| 0 Comments | 32 Views
Esai Prosa Sastra Arab Klasik Masa Mamalik Mesir (1258-1516)
Esai Mahasiswa 2: di Publikasikan 12-1-2025
Ibnu Baituthah(1304 -1377 M ): Pengembara Muslim Yang Berasal Dari
Keluaraga Besar Hakim Pada Era Mamalik
Oleh Ahmad
Dzawil Albab
Esai ini
membahas topik Sejarah Sastra Arab Klasik pada periode Pra-islam pada tahun 1304
M sampai dengan tahun 1377M. Pada periode ini lahir tokoh sastra yang
bertepatan di era mamalik dan ia juga salah satu tokoh yang berasal dari
keluarga besar yang beranggotakan seorang hakim yaitu ibnu baithutah. Topik
yang dibahas adalah Ibnu Baituthah: pengembara Muslim Yang Berasal
Dari Keluaraga Besar Hakim Pada Era
Mamalik[i]
Ibnu Batutah atau
Muhammad bin Batutah bahasa Arab:( محمد ابن بطوطة)
yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin
Batutah (bahasa Arab:(أبو عبد الله محمد بن عبد الله
اللواتي الطنجي بن بطوطة) adalah seorang alim (cendekiawan) Maroko
yang pernah berkelana ke berbagai pelosok dunia, Ibnu Batutah menjelajahi
sebagian besar Dunia Islam dan banyak negeri non-Muslim, termasuk Afrika Utara,
Tanduk Afrika, Afrika Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, Asia
Selatan, dan Tiongkok. Di akhir hayatnya, ia meriwayatkan kembali
pengalaman-pengalamannya menjelajahi dunia untuk dibukukan. Dan riwayat
perjalanan Ibnu Batutah menyajikan gambaran tentang peradaban Abad Pertengahan
yang sampai sekarang masih dijadikan sumber rujukan[ii].
Menurut abdul muni’m al-ariyan pada bukunya rihlah ibn baitutah tertulis bahwa ibnu Batutah lahir di Tangier, Maroko, pada (25 Februari 1304 M), di
pemerintahan Sultan Abu Yusuf dari Dinasti
Marinid[iii].
Kota lahirnya terletak di tepi pantai Afrika dekat Selat Gibraltar. Julukan
"Baituthah" merupakan nama keluarga yang diwariskan secara
turun-temurun. Ia berasal dari keluarga terpandang yang banyak anggotanya
berprofesi sebagai hakim, sehingga ia dididik untuk mengikuti jejak tersebut,
pada usia 21/22 tahun, Ibnu Batutah memutuskan menunaikan ibadah haji ke
Mekkah, yang menjadi awal perjalanan panjangnya ke
berbagai belahan dunia.
Menurut mahli
dan Muhammad furqan, Ibnu Batutah Sang Pengembara
(Analisis Sosio Historis Petualangan Tokoh Geografer Muslim Melalui Naskah Tuḥfatun
Nuẓẓār Fī Gharāʾibil Amṣār Wa Ajāʾibil Asfā[iv] Pada masa
remajanya Ibnu baithutah belajar hukum di kota kelahirannya kemudian pada usia
21/22 tahun, ia meninggalkan tanah
kelahirannya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Perjalanan ini mengawali
eksplorasi ke berbagai wilayah dunia kemudian dirangkum dalam suatu karya, yaitu
rihlah ibn baithutah Pada perjalanannya ini membawanya ke berbagai wilayah
seperti Afrika Utara, Timur Tengah, Irak, Persia, India, Cina, hingga Asia
Tenggara. Di India, ia bekerja sebagai hakim di bawah pemerintahan Sultan Delhi
dan sempat menjadi duta ke Cina. Dalam perjalanannya menuju Cina, ia singgah di
Kerajaan Samudera Pasai, Sumatera,
yang saat itu
dipimpin Sultan Malik Az-Zahir. Ibnu Batutah menganggap samudera pasai sebagai
pusat Islam di Asia Tenggara dan berdiskusi tentang hukum Islam dengan sultan.
Selama hampir 30 tahun, ia mencatat pengalamannya tentang budaya, agama, dan
kehidupan Masyarakat. Ibnu Batutah pensiun pada 1355 M setelah menjelajahi
wilayah yang kini mencakup 44 negara modern, Kisah perjalanannya mencatat
kehidupan sosial, budaya, dan politik berbagai bangsa dan menjadikannya salah
satu penjelajah terbesar dalam sejarah Islam. Selain Ibnu Baituthah,
penjelajah Muslim lainnya yang terkenal adalah Al-Mas'udi, Al-Biruni, dan
Al-Khawarizmi[v].
Menurut profil tokoh dalam artikelnya yang berjudul
Biografi ibnu
Batutah penjelajah Muslim Abad
14, selama 30 tahun
berkeliling dunia, mencatatkan beberapa prestasi:
1. Perjalanan Sejauh 120.700 Kilometer: Menempuh jarak setara tiga
kali keliling bumi di garis khatulistiwa.
2. Buku Catatan Perjalanan: Menulis Tuhfah an-Nuzhar fi Gharaibil
Amshar wa 'Ajaibil Asfar, yang mendokumentasikan perjalanannya secara detail.
3. Namanya Diabadikan: Diabadikan dalam dunia Timur dan Barat,
termasuk menjadi nama salah satu kawah di bulan.
