| 0 Comments | 435 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Prosa Masa Umayyah (661-750)

Esai Mahasiswa 5: dipublikasikan 8-1-2025

Ziyad bin Abihi: Orator Ulung dan Pengaruh Khutbah di Era Bani Umayyah

Oleh Umniyyatul Nailah Zahiroh  

 

Di masa Kekhalifahan Bani Umayyah, khutbah menjadi alat penting untuk menyampaikan pesan, mempengaruhi masyarakat, dan memperkuat kekuasaan. Salah satu tokoh yang terkenal karena keahliannya berpidato adalah Ziyad bin Abihi. Sebagai gubernur di era pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan, Ziyad dikenal karena pidatonya yang tegas, berwibawa, dan mampu menjaga stabilitas politik di wilayah yang dipimpinnya. Demikianlah uraian muqoddimah jurnal yang di tulis oleh Ichsan Mufti yang berjudul Sejarah Perkembangan Sastra Arab Pada Bani Umayyah

 Ziyād bin Abīhi (622–673 M), yang juga dikenal sebagai Ziyād bin Abī Sufyān, lahir di Thaif. Nama "bin Abīhi" diberikan karena asal-usul ayahnya yang tidak jelas, namun Muawiyah kemudian mengakui Ziyad sebagai saudaranya untuk memperkuat posisi politik Bani Umayyah, sehingga ia dikenal sebagai Ziyad bin Abū Sufyān. Ziyad adalah seorang intelektual Arab, sastrawan terkenal, dan ahli pidato yang sangat dihormati, serta seorang pemimpin yang bijaksana. Ia diangkat menjadi gubernur Basrah, dan menjadi orang pertama yang menguasai Basrah, Khurasan, Sijistan, Sindhu, Bahrain, Oman, dan Kufah. Dalam kepemimpinannya, Ziyad berhasil mengelola pemerintahan dengan baik, memerangi fitnah, mengatasi tuduhan palsu, dan menegakkan hukum. Kariernya semakin berkembang setelah diangkat menjadi gubernur Basrah dan Kufah, dua kota penting yang sering menjadi pusat pemberontakan. Keberhasilannya banyak dipengaruhi oleh kemampuan orasinya, di mana melalui khutbah-khutbahnya yang keras dan efektif, Ziyad berhasil menanamkan ketertiban dan kesetiaan di kalangan masyarakat

Khutbahnya yang terkenal pada saat itu adalah Khutbah al- Batra. Khutbah ini muncul karena ketika Ziyad bin Abihi menjadi gubernur di Basrah pada tahun 45H (665M), ada kelompok dari penduduk Bashrah yang menjadi musuh bani Umayyah.  Yang mana pada suatu hari terjadi kekacauan dan perselisihan besar di Basrah di bawah kepemimpinan Khalifah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Melihat situasi yang semakin buruk, Mu'awiyah mengangkat Ziyad bin Abihi sebagai gubernur Basrah, mengingat Ziyad dikenal dengan kekuatan, kepemimpinan, dan kebijaksanaannya.  Ketika Ziyad tiba di Basrah, ia mengumpulkan orang-orang untuk menyampaikan khutbah yang terkenal dengan nama Al-Batro’. Khutbah ini dinamakan khutbah al batro karena kekuatan dan ketegasannya yang bagaikan pedang yang di sampaikan Ziyad Bin Abihi  yang menyayat hati penduduk Basrah dan juga karena beliau berkhutbah  tanpa memulai dengan pujian (hamdalah) seperti biasa, karena tujuan khutbahnya adalah untuk mengancam mereka yang berbuat buruk. kutipan khutbah Al batro milik Ziyad bin Abihi yang saya kutip dari artikel jurnal yang berjudul Sejarah Perkembangan Sastra Arab Dinasti Bani Umayyah.   

أيها النا س: إنا أصبحنا لكم ساسة , و عنكم ذادة , نسوسكم بسلطان الله الذي أعطانا ونذود عنكم بفيء الله الذي خولنا, فلنا عليكم السمع و الطاعة فيما أحببنا, ولكم علينا العدل فيما ولينا, فاستوجبوا عدلنا و فيئنا بمناصتكم لنا, واعلموا أنني مهما قصرت [i]فلن أقصر في ثلاث : لست محتجبا [ii]عن طالب حاجة ولو أتا ني طارقا بليل, ولا حابسا [iii]عطاء ولا رزقا عن إبانه, و لا مجمرا [iv]لكم بعثا, فادعوا الله بالصلاح لأئمتكم فإنهم ساستكم المؤدبون, وكهفكم[v] الذي إليه تأوون[vi], ومتى يصلحو تصلحوا

Wahai manusia, sesungguhnya kami telah menjadi pemimpin bagi kalian, dan penjaga bagi kalian. Kami memimpin kalian dengan kekuasaan yang diberikan Allah kepada kami, dan kami menjaga kalian dengan rezeki yang Allah anugerahkan kepada kami. Oleh karena itu, bagi kami kalian harus mendengarkan dan taat dalam apa yang kami inginkan, dan bagi kami kewajiban untuk berlaku adil dalam apa yang kami pimpin. Oleh karena itu, kalian berhak mendapatkan keadilan dan rezeki dari kami dengan mendukung kami. Ketahuilah bahwa meskipun saya mungkin kurang dalam banyak hal, namun saya tidak akan pernah kurang dalam tiga hal: saya tidak akan menutup diri dari orang yang membutuhkan, meskipun ia datang pada malam hari, saya tidak akan menahan pemberian atau rezeki pada waktunya, dan saya tidak akan menunda pengiriman bantuan untuk kalian. Maka berdoalah kepada Allah untuk kebaikan pemimpin kalian, karena mereka adalah pemimpin yang mendidik kalian, dan mereka adalah tempat perlindungan kalian yang kalian tuju. Dan ketika mereka baik, maka kalian juga akan menjadi baik.

