| 0 Comments | 59 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Prosa Masa Umayyah (661-750)

Esai Mahasiswa 1:

Al-Hajjaj bin Yusuf (661-714) dan Kefasihan Pidatonya

Oleh Yasmin (22101010011)

Sebagaimana dalam Wikipedia yang dikutip dari kitab Ansabul Asyraf, Abu Muhammad Al-Hajjaj Kulaib bin Yusuf bin al-Hakam bin Abi Aqil bin Mas'ud bin Amir bin Mu'tab bin Malik bin Ka'ab bin Amr bin Saad bin Auf bin Tsaqif bin Munabbih bin Bakr bin Hawazin bin Manshur bin Ikrimah bin Khashafah bin Qais bin Ailan bin Mudhar bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan ats-Tsaqafi atau yang lebih dikenal sebagai Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi adalah seorang figur politik pada Masa Islam Daulah Umayyah yang terkenal akan kekejaman, keotoriteran dan kelalimannya.

Mengutip dari laman website Geotimes.id berjudul “Hajjaj bin Yusuf Sang Penguasa Cerdas yang Kejam” Al-Hajjaj lahir pada tahun 41 H / 661 M di Thaif dan meninggal pada tahun 95 H / 714 M di Wasith, Irak, ia dibesarkan di keluarga yang terhormat dari kalangan Bani Tsaqif. Ayahnya, Yusuf bin Al-Hakam, adalah seorang yang taat, berilmu dan banyak mengajarkan Al-Qur’an pada anak-anaknya, dan dengan didikan sang ayah, Al-Hajjaj pun berhasil menghafalkan Al-Qur’an dan menjadi hafidz qur’an.

Jika kita membuka dan membaca literatur-literatur yang ada, baik berupa buku, jurnal maupun artikel yang ada di internet, kebanyakan hanya membahas Al-Hajjaj dari segi kehidupan politiknya saja, terutama tentang dirinya sebagai penguasa diktator dan semacamnya. Namun selain fakta bahwa Al-Hajjaj adalah pribadi yang cerdas, disebutkan dalam buku berjudul “العراق في عهد الحجاج بن يوسف الثقفي” karya Abdul Wahid Dzanuh Thaha, di dalamnya menyebutkan bahwa Al-Hajjaj juga memiliki banyak sifat baik yang jarang disebutkan dalam literatur-literatur, seperti sifat lembut yang kadang ada dan pemaaf kepada orang yang mencela, tegas dan kejam pada yang muda namun memuliakan orang-orang tua dan lemah, jujur dan membenci kebohongan, dermawan dan suka memberi makanpada orang-orang.

Selain itu ia juga memiliki kemampuan public speaking yang sangat baik. Kemampuannya tersebut semakin terlihat saat ia naik menjadi Gubernur Iraq, dimana ia dapat banyak berbicara di depan kaum muslimin. Setelah itupun Al-Hajjaj juga terkenal menjadi seorang khatib dengan khutbah-khutbahnya yang khas. Menukil dari buku “Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam” karya Wildana dan Laily, di dalamnya menyebutkan bahwa khutbah Al-Hajjaj terkenal dan istimewa karena lafadznya yang fashih, susunannya keras (mengandung ketegasan namun tetap rapi), kalimatnya pendek (tidak bertele-tele).

Selain alasan-alasan di atas, bagusnya khutbah Al-Hajjaj dikarenakan baik dan kuat akalnya dan karena kefasihan dan gaya bahasanya yang tinggi dan hampir jauh dari kesalahan, membuatnya diagungkan dan dimuliakan orang-orang disekitarnya, selain itu ia menggunakan bahasa yang berani dan ini yang membuatnya istimewa, pemikirannya juga sangat bijaksana, tajam dan cerdik, ia juga sangat perhatian pada hal-hal tentang kepemimpinan. Salah satu gambaran dari keistimewaan khutbah Al-Hajjaj adalah potongan-potongan kalimat legendaris dari khutbahnya di depan orang-orang Iraq yang sangat popular berikut ini, dikutip dari sebuah artikel dari ma’loomaa yang  berbahasa Arab  berjudul “خطبة الحجاج بن يوسف في أهل العراق “إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها” وشرحها” dan dari buku “Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam”:

أنا ابن جلا وطلاع الثنايا ** متى أضع العمامة تعرفوني

أما والله فإني لأحمل الشر بثقله وأحذوه بنعله وأجزيه بمثله، والله يا أهل العراق إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها، وإني لصاحبها، والله لكأني أنظر إلى الدماء بين العمائم واللحى.


