arab sebelum munculnya gerakan Wahhabi. Pada bagian kedua Biografi ulama dan tokoh agama seperti Muhammad bin Abdul Wahhab, Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab dan Abdul Aziz bin Muhammad. Pada bagian ketiga Perang Saud-Turki (1811-1818), Pendirian Negara Saudi Pertama (1744-1818), Perkembangan gerakan Wahhabi dan dampaknya.

 

Beberapa kontribusi dari Muhibbi:

1. Mengumpulkan dan mendokumentasikan karya-karya sastra Arab klasik.

2. Menulis komentar dan analisis tentang karya-karya sastra tersebut.

3. Mengembangkan teori sastra dan estetika Islam.

4. Menerjemahkan karya-karya sastra ke dalam bahasa Turki.

Dari karya-karya yang dihasilkan oleh Muhibbi, dapat mempengaruhi perkembangan sastra Arab dan Turki Utsmaniyah dan Kontribusinya dalam sejarah dan sastra masih dipelajari hingga saat ini. Hal ini dijelaskan dalam artikel "Muhammad ibn Fahd al-Muhibbi." Oxford Dictionary of Islamic World.

*** * ***


Esai Mahasiswa dipublikasikan pada 1-1-2025

"Jejak Langkah Evliya Çelebi: Mengarungi Dunia dalam Bayang-bayang Ottoman"

Oleh M. Zaim Fadhil TM.

Derviş Mehmed Zıllî , atau lebih dikenal sebagai Evliyâ Çelebi adalah seorang pengelana dan penulis prosa Utsmaniyah terkemuka pada abad ke-17.[i] Keluarga Evliya Çelebi berasal dari Kütahya dan kemudian menetap di Istanbul setelah penaklukan kota tersebut. Kakek buyutnya, Kara Ahmet Bey, adalah salah satu prajurit Sultan Mehmed Sang Penakluk. Ia membangun sebuah rumah, masjid, dan kompleks toko di Unkapanı menggunakan rampasan perang. Ayah Evliya, Darwis Mehmed Zılli, adalah kepala perhiasan istana dari era Suleiman I hingga Ahmed I, sementara ibunya berasal dari Abkhazia. Evliya berada di bawah perlindungan pamannya, Melek Ahmed Pasha. Keluarga besarnya dimakamkan di lokasi-lokasi penting di Kütahya dan Istanbul.[ii]

Sebagai seorang intelektual dan petualang, Evliya Çelebi tak hanya menikmati perjalanan namun juga berupaya menciptakan kedamaian di lingkungannya. Dengan harta yang dimilikinya, ia membantu orang lain dan menjaga hubungan baik dengan sesama. Meskipun tak menikah, ia hidup bahagia dan terus mengejar semangat petualangan. Sejak kecil, Evliya Çelebi memiliki hasrat tak terbendung untuk menjelajahi dunia. Mimpi bertemu Nabi Muhammad SAW pada malam Asyura menjadi titik balik dalam hidupnya. Alih-alih meminta syafaat, ia memilih untuk mengembara sebagai bentuk bakti. Mimpi itu menjadi pendorong utama bagi perjalanannya yang panjang dan penuh petualangan.[iii]

Kecintaan Evliya Çelebi pada petualangan dimulai sejak usia muda. Perjalanan pertamanya ke Istanbul dan sekitarnya menjadi titik awal bagi pengembaraannya yang panjang. Setelah mendapat izin dari ayahnya dan restu para ulama, ia memulai perjalanan yang tak terlupakan, menjelajahi berbagai wilayah di bawah kekuasaan Kesultanan Utsmaniyah selama lebih dari setengah abad.[iv]

Seyahatname, sebuah karya monumental karya Evliya Çelebi, merupakan sebuah potret hidup dari dunia Islam pada abad ke-17. Melalui sepuluh volumenya, Çelebi mengajak pembaca untuk melakukan perjalanan virtual ke berbagai penjuru dunia yang pernah ia kunjungi. Dengan gaya penulisan yang sederhana namun kaya akan detail, dihiasi dengan idiom-idiom yang khas, Çelebi berhasil menciptakan sebuah narasi yang hidup dan memikat. Selain menjadi sebuah catatan perjalanan, Seyahatname juga merupakan sebuah ensiklopedia yang kaya akan informasi tentang sejarah, geografi, budaya, dan masyarakat. Karya ini tidak hanya menjadi sebuah sumber berharga bagi para peneliti, tetapi juga sebuah karya sastra yang sangat menarik dan menginspirasi. Sebagai sebuah warisan budaya yang tak ternilai, Seyahatname telah menempatkan Evliya Çelebi sebagai salah satu tokoh penting dalam sejarah intelektual dan sastra Turki.[v]