 Berikut uraian tokoh Ziyad Bin Abihi yang wafat pada tahun 673M, sekitar 7 tahun sebelum Muawiyah bin Abu Sufyan wafat. ini jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, Indonesia saat itu masih dalam situasi terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera , wilayah saat ini menjadi Sumatera Selatan . Selain itu juga kerajaan Melayu  yang terletak di Jambi, wilayah saat ini adalah Jambi. 


[i] Kamus al munawwir hal 1124 asal katanya قصر  yang artinya merringkas

[ii] Kamus almunawir hal 237 asal kata nya حجب  yang artinya menutupi

[iii] Kamus al munawwir hal 231 asal katanya حبس yang artinya mencegah

[iv] Kamus al munawir hal 207 asal katanya جمر yang artinya menjauhkan

[v] Kamus al munawwir hal 1236 asal kata nya كهف  yang artinya gua

[vi][vi] Kamus al munawir hal 50 asal katanya أوى yang artinya berlindung

*** * ***


Esai Mahasiswa 4: dipublikasikan 1-1-2025

Batu Keras yang Menyerukan Persatuan dan Keadilan

Oleh Zulfa Maqbulah

 

Abu al-Mughirah Ziyad bin Abihi yang juga dikenal sebagai Ziyad bin Abi Sufyan adalah seorang administrator dan negarawan kekhalifahan Rasyidin dan kekhalifahan Umayyah pada pertengahan abad ke-7. Ia menjabat sebagai gubernur Basra pada 665–670 M dan menjadi gubernur Irak pertama dan wali raja timur kekhalifahan antara 670 M sampai kematiannya. Ia termasuk salah satu dari empat orang yang dijuluki "Dahiyatul 'Arab", yaitu orang-orang yang dianggap memiliki kecerdikan di atas rata-rata orang Arab pada masa tersebut.  

Karya fenomenal Ziyad bin Abihi adalah rosa yang berupa khutbah. Khutbahnya dikenal dengan nama khutbah Al Batra’ atau khutbah Ziyad[i]. Kata Al Batra’ secara Harfiah yaitu batu atau kerikil. Sedangkan secara Majazi (Metaforis) yaitu kesabaran dan kekuatan. Dalam konteks khutbah Ziyad bin Abihi, kata Al Batra’ merujuk pada makna kesabaran, keberanian, dan keteguhan dalam menghadapi kesulitan dalam perjuangan. Khutbah Al Batra’ disampaikan oleh Ziyad untuk membangkitkan semangat dan kesadaran Masyarakat Kuffah. Beberapa poin yang terkandung dalam khutbah Al Batra’ diantaranya;

1.   Pengakuan atas kelemahan

2.     Pentingnya persatuan

3.     Pentingnya ketaatan kepada Allah Swt.

4.     Perintah untuk berjihad

5.     Pengingat kematian

Khutbah Al Batra’ muncul disebabkan ketika Ziyad menjadi gubernur di Basrah pada tahun 45H (665M), ada kelompok dari penduduk Bashrah yang menjadi musuh bani Umayyah. Maka berpidatolah Ziyad dengan khutbah Al Batra’ (dengan tidak mengawali dengan hamdalah seperti khutbah biasanya) Karena Ziyad ingin mengancam penduduk Basrah yaitu, orang-orang yang berbuat kejelekan.

Berikut adalah isi khutbah Al Batra’, dalam Maktabah As Syankbutiyyah[ii], diceritakan bahwasannya Ziyad datang ke Basra pada hari pertama Jumadil Awal tahun 665 M sebagai gubernur Muawiyah bin Abi Sufyan, Khurasan dan orang orang yang jelas kefasikannya, sedang berpesta pora di Basra. Maka Ziyad menyampaikan kutbah Al Batra’ yang tanpa diawali hamdalah:

أما بعدُ، فإِنَّ الجهالةَ الجهلاءَ، والضَّلالةَ العمياءَ، والغَيَّ المُوَفِّيَ بأهلِه على النارِ ما فيه سفهاؤُكم، ويشتملُ عليه حُلَماؤُكم مِن الأمورِ العظامِ يَنْبُتُ فيها الصغيرُ، ولا يتحاشى عنها الكبيرُ كأنَّكم لم تقرؤوا كتابَ اللهِ ولم تسمعوا ما أَعَدَّ اللهُ مِن الثَّوابِ الكبيرِ لأهلِ طاعتِه، والعذابِ الأليمِ لأهلِ معصيتِه في الزَّمنِ السَرْمَدِيِّ الذي لا يزولُ، أتكونون كَمَن طَرَفَتْ عَيْنَيْه الدّنيا، وسَدَّتْ مسامِعَه الشهواتُ، واختارَ الفانيةَ على الباقيةَ، ولا تذكرون أنَّكم أحدثتم في الإسلام الحَدَثَ الذي لم تُسْبَقُوا إليه؛ مِن تَرْكِكُم الضَّعيفَ يُقْهَرُ ويُؤْخَذُ ماله، هذه الموَاخيرَ المنصوبةَ والضعيفةَ المسلوبةَ في النهارِ المُبْصِرِ والعَدَدَ غيرُ قليلٍ، ألم يكن منكم نُهَاةٌ تَمْنَعُ الغُوَاةَ عن دَلَجِ الليلِ وغَارَةِ النَّهارِ، قرَّبتم القرابةَ، وباعدتم الدَّينَ، تعتذرون بغيرِ العُذْرِ، وتُغْضُون على المُخْتَلِسِ، كلُّ امرئٍ منكم يَذُبُّ عن سفيهه صنيعَ مَن لا يخافُ عاقبةً ولا يرجو معادًا، ما أنتم بالحلماءِ ولقد اتَّبعتم السفهاءَ، فلم يزلْ بكم ما ترون مِن قيامِكم دونَه حتى انتهكوا حُرَمَ الإسلامِ، ثم أطرقوا وراءَكم كنوسًا في مَكَانِسِ الرَّيبِ، حَرَامٌ عَلَيَّ الطعامُ والشرابُ حتى أُسَوِّيَها بالأرضِ هَدْمًا وإحراقًا. إِنِّي رأيتَ آخرَ هذا الأمرِ لا يَصْلُحُ إِلاَّ بما صَلُحَ به أَوَّلُه : لِيْنٌ في غيرِ ضَعْفٍ، وشِدَّةٌ في غير عُنْفٍ. وإِنِّي أقسمُ بالله لآخُذَنَّ الوَلِيَّ بالمُوْلَى، والمقيمَ بالظَّاعنِ، والمقبلَ بالمدبرِ، والمطيعَ بالعاصِي، والصحيحَ منكم في نفسِه بالسقيمِ حتى يلقيَ الرجلُ منكم أخاه فيقول :انجْ سَعْدٌ فقد هلك سُعَيدٌ، أو تستقيمَ لي قناتُكم.

