| 0 Comments | 191 Views
Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Prosa Masa Umayyah (661-750)
Esai Mahasiswa 1:
Al-Hajjaj bin Yusuf (661-714) dan Kefasihan
Pidatonya
Oleh Yasmin (22101010011)
Sebagaimana dalam Wikipedia yang dikutip
dari kitab Ansabul
Asyraf, Abu
Muhammad Al-Hajjaj Kulaib bin Yusuf bin al-Hakam bin Abi Aqil bin Mas'ud bin
Amir bin Mu'tab bin Malik bin Ka'ab bin Amr bin Saad bin Auf bin Tsaqif bin
Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais
bin Ailan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan ats-Tsaqafi atau yang lebih
dikenal sebagai Al-Hajjaj
bin Yusuf Ats-Tsaqafi adalah seorang figur politik pada Masa
Islam Daulah Umayyah yang terkenal akan kekejaman, keotoriteran dan kelalimannya.
Mengutip dari laman website Geotimes.id berjudul “Hajjaj
bin Yusuf Sang Penguasa Cerdas yang Kejam” Al-Hajjaj lahir pada tahun 41 H / 661 M
di Thaif dan meninggal pada tahun 95 H / 714 M di Wasith, Irak, ia dibesarkan
di keluarga yang terhormat dari kalangan Bani Tsaqif. Ayahnya, Yusuf bin Al-Hakam, adalah seorang yang taat, berilmu dan banyak
mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anaknya, dan dengan didikan sang ayah, Al-Hajjaj
pun berhasil menghafalkan Al-Qur’an dan menjadi hafidz qur’an.
Jika kita membuka dan membaca
literatur-literatur yang ada, baik berupa buku, jurnal maupun artikel yang ada
di internet, kebanyakan hanya membahas Al-Hajjaj dari segi kehidupan politiknya
saja, terutama tentang dirinya sebagai penguasa diktator dan semacamnya. Namun
selain fakta bahwa Al-Hajjaj adalah pribadi yang cerdas, disebutkan dalam buku
berjudul “العراق في عهد الحجاج
بن يوسف الثقفي”
karya Abdul Wahid Dzanuh Thaha, di dalamnya menyebutkan bahwa Al-Hajjaj juga
memiliki banyak sifat baik yang jarang disebutkan dalam literatur-literatur,
seperti sifat lembut yang kadang ada dan pemaaf kepada orang yang mencela,
tegas dan kejam pada yang muda namun memuliakan orang-orang tua dan lemah,
jujur dan membenci kebohongan, dermawan dan suka memberi makanpada orang-orang.
Selain itu ia juga memiliki kemampuan public
speaking yang sangat baik. Kemampuannya tersebut semakin terlihat saat ia
naik menjadi Gubernur Iraq, dimana ia dapat banyak berbicara di depan kaum
muslimin. Setelah itupun Al-Hajjaj juga terkenal menjadi seorang khatib dengan
khutbah-khutbahnya yang khas. Menukil dari buku “Sastra Arab Masa Jahiliyyah
dan Islam” karya Wildana dan Laily, di dalamnya menyebutkan bahwa khutbah
Al-Hajjaj terkenal dan istimewa karena lafadznya yang fashih, susunannya keras
(mengandung ketegasan namun tetap rapi), kalimatnya pendek (tidak
bertele-tele).
Selain alasan-alasan di atas, bagusnya
khutbah Al-Hajjaj dikarenakan baik dan kuat akalnya dan karena kefasihan dan
gaya bahasanya yang tinggi dan hampir jauh dari kesalahan, membuatnya
diagungkan dan dimuliakan orang-orang disekitarnya, selain itu ia menggunakan
bahasa yang berani dan ini yang membuatnya istimewa, pemikirannya juga sangat
bijaksana, tajam dan cerdik, ia juga sangat perhatian pada hal-hal tentang
kepemimpinan. Salah satu gambaran dari keistimewaan khutbah Al-Hajjaj adalah potongan-potongan
kalimat legendaris dari khutbahnya di depan orang-orang Iraq yang sangat
popular berikut ini, dikutip dari sebuah artikel dari ma’loomaa yang berbahasa Arab berjudul “خطبة الحجاج
بن يوسف في أهل العراق “إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها” وشرحها” dan dari buku “Sastra Arab
Masa Jahiliyyah dan Islam”:
أنا ابن جلا وطلاع الثنايا **
متى أضع العمامة تعرفوني
أما والله فإني لأحمل الشر بثقله وأحذوه بنعله وأجزيه
بمثله، والله يا أهل العراق إني لأرى رؤوساً قد أينعت
وحان قطافها، وإني لصاحبها، والله لكأني أنظر إلى
الدماء بين العمائم واللحى.