Berikut kutipan sayehatname volume 1 yang merupakan salah satu karya Evliya Çelebi dan sudah diterjemahkan kedalam bahasa inggris oleh Joseph von Hammer-Purgstall. Dalam kutipan tersebut berisi tentang apa yang menjadi landasan perjalanan yang dilakukan oleh penulis evliya Çelebi[vi]. Sebagai berikut;

When Sa'd Vakkás had given given me these instructions, I saw flashes of lightning burst from the door of the mosque, and the whole building was filled with a reful- gent crowd of saints and martyrs all standing up at once. It was the pro- phet overshadowed by his green banner, covered with his green veil, carrying his staff in his right hand, having his sword girt on his thigh, with the Imam Hалап on his right hand, and the Imam Hosein on his left. As he placed his right foot on the threshold, he cried out "Bismillah," and throwing off his veil, said, "Er-selám aleik yá ommeti" (health unto thee, O my people). The whole assem- bly answered: "Unto thee be bealth, O prophet of God, lord of the nations!" The prophet advanced towards the mikráð and offered up a morning prayer of two inflexions (rikah). I trembled in every limb; but observed, however, the whole of his sacred figure, and found it exactly agreeing with the description given. in the Hallychi khákání. The veil on his face was a white shawl, and his turban. was formed of a white sash with twelve folds; his mantle was of camel's hair, in colour inclining to yellow; on his neck he wore a yellow woollen shawl. His boots were yellow, and in his turban was stuck a toothpick. After giving the salu- tation he looked upon me, and having struck his knees with his right hand, com- manded me to stand up and take the lead in the prayer. I began immediately, according to the instruction of Belál, by saying: "The blessing of God be upon our lord Mohammed and his family, and may He grant them peace!" afterwards adding, "Allah ekber." The prophet followed by saying the fatihah (the 1st chap. of the Korin), and some other verses. I then recited that of the throne. Belál pronounced the Subhanu'llah, I the El-hamdulillah, and Belal the Allah ekder. The whole service was closed by a general cry of "Allah," which very nearly awoke me from my sleep. After the prophet had repeated some verses, from the Surch yás, and other chapters of the Korán, Sa'd Vakkás took me by the hand and carried me before him, saying: "Thy loving and faithful servant. Evliyà entreats thy intercession." I kissed his hand, pouring forth tears, and instead of crying "shifa'at (intercession)," I said, from my confusion, "siyahat (travelling) O apostle of God!" The prophet smiled, and said, "Shifa'at and siyahat (i. e. intercession and travelling) be granted to thee, with health and peace!" He then again repeated the fatihah, in which he was followed by the whole assembly, and I afterwards went round, kissed the hands, and received the bless- ings of each. Their hands were perfumed with musk, ambergris, spikenard, sweet- basil, violets, and carnations; but that of the prophet himself smelt of nothing but saffron and roses, felt when touched as if it had no bones, and was as soft as cotton. The hands of the other prophets had the odour of quinces; that of Abú-bekr had the fragrance of melons, 'Omar's smelt like ambergris, 'Osman's like violets, Alf's like jessamine, Hasan's like carnations, and Hosein's like white roses. When I had kissed the hands of each, the prophet had again recited the fátihah, all his chosen companions had repeated aloud the seven verses of that exordium to the Korán (saba'u-l mesání); and the prophet himself had pro- nounced the parting salutation (es-selám aleikom eyyú ikhwánún) from the mihráb; he advanced towards the door, and the whole illustrious assembly giving me va- rious greetings and blessings, went out of the mosque. “ [vii]