Artinya :

"Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku! Sesungguhnya kebodohan dan kesesatan telah menyebar di antara kalian. Kalian telah meninggalkan jalan yang benar dan memilih jalan yang sesat. Kalian telah membiarkan orang-orang lemah ditindas dan harta mereka dirampas. Apakah kalian tidak membaca kitab Allah dan tidak mendengar ancaman-Nya terhadap orang-orang yang tidak taat? Apakah kalian tidak takut akan azab-Nya? Janganlah kalian menjadi seperti orang yang terpikat oleh dunia dan menutup telinga mereka dari kebenaran. Pilihlah jalan yang benar dan jangan lupa bahwa kalian adalah umat Islam yang harus menjaga agama ini. Apakah tidak ada di antara kalian yang berani melawan kejahatan dan menolong orang-orang lemah? Kalian telah membiarkan kejahatan menyebar dan tidak melakukan apa-apa untuk mencegahnya. Aku bersumpah demi Allah bahwa aku akan mengambil tindakan terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan dan melawan orang-orang yang tidak taat. Aku akan memperbaiki keadaan ini dengan keadilan dan kebijaksanaan. Aku ingin kalian semua kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan kebodohan. Janganlah kalian membiarkan kejahatan menyebar dan lakukanlah sesuatu untuk mencegahnya."

Uraian tokoh Ziyad bin Abihi saat khutbah Al Batra’nya terkenal pada tahun 665 M, jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, Indonesia saat itu masih dalam situasi terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah kerajaan Kalingga yaitu adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pertama muncul di pantai utara Jawa Tengah pada abad ke-4 Masehi, Hampir bersamaan dengan Kerajaan Tarumanagara di abad ke-4 dan Kerajaan Sriwijaya abad ke-6.

*** * *** 

[i] Muhammad Yasin. (2013). Aspek Sosiologi Khotbah Ziyad Bin Abihi (Dirasah Ijtima’iyyah Adabiyyah). http://digilib.uin-suka.ac.id/11874/


Esai Mahasiswa 3: dipublikasikan 29-12-2024

Makna Mendalam Mengenai Qissah Hasan Al-Bashri (642-728)

Oleh Melati Sukma

 Mengutip dari website Nu Online yang berjudul “ Biografi Hasan al-Bashri: Ulama Besar Murid para Sahabat Nabi “ Hasan al-Bashri merupakan salah satu tokoh penting dalam dunia Islam, Beliau adalah seorang ulama sufi yang banyak dinukil petuah-petuah bijaksananya. Bila dilihat dari latar belakang keluarganya, Hasan al-Bashri bukanlah anak seorang raja ataupun kalangan tokoh terpandang melainkan hanya seorang anak dari hamba sahaya milik Zaid bin Tsabit (611-655 M). Ayah Hasan al-Bashri bernama Yasar yang berasal dari daerah Maisan, pinggiran kota Bashrah di negara Irak. Dahulu daerah Maisan ditaklukkan umat islam pada tahun 12 Hijriah di bawah kepemimpinan panglima Khalid bin Walid (592-642 M). Sedangkan, ibunya adalah hamba sahaya milik Ummu Salamah, (596-680 M) istri Rasulullah saw.[i]

Nama lengkap Hasan Bashri adalah Abu Said Abi Hasan Yusar al-Bashrah, Beliau dilahirkan di Madinah pada tahun 21 H/642 M, dan wafat pada bulan Rajab tahun 110 H/728 M di Bashrah.[ii] Meskipun ayah dan ibu nya adalah mantan budak, namun ia hidup dalam kasih sayang keluarga Nabi dan para sahabatnya radiyallahu ‘anha. Cinta kasih Ummu al-Mukminin, Ummu Salamah, sering tercurahkan kepada al-Hasan, kefasihan lisannya dan kecerdasan akalnya diserap dari berkah Ummul Mukminin ini radiyallahu ‘anha. Bahkan al-Hasan kecil pernah didoakan oleh Khalifah Umar bin al-Khatab.[iii]