Aku adalah anaknya Jala dan Thula’ Tsanaya

Kapan aku meletakkan sorban, maka kalian pasti mengenaliku


Namun Demi Allah!! Sesungguhnya aku menanggung kejahatan dengan segala bebannya, dan aku mengikutinya dengan sandalku, dan aku dibalas dengan yang sejenisnya. Demi Allah Wahai Para Penduduk Iraq!! Sungguh aku melihat kepala-kepala kalian bagaikan buah-buahan masak yang sudah waktunya untuk diambil dan akulah pemiliknya dan seakan-akan aku melihat darah diantara kopiah-kopiah dan jenggot-jenggot!!

Penjelasan menurut artikel berbahasa Arab ma’loomaa seperti yang disebutkan di atas, bahwa maksud dari “ابن جلا” adalah perumpamaan seseorang yang masyhur lagi mulia, sedangkan maksud dari “طلاع الثنايا” adalah perumpamaan tentang seorang mengungkap segala perkara dan membuka tabir yang ada di dalamnya. Lalu maksud dari “إني لأرى رؤوساً قد أينعت وحان قطافها” adalah kepala-kepala telah menjadi baik, dan waktunya sudah datang untuk mendapat pembuahan dan mendapatkan hasil panen. Selanjutnya, maksud dari kalimat “والله لكأني أنظر إلى الدماء بين العمائم واللحى”  adalah peringatan dan ancaman terhadap siapapun yang hendak menyelisihinya, maka lehernya akan ditebas.

والله يا أهل العراق، إن أمير المؤمنين عبد الملك نثل كنانة بين يديه، فعجم عيدانها عوداً عوداً، فوجدني أمرّها عوداً، وأشدها مسكا، فوجهني إليكم، ورماكم بي

Demi Allah, Wahai Para Penduduk Iraq!!, Sesungguhnya Amirul Mukminin Abdul Malik membawa sebatang busur panah di tangannya, dan dia memisahkan batang kayunya satu-persatu, dan ia memperlihatkan padaku sepahit-pahitnyan batang kayu, dan sewangi-wanginya minyak musk, maka dia mengarahkanku kepadamu sekalian, dan melemparkan kalian padaku.

Dalam kalimat ini, Al-Hajjaj bermaksud bahwa Khalifah Daulah Umayyah pada masa itu Abdul Malik bin Marwan mendatangi orang-orang disekitarnya dan mendapati bahwa Al-Hajjaj adalah orang yang paling keras di antara mereka, kemudian ia mengirimnya kepada Para Penduduk Iraq, untuk menguji mereka melalui kepemimpinan Al-Hajjaj. Menurut artikel dari ma’looma, bahwa Irak menjadi sumber kekhawatiran bagi Khalifah Abdul Malik, karena diketahui bahwa mereka tidak tunduk pada gubernur di luar Irak, dan juga kelompok Syiah mulai muncul di Irak, sehingga Khalifah Abdul Malik bin Marwan ingin menunjuk seorang pria yang tidak mengenal belas kasihan.

ثم التفت إلى أهل الشام فقال: يا أهل الشام! أنتم البطانة والعشيرة، والله لريحكم أطيب من ريح المسك الأزفر، وإنما أنتم كما قال الله تعالى: “ضرب الله مثلاً كلمة طيبة كشجرة طيبة أصلها ثابت وفرعها في السماء” والتفت إلى أهل العراق فقال: لريحكم أنتن من ريح الأبخر، وإنما أنتم كما قال الله تعالى: “ومثل كلمة خبيثة كشجرة خبيثة اجتثت من فوق الأرض مالها من قرار

Kemudian dia berpaling kepada Para Penduduk Syam dan berkata: Wahai Para Penduduk Syam! Kalian adalah teman yang baik dan kerabatku, Demi Allah!! Angin kalian lebih baik wangi daripada bau minyak Musk Al-Azfar, tetapi kalian seperti yang dikatakan Allah Ta'ala: " Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit " (QS. Ibrahim:24)