Berikut bentuk dari karya aslinya سياحتنامه ا 

“ Ketika Sa'd Vakkás telah memberikan instruksi ini kepadaku, aku melihat kilatan petir menyambar dari pintu masjid, dan seluruh bangunan dipenuhi oleh kerumunan orang-orang suci dan martir yang bersinar terang, semuanya berdiri tegak sekaligus. Itu adalah Nabi, dibayangi oleh panji hijaunya, tertutup oleh kerudung hijaunya, membawa tongkat di tangan kanannya, dengan pedangnya terhunus di pinggangnya, dengan Imam Hasan di tangan kanannya, dan Imam Hussein di sebelah kirinya. Ketika ia meletakkan kaki kanannya di ambang pintu, ia berseru "Bismillah," dan melepas kerudungnya, berkata, "Salam sejahtera atasmu, wahai umatku." Seluruh hadirin menjawab: "Salam sejahtera atasmu, wahai Nabi Allah, Tuhan segala bangsa!" Nabi maju ke arah mihrab dan melakukan sholat subuh dua rakaat. Aku gemetar di setiap anggota tubuhku; tetapi, bagaimanapun, aku mengamati seluruh sosok sakralnya, dan menemukannya persis sesuai dengan deskripsi yang diberikan dalam kitab-kitab suci. Kerudung di wajahnya adalah selendang putih, dan turbannya terbuat dari selempang putih dengan dua belas lipatan; jubahnya terbuat dari bulu unta, berwarna kuning; di lehernya ia mengenakan selendang wol kuning. Sepatunya berwarna kuning, dan di turbannya tertancap tusuk gigi. Setelah memberikan salam, ia menatapku, dan setelah memukul lututnya dengan tangan kanannya, memerintahkanku untuk berdiri dan memimpin sholat. Aku segera memulai, sesuai dengan instruksi Bilal, dengan mengucapkan: "Semoga berkah Allah tercurah atas tuan kami Muhammad dan keluarganya, dan semoga Dia menganugerahkan kedamaian kepada mereka!" kemudian menambahkan, "Allahu Akbar." Nabi mengikuti dengan mengucapkan Fatihah (surah pertama Al-Quran), dan beberapa ayat lainnya. Kemudian aku membaca ayat Kursi. Bilal mengucapkan Subhanallah, aku mengucapkan Alhamdulillah, dan Bilal mengucapkan Allahu Akbar. Seluruh ibadah ditutup dengan seruan umum "Allah," yang hampir saja membangunkan aku dari tidurku. Setelah Nabi mengulangi beberapa ayat dari Surah Yasin dan surat-surat Al-Quran lainnya, Sa'd Vakkás memegang tanganku dan membawaku ke hadapannya, berkata: “Hamba-Mu yang penuh kasih sayang dan setia, Evliya, memohon syafaat-Mu.” Aku mencium tangannya, meneteskan air mata, dan bukannya mengucapkan "syafaat (syafaat), “aku mengucapkan, karena kebingunganku, "syahat (perjalanan), wahai utusan Allah!" Nabi tersenyum, dan berkata, "Syafaat dan syahat (yaitu syafaat dan perjalanan) dikaruniakan kepadamu, dengan kesehatan dan keselamatan!" Kemudian ia mengulangi Fatihah, diikuti oleh seluruh hadirin, dan aku kemudian berkeliling, mencium tangan, dan menerima berkah dari masing-masing mereka. Tangan mereka wangi dengan kasturi, ambergris, spikenard, kemangi, violet, dan bunga cengkeh; tetapi tangan Nabi sendiri hanya berbau safron dan mawar, terasa saat disentuh seolah tidak bertulang, dan selembut kapas. Tangan para nabi lainnya berbau seperti quince; Abu Bakar berbau seperti melon, Umar berbau seperti ambergris, Utsman berbau seperti violet, Ali berbau seperti melati, Hasan berbau seperti bunga cengkeh, dan Hussein berbau seperti mawar putih. Ketika aku telah mencium tangan masing-masing, Nabi kembali membaca Fatihah, semua sahabat pilihannya mengulangi dengan lantang tujuh ayat dari pembukaan Al-Quran (saba'u-l mesání); dan Nabi sendiri mengucapkan salam perpisahan (es-selám aleikom eyyú ikhwánún) dari mihrab; ia maju ke pintu, dan seluruh hadirin yang mulia memberi saya berbagai ucapan selamat dan berkah, keluar dari masjid.”

.........

Pengalaman spiritual Evliya Çelebi dalam visi malamnya di mana ia bertemu Nabi Muhammad dan para sahabatnya merupakan titik balik dalam hidupnya. Pertemuan ini tidak hanya mengukuhkan imannya, tetapi juga menjadi landasan bagi perjalanannya yang panjang dan penuh petualangan. Instruksi yang diberikan oleh Sa'd Vakkás, dikombinasikan dengan berkah Nabi dan para sahabat, menjadi motivasi utama Evliya untuk mengembara ke seluruh dunia. Visi ini menanamkan dalam dirinya rasa tanggung jawab untuk mendokumentasikan segala yang ia lihat dan alami, sehingga menghasilkan karya monumental, Seyahatname. Perjalanan spiritualnya dimulai dari sebuah mimpi, namun berbuah nyata dalam bentuk eksplorasi geografis, budaya, dan sosial yang begitu luas. Dengan demikian, visi malam itu tidak hanya menjadi pengalaman pribadi yang mendalam, tetapi juga menjadi titik awal dari sebuah proyek epik yang akan menginspirasi generasi mendatang.