Pada usia 14 bulan, Hasan pindah ke kota Basrah, Irak, dan menetap di sana. Dari sinilah Al-Hasan mulai dikenal dengan sebutan Hasan Al-Bashri. Hasan kemudian dikategorikan sebagai seorang Tabi'in (generasi setelah sahabat). Hasan al-Basri juga pernah berguru kepada beberapa orang sahabat Rasulullah S.A.W. sehingga dia muncul sebagai Ulama terkemuka dalam peradaban Islam. Hasan Al Bashri berguru pada para sahabat Nabi, antara lain: Utsman bin Affan (577-656 M), Abdullah bin Abbas (619-687 M), Ali bin Abi Talib (600-661 M), Abu Musa Al-Asy'ari (602-665 M), Anas bin Malik (612-712 M), Jabir bin Abdullah (607-697 M) dan Abdullah bin Umar (610-693 M). Hasan menjadi guru di Basrah, (Iraq) dan mendirikan madrasah di sana. Di antara para pengikutnya yang terkenal adalah Amr ibn Ubaid (699-761 M) dan Wasil ibn Atha (700-748 M).[iv]

Hasan bukan hanya seorang ulama, guru dan mufti penduduk Bashrah, akan tetapi juga seorang mujahid yang pemberani. Sosoknya berwibawa, sempurna fisiknya dan dikenal sebagai orang yang sangat mirip pendapatnya dengan Umar bin al-Khathab radhiyallahu ‘anhu. Bahkan sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu mensifatinya sebagai orang yang sangat kuat hapalannya. Dan berkata, “Belum pernah kedua mataku melihat orang yang paling faqih daripada al-Hasan”.[v]  Qatadah juga mengatakan Hasan adalah orang yang paling mengetahui halal dan haram.[vi]

Hasan Al-Bashri memiliki banyak karya diberbagai bidang, diantaranya : Kitab Istighfar (mencakup kelompok tujuh doa, dan setiap kelompok doa didedikasikan untuk satu hari dalam seminggu, serta membahas keutamaan pertobatan dan mencari pengampunan), Kitab Tafsir (salah satu kitab penting yang berkaitan dengan penafsiran Al-Qur'an dan dikenal jelas dan tidak bertele-tele), Kitab Fadhail Makkah wa Sakan Fiiha (karya yang membahas pendapat para ulama tentang keadilan dan tauhid.[vii]

Hasan al-Bashri dikenal berani menentang kezaliman terutama terhadap Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi saat membangun istana megah. Dalam sebuah ceramah di hadapan banyak orang, Hasan mengingatkan mereka untuk bersikap zuhud dan mengkritik Hajjaj dengan tegas. Meskipun Hajjaj marah dan memerintahkan penangkapannya, Hasan menunjukkan ketabahan dan keberanian saat dihadapkan pada ancaman, yang membuat Hajjaj terpengaruh dan memperlakukannya dengan hormat. Hasan al-Bashri selalu berhasil lolos dari situasi sulit berkat perlindungan Allah, tanpa kehilangan wibawanya di hadapan penguasa. adapun do’a yang dia ucapkan yaitu: “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.”[viii]

Dalam kitab Jawahirul Adab (Jilid 1, hlm. 349) Syaikh Ahmad Hasyimi, Zainuddin Lubis mengutip nasihat Imam Hasan Al-Bashri kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk menjadi pemimpin yang bijaksana dan adil sehingga tidak melakukan tindakan atau keputusan yang zalim dan tidak bermoral.

 لا تحكم يا أمير المؤمنين في عباد الله بحكم الجاهلين، ولا تسلك بهم سبيل الظالمين، ولا تسلط المستكبرين على المستضعفين، فإنهم لا يرقبون في مؤمن إلاّ ولا ذمة، فتبوء بأوزارك وأوزار مع أوزارك، وتحمل أثقالك وأثقالاً مع أثقالك. ولا يغرنك الذين يتنعمون بما فيه بؤسك، ويأكلون الطيبات في دنياهم بإذهاب طيباتك في آخرتك. ولا تنظر إلى قدرتك اليوم، ولكن انظر إلى قدرتك غدًا وأنت مأسور في حبائل الموت، وموقوف بين يدى الله في مجمع من الملائكة والنبيين والمرسلين، وقد عنت الوجوه للحى القيوم .

Artinya, "Janganlah, wahai Amirul Mukminin, engkau memerintah hamba-hamba Allah dengan hukum yang diterapkan oleh orang-orang jahil. Jangan juga menempuh jalan orang-orang yang berlaku aniaya. Jangan beri peluang para pendurhaka terhadap kaum lemah, karena mereka itu tidak memelihara hubungan kekerabatan dengan orang mukmin, tidak  juga mengindahkan perjanjian, karena jika engkau memberi peluang itu maka engkau akan memikul dosa-dosamu dan juga dosa dosa (mereka) bersama dosamu. Engkau akan memikul beban-bebanmu bersama beban-beban selainmu!. Janganlah terpedaya dengan mereka yang menikmati hal-hal yang menjadi sumber kesengsaraan. Mereka menikmati aneka kebaikan di dunia mereka dengan menyingkirkan kebajikan yang berkaitan dengan akhiratmu. Jangan memandang kepada kemampuanmu hari ini tetapi lihatlah kemampuanmu esok saat engkau disandera dalam tali-temali maut, berdiri di hadapan Allah dalam himpunan para malaikat, para nabi dan rasul, di mana semua wajah tertunduk di hadapan Tuhan yang Maha Hidup dan Maha Berdiri sendiri lagi Maha Mengurus semua makhluk. [ix]

Menurut David A. Edi dalam artikelnya yang berjudul “ Al-Hasan Al-Bashri “ Al-Hasan al-Basri dikenal oleh generasinya sendiri sebagai seorang pengkhotbah yang fasih , teladan Muslim yang benar-benar saleh, dan seorang kritikus yang blak-blakan terhadap para penguasa politik Dinasti Umayyah (661–750). Di antara generasi Muslim berikutnya, ia dikenang karena kesalehan dan asketisme agamanya . Para mistikus Muslim telah menganggapnya sebagai salah satu guru spiritual pertama dan paling terkenal.Mu’tazilah (teolog filsafat) dan Ash'ariyyah (pengikut teolog al-Ash'arī), dua aliran teologi terpenting dalam Islam Sunni (tradisionalis) awal, menganggap Hasan sebagai salah satu pendiri mereka.[x]

 

Uraian tokoh Hasan Al-Bashri yang lahir pada tahun 642 M dan wafat 728 M, sekitar 72 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad ini jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, Indonesia saat itu masih dalam situasi terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah kerajaan Melayu yang terletak di sungai Batang hari tepatnya di provinsi Jambi  pulau Sumatra . Selain itu juga ada  kerajaan sriwijaya yang berada di pulau sumatra.