Aku adalah anaknya Jala dan Thula’ Tsanaya
Kapan aku meletakkan sorban, maka kalian
pasti mengenaliku
Namun Demi Allah!! Sesungguhnya aku
menanggung kejahatan dengan segala bebannya, dan aku mengikutinya dengan
sandalku, dan aku dibalas dengan yang sejenisnya. Demi Allah Wahai Para
Penduduk Iraq!! Sungguh aku melihat kepala-kepala kalian bagaikan buah-buahan
masak yang sudah waktunya untuk diambil dan akulah pemiliknya dan seakan-akan
aku melihat darah diantara kopiah-kopiah dan jenggot-jenggot!!
Penjelasan menurut artikel berbahasa Arab
ma’loomaa seperti yang disebutkan di atas, bahwa maksud dari “ابن جلا”
adalah perumpamaan seseorang yang masyhur lagi mulia, sedangkan maksud dari “طلاع الثنايا”
adalah perumpamaan tentang seorang mengungkap segala perkara dan membuka tabir
yang ada di dalamnya. Lalu maksud dari “إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها” adalah kepala-kepala telah
menjadi baik, dan waktunya sudah datang untuk mendapat pembuahan dan
mendapatkan hasil panen. Selanjutnya, maksud dari kalimat “والله لكأني أنظر إلى الدماء بين العمائم واللحى” adalah peringatan dan ancaman terhadap
siapapun yang hendak menyelisihinya, maka lehernya akan ditebas.
والله يا أهل العراق، إن أمير المؤمنين عبد الملك نثل
كنانة بين يديه، فعجم عيدانها عوداً عوداً، فوجدني أمرّها عوداً، وأشدها مسكا،
فوجهني إليكم، ورماكم بي
Demi Allah, Wahai Para Penduduk Iraq!!,
Sesungguhnya Amirul Mukminin Abdul Malik membawa sebatang busur panah di
tangannya, dan dia memisahkan batang kayunya satu-persatu, dan ia
memperlihatkan padaku sepahit-pahitnyan batang kayu, dan sewangi-wanginya
minyak musk, maka dia mengarahkanku kepadamu sekalian, dan melemparkan kalian padaku.
Dalam kalimat ini, Al-Hajjaj bermaksud
bahwa Khalifah Daulah Umayyah pada masa itu Abdul
Malik bin Marwan mendatangi orang-orang disekitarnya dan mendapati bahwa Al-Hajjaj
adalah orang yang paling keras di antara mereka, kemudian ia mengirimnya kepada
Para Penduduk Iraq, untuk menguji mereka melalui kepemimpinan Al-Hajjaj.
Menurut artikel dari ma’looma, bahwa Irak
menjadi sumber kekhawatiran bagi Khalifah Abdul Malik, karena diketahui bahwa
mereka tidak tunduk pada gubernur di luar Irak, dan juga kelompok Syiah mulai
muncul di Irak, sehingga Khalifah Abdul Malik bin Marwan ingin menunjuk seorang
pria yang tidak mengenal belas kasihan.