Evliya Çelebi diperkirakan wafat di Mesir setelah tahun 1685.[viii] Tempat kematian dan kuburannya tidak diketahui. Kuburannya ada kemungkinan, dia sekarang berada di Pemakaman Mati di sebelah Makam Bersalin Sultan, di samping keluarganya.[ix] Karya monumental Evliya Çelebi, Seyahatname, meskipun ditulis berabad-abad lalu, masih memiliki relevansi yang sangat tinggi hingga saat ini. Catatan perjalanannya yang detail dan meluas memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, khususnya sejarah, geografi, antropologi, dan budaya. beberapa dampak karya tersebut, Sumber Sejarah yang Tak Ternilai: "Seyahatname" menjadi salah satu sumber sejarah terpenting untuk memahami kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik di wilayah Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-17. Detail-detail yang dicatat oleh Evliya Celebi, mulai dari arsitektur bangunan, tradisi masyarakat, hingga kondisi geografis suatu wilayah, memberikan gambaran yang sangat hidup tentang masa lalu. Inspirasi bagi Petualang dan Penjelajah: Semangat petualangan Evliya Celebi yang tak kenal lelah telah menginspirasi banyak generasi setelahnya untuk menjelajahi dunia. Kisah-kisah perjalanannya yang penuh petualangan menjadi sumber inspirasi bagi para petualang dan penjelajah modern.[x]

Kontribusi bagi Studi Geografi dan Antropologi: Deskripsi geografis yang sangat rinci dalam "Seyahatname" telah menjadi sumber data yang berharga bagi para ahli geografi. Selain itu, catatan tentang adat istiadat, kepercayaan, dan kehidupan sehari-hari masyarakat yang berbeda-beda juga menjadi bahan kajian yang menarik bagi para antropolog. Peningkatan Minat terhadap Sejarah dan Budaya: Karya Evliya Celebi telah berkontribusi dalam meningkatkan minat masyarakat terhadap sejarah dan budaya, khususnya sejarah Kesultanan Utsmaniyah. Melalui "Seyahatname", masyarakat dapat lebih memahami akar sejarah mereka dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh nenek moyang mereka. Sumber Inspirasi bagi Seniman dan Penulis: Gaya penulisan Evliya Celebi yang hidup dan penuh warna telah menginspirasi banyak seniman dan penulis. Kisah-kisah petualangannya seringkali menjadi bahan adaptasi dalam berbagai bentuk karya seni, seperti novel, film, dan pameran seni.[xi]

i Kahraman, S.A., Dağlı, Y., Günümüz Türkçesiyle Evliyâ Çelebi Seyahatnâmesi, Yapı Kredi Yayınları. 1.Kitap 1.Cilt sayfa, 2-5

[ii] Evliyâ Çelebî, Evliyâ Çelebî Seyâhat-nâmesi, Yapı Kredi Yayınları, 9. Kitâp, İstanbul, 2000, s, 17,19

[iii] Seyit Ali Kahraman, Yücel Dağlı Günümüz Türkçesiyle Evliya Çelebi Seyahatnamesi, Yapı Kredi Yayınları, 2011, 1. Kitap 1. Cilt, sayfa, 2

[iv] Seyahatnâme; c. 2, s. 4-5

[v] Fatih Kemik (2008), Tentang contoh etimologi rakyat dalam Seyahatname Evliya Çelebi , Simposium Internasional Evliya Çelebi dan Seyahatname 3-5 April 2008, Pusat Sastra Turki Universitas Bilkent

[vi] Joseph von Hammer-Purgstall (1834), sayehatname volume 1, J. L. Cox and Son, 75, Great Queen Street, Lincoln's-Inn Fields.

[vii] Joseph von Hammer-Purgstall (1834), sayehatname volume 1, J. L. Cox and Son, 75, Great Queen Street, Lincoln's-Inn Fields.

[viii] " Evliya Çelebi 1611-1685" . Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 September 2019 . Tanggal akses: 1 September 2019 .

[ix] Uzunçarşılı, İ. Hakkı, Kota Kütahya , 1932, hal, 131

[x] Evliya Çelebi. Seyahatname. (Istanbul: Türkiye Diyanet Vakfı Yayınları, 1999).

[xi] Ahmet Yaşar Ocak. Evliya Çelebi: The Man and His Work. (Leiden: E.J. Brill, 1993).


Leave a Comment