[i] Muhammad Tholhah al Fayyadl “ Biografi Hasan al-Bashri: Ulama Besar Murid Para Sahab Nabi “ Nu Online, Jum’at, 5 November 2021 | 14.30 Wib

[ii] Santosa ‘Irfaan “ Hasan Bashri Dan Tradisi Sufisme “ Neliti, 1994

[iii] Surrahman Yati “ Hasan Al-Bashri (21-110 H) Teladan Dalam Ilmu Dan Amal “ Markaz Sunnah, Wed 8 Safar 1443 H

[iv] Hidayatullah & Fikri Nur Hidayat “ Tokoh Pembaharuan Hasan Al-Bashri Dan Pengaruhnya Pada Saat Ini “ Spektra, Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial, Vol. 6 No. 1 2024

[v] Abdul Khoir “ Biografi Imam Hasan Al-Bashri “ Wordpress, 2019

[vi] Nur Azny Agustina Putri “ Qiraat Al-Hasan Al-Bashri dan Implikasinya Terhadap Penafsiran Ayat Al-Qur’an “ Journal Uinfasbangkulu, El-Afkar Vol. 12 Nomor. 2, Julu-Desember 2023

[vii]  نور الزبنمؤلفات الحسن البصري “ Mawdoo, ٠٦:٣٢ ، ٢٥ أغسطس ٢٠٢٢ 

[viii] Fath “ Kisah Tabi’in: Hasan al-Bashri “ Arrahmah, 06/03/2021

[ix] Abdullah Faiz “ Nasihat Imam Hasan Al-Bashri Untuk Para Pemimpin Agar Tidak Zalim “ Nu Online Jateng, Kamis, 22 Agustus 2024 | 12:00 Wib

[x] David A. Ede “ Al-Hasan Al-Bashri “ Britannica, 12 Maret 2024

 

Esai Mahasiswa 2:

Al-Hajjaj bin Yusuf (661-714) dan Kefasihan Pidatonya

Oleh Yasmin (22101010011)

Sebagaimana dalam Wikipedia yang dikutip dari kitab Ansabul Asyraf, Abu Muhammad Al-Hajjaj Kulaib bin Yusuf bin al-Hakam bin Abi Aqil bin Mas'ud bin Amir bin Mu'tab bin Malik bin Ka'ab bin Amr bin Saad bin Auf bin Tsaqif bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan ats-Tsaqafi atau yang lebih dikenal sebagai Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi adalah seorang figur politik pada Masa Islam Daulah Umayyah yang terkenal akan kekejaman, keotoriteran dan kelalimannya.

Mengutip dari laman website Geotimes.id berjudul “Hajjaj bin Yusuf Sang Penguasa Cerdas yang Kejam” Al-Hajjaj lahir pada tahun 41 H / 661 M di Thaif dan meninggal pada tahun 95 H / 714 M di Wasith, Irak, ia dibesarkan di keluarga yang terhormat dari kalangan Bani Tsaqif. Ayahnya, Yusuf bin Al-Hakam, adalah seorang yang taat, berilmu dan banyak mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anaknya, dan dengan didikan sang ayah, Al-Hajjaj pun berhasil menghafalkan Al-Qur’an dan menjadi hafidz qur’an.

Jika kita membuka dan membaca literatur-literatur yang ada, baik berupa buku, jurnal maupun artikel yang ada di internet, kebanyakan hanya membahas Al-Hajjaj dari segi kehidupan politiknya saja, terutama tentang dirinya sebagai penguasa diktator dan semacamnya. Namun selain fakta bahwa Al-Hajjaj adalah pribadi yang cerdas, disebutkan dalam buku berjudul “العراق في عهد الحجاج بن يوسف الثقفي” karya Abdul Wahid Dzanuh Thaha, di dalamnya menyebutkan bahwa Al-Hajjaj juga memiliki banyak sifat baik yang jarang disebutkan dalam literatur-literatur, seperti sifat lembut yang kadang ada dan pemaaf kepada orang yang mencela, tegas dan kejam pada yang muda namun memuliakan orang-orang tua dan lemah, jujur dan membenci kebohongan, dermawan dan suka memberi makanpada orang-orang.

Selain itu ia juga memiliki kemampuan public speaking yang sangat baik. Kemampuannya tersebut semakin terlihat saat ia naik menjadi Gubernur Iraq, dimana ia dapat banyak berbicara di depan kaum muslimin. Setelah itupun Al-Hajjaj juga terkenal menjadi seorang khatib dengan khutbah-khutbahnya yang khas. Menukil dari buku “Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam” karya Wildana dan Laily, di dalamnya menyebutkan bahwa khutbah Al-Hajjaj terkenal dan istimewa karena lafadznya yang fashih, susunannya keras (mengandung ketegasan namun tetap rapi), kalimatnya pendek (tidak bertele-tele).