ثم التفت إلى أهل الشام فقال: يا أهل الشام! أنتم
البطانة والعشيرة، والله لريحكم أطيب من ريح المسك الأزفر، وإنما أنتم كما قال
الله تعالى: “ضرب الله مثلاً كلمة طيبة كشجرة طيبة أصلها ثابت وفرعها في السماء”
والتفت إلى أهل العراق فقال: لريحكم أنتن من ريح الأبخر، وإنما أنتم كما قال الله
تعالى: “ومثل كلمة خبيثة كشجرة خبيثة اجتثت من فوق الأرض مالها من قرار
Kemudian dia berpaling kepada Para Penduduk
Syam dan berkata: Wahai Para Penduduk Syam! Kalian adalah teman yang baik dan
kerabatku, Demi Allah!! Angin kalian lebih baik wangi daripada bau minyak Musk
Al-Azfar, tetapi kalian seperti yang dikatakan Allah Ta'ala: " Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke
langit " (QS. Ibrahim:24)
Dan berpaling kepada Para Penduduk Iraq dan berkata: Sungguh angin kalian tidak lebih baik daripada angin uap, dan sesungguhnya kalian hanyalah sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun."(QS. Ibrahim:26)
Referensi:
-
Daif, Syauqi. (1995) Cetakan
Ke-Dua Puluh. تاريخ الأدب العربي: العصر
الإسلامي, Kairo: Daarul Ma’arif
-
Thah, Dzanuh. (2005) Cetakan Ke-Dua. العراق في عهد الحجاج بن يوسف, Lebanon: El-Daar
El-Arabiyya Lil-Mausu’aa
-
Wirgadinata, W & Fitriani, L. (2018) Cetakan
Ke-Satu. Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam, Malang: UIN-Maliki Press
-
Al-Musthafa, Nafi’. 2008. الشعر
في ركاب الحجاج بن يوسف, حوليات الآداب
والعلوم الجتماعية , 15-20
-
Al-Hasan, A. 2016. خطب الحجاج
بن يوسف الثقفي الوعظية: دراسة في ضوء نظرية الإتصال الأدبي, At-Tajdid,
International Islamic University of Malaysia
-
Tjalau, A. & Safii, R. 2023. Kajian Historis:
Corak Sastra Arab (Zaman Jahiliyah, Shadr Islam dan Umawiyah). Assuthur: Jurnal
Pendidikan Bahasa Arab, 2(1), 16-17
-
Kurniati, 2018. “Penumpasan Al-Hajjaj Bin Yusuf
Ats-Tsaqafi Terhadap Gerakan Pemberontakan Abdullah Bin Zubair (692 M/ 73 H)”.
Skripsi. Surabaya. UIN Sunan Ampel
-
Klasova, M. 2018. “Empire Through Language: Al-Ḥajjāj
B. Yūsuf Al-Thaqafī And The Power Of Oratory In Umayyad Iraq”. Disertasi.
Georgetown. Georgetown University
- https://kisahmuslim.com/3832-biografi-hajjaj-bin-yusuf-ats-tsaqafi.html (diakses pada 22
Desember 2023 pukul 19.00)
- https://www.bard.edu/news/events/event/?eid=135531&date=1544648400
(diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)
- https://www.britannica.com/biography/al-Hajjaj
(diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)
-
https://www.shababy4us.com/2021/10/The%20sermon-of-alhagag-bin-Yusuf-al-Taqfi-in-the-people-of-Iraq-Basra-and-Kufa.html
(diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)
*** * ***
Esai Mahasiswa 2
ABDUL HAMID BIN
YAHYA (660-750)
SANG PENGEMBANG
TULISAN ARAB MASA UMAYYAH
Alen
Syakirohtul Delviana (22101010012) https://www.instagram.com/alsydvi_25?igsh=OGQ5ZDc2ODk2ZA==
Esai ini membahas topik Sejarah sastra klasik pada periode masa
umayyah antara tahun 661 sampai dengan tahun 750, Pada periode ini lahir banyak
sekali tokoh-tokoh sastra / penyair/ prosais diantaranya Abdul Hamid bin Yahya(660-750), Ziyad
bin abihi(623-673), Al-Ḥajjāj bin Yūsuf Aṡ-Ṡaqafi(661-714),dan
masih banyak lagi tokoh yang lainya.Topik yang akan dibahas adalah Abdul Hamid
bin Yahya sang tokoh penting dalam perkembangan tulisan arab pada masa umayyah
khususnya saat pemerintahan 3 pemimpin terakhir umayyah yaitu masa Abdul Malik,
Hisyam dan Abdul Hamid.
Topik tentang Abdul Hamid Bin Yaya sang tokoh penting dalam
perkembang tulisan arab sebagaimana ditulis di paragraph pertama dalam
penelusuran artikel berbahasa Indonesia dibahas Pemikiran Pendidikan islam
menurut Abdul Hamid bin Yahya,Sedangkan dalam penelusuran artikel berbahasa
inggris topik ini dibahas Epistologi mayyad yang merujuk pada abd hamid al
katib,Topik ini dalam penelusuran artikel berbahasa Arab adalah Nilai seni dan
pesan politik di era bani umayyah.