Dan berpaling kepada Para Penduduk Iraq dan berkata: Sungguh angin kalian tidak lebih baik daripada angin uap, dan sesungguhnya kalian hanyalah sebagaimana yang Allah Ta'ala firmankan: "Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun."(QS. Ibrahim:26)  

Referensi:

-       Daif, Syauqi. (1995) Cetakan Ke-Dua Puluh. تاريخ الأدب العربي: العصر الإسلامي, Kairo: Daarul Ma’arif

-       Thah, Dzanuh. (2005) Cetakan Ke-Dua. العراق في عهد الحجاج بن يوسف, Lebanon: El-Daar El-Arabiyya  Lil-Mausu’aa

-       Wirgadinata, W & Fitriani, L. (2018) Cetakan Ke-Satu. Sastra Arab Masa Jahiliyyah dan Islam, Malang: UIN-Maliki Press

-       Al-Musthafa, Nafi’. 2008. الشعر في ركاب الحجاج بن يوسف, حوليات الآداب والعلوم الجتماعية , 15-20

-       Al-Hasan, A. 2016. خطب الحجاج بن يوسف الثقفي الوعظية: دراسة في ضوء نظرية الإتصال الأدبي, At-Tajdid, International Islamic University of Malaysia

-       Tjalau, A. & Safii, R. 2023. Kajian Historis: Corak Sastra Arab (Zaman Jahiliyah, Shadr Islam dan Umawiyah). Assuthur: Jurnal Pendidikan Bahasa Arab, 2(1), 16-17

-       Kurniati, 2018. “Penumpasan Al-Hajjaj Bin Yusuf Ats-Tsaqafi Terhadap Gerakan Pemberontakan Abdullah Bin Zubair (692 M/ 73 H)”. Skripsi. Surabaya. UIN Sunan Ampel

-       Klasova, M. 2018. “Empire Through Language: Al-Ḥajjāj B. Yūsuf Al-Thaqafī And The Power Of Oratory In Umayyad Iraq”. Disertasi. Georgetown. Georgetown University

-       https://kisahmuslim.com/3832-biografi-hajjaj-bin-yusuf-ats-tsaqafi.html (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

-       https://www.bard.edu/news/events/event/?eid=135531&date=1544648400 (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

-       https://www.britannica.com/biography/al-Hajjaj (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

-       https://www.shababy4us.com/2021/10/The%20sermon-of-alhagag-bin-Yusuf-al-Taqfi-in-the-people-of-Iraq-Basra-and-Kufa.html (diakses pada 22 Desember 2023 pukul 19.00)

 *** * ***  

Esai Mahasiswa 2

ABDUL HAMID BIN YAHYA (660-750)

SANG PENGEMBANG TULISAN ARAB MASA UMAYYAH

Alen Syakirohtul Delviana (22101010012) https://www.instagram.com/alsydvi_25?igsh=OGQ5ZDc2ODk2ZA==

 

Esai ini membahas topik Sejarah sastra klasik pada periode masa umayyah antara tahun 661 sampai dengan tahun 750, Pada periode ini lahir banyak sekali tokoh-tokoh sastra / penyair/ prosais diantaranya Abdul Hamid bin Yahya(660-750), Ziyad bin abihi(623-673), Al-Ḥajjāj bin Yūsuf Aṡ-Ṡaqafi(661-714),dan masih banyak lagi tokoh yang lainya.Topik yang akan dibahas adalah Abdul Hamid bin Yahya sang tokoh penting dalam perkembangan tulisan arab pada masa umayyah khususnya saat pemerintahan 3 pemimpin terakhir umayyah yaitu masa Abdul Malik, Hisyam dan Abdul Hamid.

Topik tentang Abdul Hamid Bin Yaya sang tokoh penting dalam perkembang tulisan arab sebagaimana ditulis di paragraph pertama dalam penelusuran artikel berbahasa Indonesia dibahas Pemikiran Pendidikan islam menurut Abdul Hamid bin Yahya,Sedangkan dalam penelusuran artikel berbahasa inggris topik ini dibahas Epistologi mayyad yang merujuk pada abd hamid al katib,Topik ini dalam penelusuran artikel berbahasa Arab adalah Nilai seni dan pesan politik di era bani umayyah.