Selain alasan-alasan di atas, bagusnya khutbah Al-Hajjaj dikarenakan baik dan kuat akalnya dan karena kefasihan dan gaya bahasanya yang tinggi dan hampir jauh dari kesalahan, membuatnya diagungkan dan dimuliakan orang-orang disekitarnya, selain itu ia menggunakan bahasa yang berani dan ini yang membuatnya istimewa, pemikirannya juga sangat bijaksana, tajam dan cerdik, ia juga sangat perhatian pada hal-hal tentang kepemimpinan. Salah satu gambaran dari keistimewaan khutbah Al-Hajjaj adalah potongan-potongan kalimat legendaris dari khutbahnya di depan orang-orang Iraq yang sangat popular berikut ini, dikutip dari sebuah artikel dari ma’loomaa yang  berbahasa Arab  berjudul “خطبة الحجاج بن يوسف في أهل العراق “إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها” وشرحها” dan dari buku “Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam”:

أنا ابن جلا وطلاع الثنايا ** متى أضع العمامة تعرفوني

أما والله فإني لأحمل الشر بثقله وأحذوه بنعله وأجزيه بمثله، والله يا أهل العراق إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها، وإني لصاحبها، والله لكأني أنظر إلى الدماء بين العمائم واللحى.


Aku adalah anaknya Jala dan Thula’ Tsanaya

Kapan aku meletakkan sorban, maka kalian pasti mengenaliku


Namun Demi Allah!! Sesungguhnya aku menanggung kejahatan dengan segala bebannya, dan aku mengikutinya dengan sandalku, dan aku dibalas dengan yang sejenisnya. Demi Allah Wahai Para Penduduk Iraq!! Sungguh aku melihat kepala-kepala kalian bagaikan buah-buahan masak yang sudah waktunya untuk diambil dan akulah pemiliknya dan seakan-akan aku melihat darah diantara kopiah-kopiah dan jenggot-jenggot!!

Penjelasan menurut artikel berbahasa Arab ma’loomaa seperti yang disebutkan di atas, bahwa maksud dari “ابن جلا” adalah perumpamaan seseorang yang masyhur lagi mulia, sedangkan maksud dari “طلاع الثنايا” adalah perumpamaan tentang seorang mengungkap segala perkara dan membuka tabir yang ada di dalamnya. Lalu maksud dari “إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها” adalah kepala-kepala telah menjadi baik, dan waktunya sudah datang untuk mendapat pembuahan dan mendapatkan hasil panen. Selanjutnya, maksud dari kalimat “والله لكأني أنظر إلى الدماء بين العمائم واللحى”  adalah peringatan dan ancaman terhadap siapapun yang hendak menyelisihinya, maka lehernya akan ditebas.

والله يا أهل العراق، إن أمير المؤمنين عبد الملك نثل كنانة بين يديه، فعجم عيدانها عوداً عوداً، فوجدني أمرّها عوداً، وأشدها مسكا، فوجهني إليكم، ورماكم بي

Demi Allah, Wahai Para Penduduk Iraq!!, Sesungguhnya Amirul Mukminin Abdul Malik membawa sebatang busur panah di tangannya, dan dia memisahkan batang kayunya satu-persatu, dan ia memperlihatkan padaku sepahit-pahitnyan batang kayu, dan sewangi-wanginya minyak musk, maka dia mengarahkanku kepadamu sekalian, dan melemparkan kalian padaku.

Dalam kalimat ini, Al-Hajjaj bermaksud bahwa Khalifah Daulah Umayyah pada masa itu Abdul Malik bin Marwan mendatangi orang-orang disekitarnya dan mendapati bahwa Al-Hajjaj adalah orang yang paling keras di antara mereka, kemudian ia mengirimnya kepada Para Penduduk Iraq, untuk menguji mereka melalui kepemimpinan Al-Hajjaj. Menurut artikel dari ma’looma, bahwa Irak menjadi sumber kekhawatiran bagi Khalifah Abdul Malik, karena diketahui bahwa mereka tidak tunduk pada gubernur di luar Irak, dan juga kelompok Syiah mulai muncul di Irak, sehingga Khalifah Abdul Malik bin Marwan ingin menunjuk seorang pria yang tidak mengenal belas kasihan.

ثم التفت إلى أهل الشام فقال: يا أهل الشام! أنتم البطانة والعشيرة، والله لريحكم أطيب من ريح المسك الأزفر، وإنما أنتم كما قال الله تعالى: “ضرب الله مثلاً كلمة طيبة كشجرة طيبة أصلها ثابت وفرعها في السماء” والتفت إلى أهل العراق فقال: لريحكم أنتن من ريح الأبخر، وإنما أنتم كما قال الله تعالى: “ومثل كلمة خبيثة كشجرة خبيثة اجتثت من فوق الأرض مالها من قرار

Kemudian dia berpaling kepada Para Penduduk Syam dan berkata: Wahai Para Penduduk Syam! Kalian adalah teman yang baik dan kerabatku, Demi Allah!! Angin kalian lebih baik wangi daripada bau minyak Musk Al-Azfar, tetapi kalian seperti yang dikatakan Allah Ta'ala: " Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit " (QS. Ibrahim:24)

Dan berpaling kepada Para Penduduk Iraq dan berkata: Sungguh angin kalian tidak lebih baik daripada angin uap, dan sesungguhnya kalian hanyalah sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun."(QS. Ibrahim:26)  

Referensi:

-       Daif, Syauqi. (1995) Cetakan Ke-Dua Puluh. تاريخ الأدب العربي: العصر الإسلامي, Kairo: Daarul Ma’arif

-       Thah, Dzanuh. (2005) Cetakan Ke-Dua. العراق في عهد الحجاج بن يوسف, Lebanon: El-Daar El-Arabiyya  Lil-Mausu’aa

-       Wirgadinata, W & Fitriani, L. (2018) Cetakan Ke-Satu. Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam, Malang: UIN-Maliki Press