Pembahasan mengenai pemikiran seorang juru tulis abdul malik al
katib tentang pentingnya pendidikan Tulisan arab pada masa itu yang berjudul Pemikiran Pendidikan islam Abdul Hamid Al-Katib menurut Azni Aisyah dalam Jurnalnya Pendidikan dan konseling,ia
berpendapat,Adapun pokok-pokok pikiran Abdul Hamid Al-Katib dalam risalah ini
meliputi beberapa hal berikut: 1.Tugas keagamaan dan kemasyarakatan bagi para
penulis. Menurut Abdul Hamid, Allah menciptakan tingkatan manusia setelah para
nabi, rasul, dan para malaikat. Selanjutnya, menurut Abdul Hamid, Allah
menjadikan para penulis termasuk golongan yang terhormat sebagai orang yang
beradab, beretika, serta memiliki pengetahuan dan informasi, memiliki andil
demi kebaikan pemerintahan dalam segala urusannya, karena nasihat-nasihatnya
akan memperbaiki keadaan pemerintah sehingga pemerintah dapat membangun negara
dengan baik. Seorang kepala pemerintahan akan membutuhkan para cerdik pandai,
dan suatu tidak akan pernah sempurna tanpa peran para sekretaris atau
penulis.2.Kewajiban bersikap terpuji mengingat kedudukan mereka dalam
masyarakat. Seorang penulis harus mempunyai sikap terpuji dan sifat-sifat mulia
lainnya, seperti pemaaf, adil, sabar, kuat dalam menjaga rahasia, tabah
terhadap cobaan, dan menempatkan suatu perkara pada tempatnya.3.Bersikap
memikirkan dan mengayomi rakyat. Seorang penulis dituntut untuk berperilaku
serta bergaul dengan baik pada orang lain, baik yang sejalan atau tidak dalam gerakannya
Bersikap lembut pada sesama, juga pada rakyat dan apalagi pada pejabat.
Pembahasan perkembangan sastra arab pada masa umayyah menurut
Hasmiati Rosmala Dewi, Ice, Ines Jihan Ningsih, Fithrah Aini dalam jurnalnya
Jurnal Proseding Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Mataram,berpendapat bahwa Dalam semangat sastra Al Walid itulah Marwan bin
Muhammad, khlifah Umawi terakhir, mengutus Abdul Hamid bin Yahya, ahli esai
terbesar zaman itu, untuk mengembangkan gaya penulisan yang lebih penuh bunga
bahasa yang membuat dirinya dikenal. Pesan pemerintah menjadi begitu panjang
sehingga diceritakan bahwa Abdul Hamid menulis untuk majikannya sebuah surat
yang memerlukan seokor unta untuk membawa surat ini ke alamat yang
dituju.Menurut pendapatnya lagi bahwasanya penulisannya sastra arab itu mulai
melebar luas disaat masa abbasiyah tapi sebelum masa abbasiyah datang abdul
hamid bin yahya menjadi seorang seketaris atau juru tulis pada 3 masa
kepemimpinan umayyah yang terakhir,yaitu kepemimpinan masa Abdul
Malik, Hisyam dan Abdul Hamid.
Pembahasan mengenai keindahan
kata dalam penulisan arab yang berjudul Nilai estetika dalam surat menyurat politik zaman umayyah ,menurut Muhammad awwal Ishaq dalam jurnalnya Jurnal Studi
Linguistik dan Sastra,ia berpendapat bahwa
Surat-surat bertemakan politik di zaman Umayyah dianggap sebagai satu
bentuk sastra yang telah lama dikenali dan masih lagi mempunyai kepentingannya
pada masa ini. Ia juga dianggap sebagai seni dalam rangka hubungan apabila
penulis menujukan suratnya kepada pihak ketiga dengan menngunakan cara-cara
yang terdapat di zaman tersebut. Kajian ini merumuskan bahawa
suratsurat tersebut mempunyai sifat dan karakter tersendiri seperti: tema,
pembukaan dengan Bismillah, tajuk, perbezaan di antara pengenalan, kandungan
dan kesimpulan, lampiran, uncapan doa’ dan ayat-ayat penerangan apitan. Laras
bahasanya amat rasmi dengan penggunaan berulang perkataan dan frasa seerti;
ujarannya ringkas tetapi padat; perlambangan digunakan secara meluas;
kadangkadang ayat –ayatnya panjang meleret namun secara umumnya penggunaan
bahasanya amat lancar dan tepat. Tujuannya jelas, petikan daripada ayat-ayat
AlQuran dan puisi Arab turut mencorakkan surat-surat tersebut. Nilai astetika
persuratan ini terserlah dalam dua aspek penting: struktur surat-surat tersebut
dan ciri-ciri stail bahasanya. Hasil persuratan sedemikian telah menyumbang kepada perkembangan
stail prosa bahasa Arab terutamanya pada era Umayyad.