Pembahasan mengenai pemikiran seorang juru tulis abdul malik al katib tentang pentingnya pendidikan Tulisan arab pada masa itu yang berjudul Pemikiran Pendidikan islam Abdul Hamid Al-Katib menurut Azni Aisyah dalam Jurnalnya Pendidikan dan konseling,ia berpendapat,Adapun pokok-pokok pikiran Abdul Hamid Al-Katib dalam risalah ini meliputi beberapa hal berikut: 1.Tugas keagamaan dan kemasyarakatan bagi para penulis. Menurut Abdul Hamid, Allah menciptakan tingkatan manusia setelah para nabi, rasul, dan para malaikat. Selanjutnya, menurut Abdul Hamid, Allah menjadikan para penulis termasuk golongan yang terhormat sebagai orang yang beradab, beretika, serta memiliki pengetahuan dan informasi, memiliki andil demi kebaikan pemerintahan dalam segala urusannya, karena nasihat-nasihatnya akan memperbaiki keadaan pemerintah sehingga pemerintah dapat membangun negara dengan baik. Seorang kepala pemerintahan akan membutuhkan para cerdik pandai, dan suatu tidak akan pernah sempurna tanpa peran para sekretaris atau penulis.2.Kewajiban bersikap terpuji mengingat kedudukan mereka dalam masyarakat. Seorang penulis harus mempunyai sikap terpuji dan sifat-sifat mulia lainnya, seperti pemaaf, adil, sabar, kuat dalam menjaga rahasia, tabah terhadap cobaan, dan menempatkan suatu perkara pada tempatnya.3.Bersikap memikirkan dan mengayomi rakyat. Seorang penulis dituntut untuk berperilaku serta bergaul dengan baik pada orang lain, baik yang sejalan atau tidak dalam gerakannya Bersikap lembut pada sesama, juga pada rakyat dan apalagi pada pejabat.

Pembahasan perkembangan sastra arab pada masa umayyah menurut Hasmiati Rosmala Dewi, Ice, Ines Jihan Ningsih, Fithrah Aini dalam jurnalnya Jurnal Proseding Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Mataram,berpendapat bahwa Dalam semangat sastra Al Walid itulah Marwan bin Muhammad, khlifah Umawi terakhir, mengutus Abdul Hamid bin Yahya, ahli esai terbesar zaman itu, untuk mengembangkan gaya penulisan yang lebih penuh bunga bahasa yang membuat dirinya dikenal. Pesan pemerintah menjadi begitu panjang sehingga diceritakan bahwa Abdul Hamid menulis untuk majikannya sebuah surat yang memerlukan seokor unta untuk membawa surat ini ke alamat yang dituju.Menurut pendapatnya lagi bahwasanya penulisannya sastra arab itu mulai melebar luas disaat masa abbasiyah tapi sebelum masa abbasiyah datang abdul hamid bin yahya menjadi seorang seketaris atau juru tulis pada 3 masa kepemimpinan umayyah yang terakhir,yaitu kepemimpinan masa Abdul Malik, Hisyam dan Abdul Hamid.

Pembahasan  mengenai keindahan kata dalam  penulisan arab yang berjudul Nilai estetika dalam surat menyurat politik zaman umayyah ,menurut Muhammad awwal Ishaq dalam jurnalnya Jurnal Studi Linguistik dan Sastra,ia berpendapat bahwa  Surat-surat bertemakan politik di zaman Umayyah dianggap sebagai satu bentuk sastra yang telah lama dikenali dan masih lagi mempunyai kepentingannya pada masa ini. Ia juga dianggap sebagai seni dalam rangka hubungan apabila penulis menujukan suratnya kepada pihak ketiga dengan menngunakan cara-cara yang terdapat di zaman tersebut. Kajian ini merumuskan bahawa suratsurat tersebut mempunyai sifat dan karakter tersendiri seperti: tema, pembukaan dengan Bismillah, tajuk, perbezaan di antara pengenalan, kandungan dan kesimpulan, lampiran, uncapan doa’ dan ayat-ayat penerangan apitan. Laras bahasanya amat rasmi dengan penggunaan berulang perkataan dan frasa seerti; ujarannya ringkas tetapi padat; perlambangan digunakan secara meluas; kadangkadang ayat –ayatnya panjang meleret namun secara umumnya penggunaan bahasanya amat lancar dan tepat. Tujuannya jelas, petikan daripada ayat-ayat AlQuran dan puisi Arab turut mencorakkan surat-surat tersebut. Nilai astetika persuratan ini terserlah dalam dua aspek penting: struktur surat-surat tersebut dan ciri-ciri stail bahasanya. Hasil persuratan sedemikian telah menyumbang kepada perkembangan stail prosa bahasa Arab terutamanya pada era Umayyad.