-       Al-Musthafa, Nafi’. 2008. الشعر في ركاب الحجاج بن يوسف, حوليات الآداب والعلوم الجتماعية , 15-20

-       Al-Hasan, A. 2016. خطب الحجاج بن يوسف الثقفي الوعظية: دراسة في ضوء نظرية الإتصال الأدبي, At-Tajdid, International Islamic University of Malaysia

-       Tjalau, A. & Safii, R. 2023. Kajian Historis: Corak Sastra Arab (Zaman Jahiliyah, Shadr Islam dan Umawiyah). Assuthur: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, 2(1), 16-17

-       Kurniati, 2018. “Penumpasan Al-Hajjaj Bin Yusuf Ats-Tsaqafi Terhadap Gerakan Pemberontakan Abdullah Bin Zubair (692 M/ 73 H)”. Skripsi. Surabaya. UIN Sunan Ampel

-       Klasova, M. 2018. “Empire Through Language: Al-Ḥajjāj B. Yūsuf Al-Thaqafī And The Power Of Oratory In Umayyad Iraq”. Disertasi. Georgetown. Georgetown University

-       https://kisahmuslim.com/3832-biografi-hajjaj-bin-yusuf-ats-tsaqafi.html (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

-       https://www.bard.edu/news/events/event/?eid=135531&date=1544648400 (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

-       https://www.britannica.com/biography/al-Hajjaj (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

-       https://www.shababy4us.com/2021/10/The%20sermon-of-alhagag-bin-Yusuf-al-Taqfi-in-the-people-of-Iraq-Basra-and-Kufa.html (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

 *** * ***  

Esai Mahasiswa 1

ABDUL HAMID BIN YAHYA (660-750)

SANG PENGEMBANG TULISAN ARAB MASA UMAYYAH

Alen Syakirohtul Delviana (22101010012) 

 

Esai ini membahas topik Sejarah sastra klasik pada periode masa umayyah antara tahun 661 sampai dengan tahun 750, Pada periode ini lahir banyak sekali tokoh-tokoh sastra / penyair/ prosais diantaranya Abdul Hamid bin Yahya(660-750), Ziyad bin abihi(623-673), Al-Ḥajjāj bin Yūsuf Aṡ-Ṡaqafi(661-714),dan masih banyak lagi tokoh yang lainya.Topik yang akan dibahas adalah Abdul Hamid bin Yahya sang tokoh penting dalam perkembangan tulisan arab pada masa umayyah khususnya saat pemerintahan 3 pemimpin terakhir umayyah yaitu masa Abdul Malik, Hisyam dan Abdul Hamid.

Topik tentang Abdul Hamid Bin Yaya sang tokoh penting dalam perkembang tulisan arab sebagaimana ditulis di paragraph pertama dalam penelusuran artikel berbahasa Indonesia dibahas Pemikiran Pendidikan islam menurut Abdul Hamid bin Yahya,Sedangkan dalam penelusuran artikel berbahasa inggris topik ini dibahas Epistologi mayyad yang merujuk pada abd hamid al katib,Topik ini dalam penelusuran artikel berbahasa Arab adalah Nilai seni dan pesan politik di era bani umayyah.

Pembahasan mengenai pemikiran seorang juru tulis abdul malik al katib tentang pentingnya pendidikan Tulisan arab pada masa itu yang berjudul Pemikiran Pendidikan islam Abdul Hamid Al-Katib menurut Azni Aisyah dalam Jurnalnya Pendidikan dan konseling,ia berpendapat,Adapun pokok-pokok pikiran Abdul Hamid Al-Katib dalam risalah ini meliputi beberapa hal berikut: 1.Tugas keagamaan dan kemasyarakatan bagi para penulis. Menurut Abdul Hamid, Allah menciptakan tingkatan manusia setelah para nabi, rasul, dan para malaikat. Selanjutnya, menurut Abdul Hamid, Allah menjadikan para penulis termasuk golongan yang terhormat sebagai orang yang beradab, beretika, serta memiliki pengetahuan dan informasi, memiliki andil demi kebaikan pemerintahan dalam segala urusannya, karena nasihat-nasihatnya akan memperbaiki keadaan pemerintah sehingga pemerintah dapat membangun negara dengan baik. Seorang kepala pemerintahan akan membutuhkan para cerdik pandai, dan suatu tidak akan pernah sempurna tanpa peran para sekretaris atau penulis.2.Kewajiban bersikap terpuji mengingat kedudukan mereka dalam masyarakat. Seorang penulis harus mempunyai sikap terpuji dan sifat-sifat mulia lainnya, seperti pemaaf, adil, sabar, kuat dalam menjaga rahasia, tabah terhadap cobaan, dan menempatkan suatu perkara pada tempatnya.3.Bersikap memikirkan dan mengayomi rakyat. Seorang penulis dituntut untuk berperilaku serta bergaul dengan baik pada orang lain, baik yang sejalan atau tidak dalam gerakannya Bersikap lembut pada sesama, juga pada rakyat dan apalagi pada pejabat.

Pembahasan perkembangan sastra arab pada masa umayyah menurut Hasmiati Rosmala Dewi, Ice, Ines Jihan Ningsih, Fithrah Aini dalam jurnalnya Jurnal Proseding Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Mataram,berpendapat bahwa Dalam semangat sastra Al Walid itulah Marwan bin Muhammad, khlifah Umawi terakhir, mengutus Abdul Hamid bin Yahya, ahli esai terbesar zaman itu, untuk mengembangkan gaya penulisan yang lebih penuh bunga bahasa yang membuat dirinya dikenal. Pesan pemerintah menjadi begitu panjang sehingga diceritakan bahwa Abdul Hamid menulis untuk majikannya sebuah surat yang memerlukan seokor unta untuk membawa surat ini ke alamat yang dituju.Menurut pendapatnya lagi bahwasanya penulisannya sastra arab itu mulai melebar luas disaat masa abbasiyah tapi sebelum masa abbasiyah datang abdul hamid bin yahya menjadi seorang seketaris atau juru tulis pada 3 masa kepemimpinan umayyah yang terakhir,yaitu kepemimpinan masa Abdul Malik, Hisyam dan Abdul Hamid.