Pembahasan
mengenai seni dalam hal surat persuratan Bahasa arab yang berjudul Seni Mengirim dan Abdul Hamid Al-Kateb: Sebuah Studi Analitik,Menurut Qomarruz zaman Syamim dalam
jurnalnya majalah arab,ia berpendapat bahwasanya Abdul Hamid Al Katib, salah satu epistolografi
paling awal dalam sastra Arab. Surat merupakan salah satu cabang penting sastra
prosa Arab. Ini adalah pernyataan fasih yang ditulis oleh seseorang tentang
konsep-konsep tertentu dalam pikirannya dalam bentuk pesan yang ingin
dikirimkan kepada orang tertentu. Ini berasal dari para penulis Arab. Namun
terdapat perbedaan pendapat antara penulis dan sejarawan Arab mengenai awal
mulanya. Namun perkembangannya berkaitan dengan terbentuknya sistematika kaidah
dan mata uang tradisi penulisan. Suku Arad di era pra-Islam menggunakannya
dengan perkiraan terendah dan singkatnya. Namun orang Arab belum mengetahui tentang
prosa artistik secara detail. praktek menulis surat berkembang di masyarakat Arab.
Ketika Khilafat berpindah ke
tangan Bani Umayyah, bangsa Arab bercampur dengan bangsa-bangsa beradab lainnya
dan mengambil sebagian besar peradaban dan kebudayaan. Di sisi lain, bahasa
resmi berubah menjadi bahasa Arab di dunia Islam dan penguasa Bani Umayyah
menunjuk para penulis dalam pemerintahan mereka. Disebutkan bahwa Abdul Hamid
Al-Katib diangkat sebagai penulis utama pada Dinasti Umayyah. Ia merupakan
pionir seni menulis surat yang dieksplorasinya. Beliau meletakkan aturan-aturan
dan hukum-hukumnya serta menunjukkan persamaannya, memvariasikan pendahuluan,
penutup dan salam yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya. Pada
masanya dan setelahnya, para penulis dan seniman menerima peraturan dan
hukumnya dalam surat-surat mereka dan mengikuti polanya dalam karya sastra
mereka. Abdul Hamid Al-Katib diduga mengawali seni menulis surat karena
berhasil merumuskan isi dan bentuknya menurut pola tertentu. Berkaitan dengan
hal tersebut, Al-Thaa’libi mengatakan: “penulisan surat diawali oleh Abdul Hamid
dan diakhiri oleh Ibnu – Al –A’meed”. Alhasil penulisan surat berubah menjadi
prosa artistik secara detail.
Pembahasan mengenai
surat pesuratan antara juru tulis yang melibatkan isu politik yang berjudul Kontroversi Penulis dalam Prosa Arab Kuno menurut Dr,Isa Ibnu Syayif dalam jurnalnya Jurnal Seni dan Ilmu
Pendidikan Al-Qadisiyah,ia berpendapat bahwasanya Hal terpenting dalam pesan
Abdul Hamid dari sudut pandang budaya adalah adanya perpaduan budaya antara dua
budaya: Persia dan Arab. Ia menggarapnya dengan kecerdasan grafis yang luar
biasa, dengan mempertimbangkan kondisi industri penulisan yang ditentukan oleh
budaya Persia, kemudian ia mempersiapkannya dengan upaya seni dan budaya agar
sesuai dengan budaya Arab. Suasana ini membuktikan bahwa pesan tersebut
mempunyai budaya sentral, yaitu Persia, dan kehadirannya dalam pikiran Arab
diperkuat oleh tiruan budaya Arab terhadap pesan tersebut.
*** * ***
Esai Mahasiswa 3
Leave a Comment