            Pembahasan mengenai seni dalam hal surat persuratan Bahasa arab yang berjudul  Seni Mengirim dan Abdul Hamid Al-Kateb: Sebuah Studi Analitik,Menurut Qomarruz zaman Syamim dalam jurnalnya majalah arab,ia berpendapat bahwasanya  Abdul Hamid Al Katib, salah satu epistolografi paling awal dalam sastra Arab. Surat merupakan salah satu cabang penting sastra prosa Arab. Ini adalah pernyataan fasih yang ditulis oleh seseorang tentang konsep-konsep tertentu dalam pikirannya dalam bentuk pesan yang ingin dikirimkan kepada orang tertentu. Ini berasal dari para penulis Arab. Namun terdapat perbedaan pendapat antara penulis dan sejarawan Arab mengenai awal mulanya. Namun perkembangannya berkaitan dengan terbentuknya sistematika kaidah dan mata uang tradisi penulisan. Suku Arad di era pra-Islam menggunakannya dengan perkiraan terendah dan singkatnya. Namun orang Arab belum mengetahui tentang prosa artistik secara detail. praktek menulis surat berkembang di masyarakat Arab.

 Ketika Khilafat berpindah ke tangan Bani Umayyah, bangsa Arab bercampur dengan bangsa-bangsa beradab lainnya dan mengambil sebagian besar peradaban dan kebudayaan. Di sisi lain, bahasa resmi berubah menjadi bahasa Arab di dunia Islam dan penguasa Bani Umayyah menunjuk para penulis dalam pemerintahan mereka. Disebutkan bahwa Abdul Hamid Al-Katib diangkat sebagai penulis utama pada Dinasti Umayyah. Ia merupakan pionir seni menulis surat yang dieksplorasinya. Beliau meletakkan aturan-aturan dan hukum-hukumnya serta menunjukkan persamaannya, memvariasikan pendahuluan, penutup dan salam yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun sebelumnya. Pada masanya dan setelahnya, para penulis dan seniman menerima peraturan dan hukumnya dalam surat-surat mereka dan mengikuti polanya dalam karya sastra mereka. Abdul Hamid Al-Katib diduga mengawali seni menulis surat karena berhasil merumuskan isi dan bentuknya menurut pola tertentu. Berkaitan dengan hal tersebut, Al-Thaa’libi mengatakan: “penulisan surat diawali oleh Abdul Hamid dan diakhiri oleh Ibnu – Al –A’meed”. Alhasil penulisan surat berubah menjadi prosa artistik secara detail.

            Pembahasan mengenai surat pesuratan antara juru tulis yang melibatkan isu politik yang berjudul Kontroversi Penulis dalam Prosa Arab Kuno menurut Dr,Isa Ibnu Syayif dalam jurnalnya Jurnal Seni dan Ilmu Pendidikan Al-Qadisiyah,ia berpendapat bahwasanya Hal terpenting dalam pesan Abdul Hamid dari sudut pandang budaya adalah adanya perpaduan budaya antara dua budaya: Persia dan Arab. Ia menggarapnya dengan kecerdasan grafis yang luar biasa, dengan mempertimbangkan kondisi industri penulisan yang ditentukan oleh budaya Persia, kemudian ia mempersiapkannya dengan upaya seni dan budaya agar sesuai dengan budaya Arab. Suasana ini membuktikan bahwa pesan tersebut mempunyai budaya sentral, yaitu Persia, dan kehadirannya dalam pikiran Arab diperkuat oleh tiruan budaya Arab terhadap pesan tersebut.

 *** * *** 

Esai Mahasiswa 3


Leave a Comment