Pembahasan  mengenai keindahan kata dalam  penulisan arab yang berjudul Nilai estetika dalam surat menyurat politik zaman umayyah ,menurut Muhammad awwal Ishaq dalam jurnalnya Jurnal Studi Linguistik dan Sastra,ia berpendapat bahwa  Surat-surat bertemakan politik di zaman Umayyah dianggap sebagai satu bentuk sastra yang telah lama dikenali dan masih lagi mempunyai kepentingannya pada masa ini. Ia juga dianggap sebagai seni dalam rangka hubungan apabila penulis menujukan suratnya kepada pihak ketiga dengan menngunakan cara-cara yang terdapat di zaman tersebut. Kajian ini merumuskan bahawa suratsurat tersebut mempunyai sifat dan karakter tersendiri seperti: tema, pembukaan dengan Bismillah, tajuk, perbezaan di antara pengenalan, kandungan dan kesimpulan, lampiran, uncapan doa’ dan ayat-ayat penerangan apitan. Laras bahasanya amat rasmi dengan penggunaan berulang perkataan dan frasa seerti; ujarannya ringkas tetapi padat; perlambangan digunakan secara meluas; kadangkadang ayat –ayatnya panjang meleret namun secara umumnya penggunaan bahasanya amat lancar dan tepat. Tujuannya jelas, petikan daripada ayat-ayat AlQuran dan puisi Arab turut mencorakkan surat-surat tersebut. Nilai astetika persuratan ini terserlah dalam dua aspek penting: struktur surat-surat tersebut dan ciri-ciri stail bahasanya. Hasil persuratan sedemikian telah menyumbang kepada perkembangan stail prosa bahasa Arab terutamanya pada era Umayyad.

            Pembahasan mengenai seni dalam hal surat persuratan Bahasa arab yang berjudul  Seni Mengirim dan Abdul Hamid Al-Kateb: Sebuah Studi Analitik,Menurut Qomarruz zaman Syamim dalam jurnalnya majalah arab,ia berpendapat bahwasanya  Abdul Hamid Al Katib, salah satu epistolografi paling awal dalam sastra Arab. Surat merupakan salah satu cabang penting sastra prosa Arab. Ini adalah pernyataan fasih yang ditulis oleh seseorang tentang konsep-konsep tertentu dalam pikirannya dalam bentuk pesan yang ingin dikirimkan kepada orang tertentu. Ini berasal dari para penulis Arab. Namun terdapat perbedaan pendapat antara penulis dan sejarawan Arab mengenai awal mulanya. Namun perkembangannya berkaitan dengan terbentuknya sistematika kaidah dan mata uang tradisi penulisan. Suku Arad di era pra-Islam menggunakannya dengan perkiraan terendah dan singkatnya. Namun orang Arab belum mengetahui tentang prosa artistik secara detail. praktek menulis surat berkembang di masyarakat Arab.

 Ketika Khilafat berpindah ke tangan Bani Umayyah, bangsa Arab bercampur dengan bangsa-bangsa beradab lainnya dan mengambil sebagian besar peradaban dan kebudayaan. Di sisi lain, bahasa resmi berubah menjadi bahasa Arab di dunia Islam dan penguasa Bani Umayyah menunjuk para penulis dalam pemerintahan mereka. Disebutkan bahwa Abdul Hamid Al-Katib diangkat sebagai penulis utama pada Dinasti Umayyah. Ia merupakan pionir seni menulis surat yang dieksplorasinya. Beliau meletakkan aturan-aturan dan hukum-hukumnya serta menunjukkan persamaannya, memvariasikan pendahuluan, penutup dan salam yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya. Pada masanya dan setelahnya, para penulis dan seniman menerima peraturan dan hukumnya dalam surat-surat mereka dan mengikuti polanya dalam karya sastra mereka. Abdul Hamid Al-Katib diduga mengawali seni menulis surat karena berhasil merumuskan isi dan bentuknya menurut pola tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, Al-Thaa’libi mengatakan: “penulisan surat diawali oleh Abdul Hamid dan diakhiri oleh Ibnu – Al –A’meed”. Alhasil penulisan surat berubah menjadi prosa artistik secara detail.

            Pembahasan mengenai surat pesuratan antara juru tulis yang melibatkan isu politik yang berjudul Kontroversi Penulis dalam Prosa Arab Kuno menurut Dr,Isa Ibnu Syayif dalam jurnalnya Jurnal Seni dan Ilmu Pendidikan Al-Qadisiyah,ia berpendapat bahwasanya Hal terpenting dalam pesan Abdul Hamid dari sudut pandang budaya adalah adanya perpaduan budaya antara dua budaya: Persia dan Arab. Ia menggarapnya dengan kecerdasan grafis yang luar biasa, dengan mempertimbangkan kondisi industri penulisan yang ditentukan oleh budaya Persia, kemudian ia mempersiapkannya dengan upaya seni dan budaya agar sesuai dengan budaya Arab. Suasana ini membuktikan bahwa pesan tersebut mempunyai budaya sentral, yaitu Persia, dan kehadirannya dalam pikiran Arab diperkuat oleh tiruan budaya Arab terhadap pesan tersebut.

 *** * *** 

Esai Mahasiswa 3


Leave a Comment