Menurut abdul muni’m al-ariyan pada bukunya rihlah ibn baitutah tertulis bahwa Ibn Battuta mencatat perjalanannya yang panjang berdasarkan
ingatan, bukan catatan harian. Meskipun akurat dalam banyak hal, ia kadang
mencampuradukkan rute atau kejadian, terutama untuk daerah yang dikunjungi
lebih dari sekali, sehingga beberapa peristiwa tercatat di tempat yang salah.
Ia dikenal sebagai pengamat yang teliti, mahir menggambarkan pemandangan dan
peristiwa, tetapi tidak selalu kritis terhadap cerita yang ia dengar, lebih
berperan sebagai pengumpul informasi. Sebagai seorang sufi, pandangan
sufistiknya terkadang membuatnya fanatik dan kurang obyektif[vi].
Atas perintah
Sultan Abu Inan Faris al-Marini, Ibn Battuta mencatat perjalanannya pada 3
Dzulhijjah 756 H. Tulisannya disunting dalam bentuk sastra oleh Muhammad bin Ahmed
bin Jazi, yang menyelesaikan revisinya pada bulan safar Pendahuluan buku ini ditulis bersama oleh Ibn
Battuta dan Ibn Jazi, meskipun beberapa orang keliru menganggapnya sepenuhnya
karya Ibn Jazi[vii].
Setelah
menyelesaikan perjalanannya, Ibn Battuta menjabat sebagai hakim di wilayah
Marinid hingga akhir hayatnya. Ia dikenal sebagai sosok yang dermawan dan wafat
pada (1377 M)[viii]
Berikut kutipan
salah satu prosa yang terdapat dalam kitabnya rihlah ibn batuthah, syekh ahli hukum, orang yang terpelajar, orang yang dapat
dipercaya, orang yang paling berbudi luhur berkata:
قال الشيخ الفقيه العالم الثقة الناسك الأبر وقد الله المعتمر شرف
الدين المعتمد في سياحته على رب العالمين أبو عبد الله محمد بن عبد الله بن محمد
بن إبراهيم اللواتي ثم الطنجي المعروف بابن بطوطة رحمه الله ورضي عنه وكرمه آمين.
الحمد لله الذي ذلل الأرض
لعباده ليسلكوا منها سيلاً فجاجاً ، وجعل[ix]
منها وإليها تاراتهم الثلاث نباتاً وإعادة وإخراجا دحاها بقدرته فكانت[x]
مهاداً للعباد، وأرساها بالأعلام الراسيات والأطواد، ورفع فوقها سمك السماء بغير
عماد ، وأطلع الكواكب هداية في ظلمات البر والبحر . وجعل القمر نوراً والشمس
سراجاً، ثم أنزل من السماء ماء فأحيا به الأرض بعد الممات. وأنبت فيها من كل
الثمرات وفطر أقطارها بصنوف النبات، وفجر البحرين عذباً فراتاً، وملحاً أجاجاً،
وأكمل على خلقه الإنعام بتذليل مطايا الأنعام، وتسخير المنشئات كالأعلام لتمتطوا
من صهوة القفر ومتن البحر أثباجاً . وصلى الله على سيدنا ومولانا محمد الذي أوضح
للخلق منهاجاً، وطلع نور هدايته وهاجاً
"Semoga
Allah merahmati, meridhai, dan memuliakan Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah
bin Muhammad bin Ibrahim al-Lawati, kemudian al-Tanji yang dikenal dengan nama
Ibn Battuta, seorang ulama yang terpercaya, ahli fiqh, tawadhu’, dan zahid,
serta orang yang penuh dengan takwa, yang telah berziarah untuk mengunjungi
Rabbul 'Alamin. Semoga Allah meridhainya dan mengaruniakan keberkahan
kepadanya. Amin.
Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan bumi bagi hamba-Nya,
agar mereka dapat melintasinya dengan mudah, dan menjadikan daratan dan lautan
sebagai tempat perputaran kehidupan mereka, dengan tumbuhan yang terus tumbuh
dan kehidupan yang berulang. Allah menciptakan bumi dengan kekuatan-Nya,
menjadikannya sebagai hamparan yang menjadi tempat tidur bagi hamba-Nya. Dia
menancapkan gunung-gunung sebagai penyeimbang dan pengokoh bumi, serta
mengangkat langit tanpa tiang. Dia menempatkan bintang-bintang sebagai petunjuk
bagi manusia di tengah kegelapan daratan dan lautan. Allah menjadikan bulan
sebagai cahaya dan matahari sebagai pelita. Kemudian Allah menurunkan air dari
langit dan menghidupkan bumi yang sebelumnya mati. Dia menumbuhkan berbagai
macam buah-buahan di bumi dan menciptakan berbagai macam tanaman yang tumbuh
subur di berbagai penjuru bumi. Dia memisahkan dua lautan, satu yang manis dan
segar, serta satu lagi yang asin dan pahit. Dan Allah menyempurnakan nikmat-Nya
atas makhluk-Nya dengan menundukkan binatang-binatang ternak serta membuat
segala sarana dan prasarana yang memudahkan perjalanan mereka, baik di daratan
maupun di lautan. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kita,
Nabi Muhammad, yang telah memberikan petunjuk yang jelas bagi umat manusia, dan
sinar petunjuk-Nya menyinari hati dan kehidupan kita."
[i]
Siti Maryam, Dinasti Mamluk di Mesir
Penyelamat Peradaban Islam 1250-1517 M, uin sunan kalijaga, 202
[ii]
Wikipedia ibnu batuthah ilmuwan muslim di bidang geografi
[iii]
Mohamad Zulfazdlee Abul Hasan Ashari dkk,
ANALISIS NARATIF KERAJAAN BANU MARIN (1215-1465M) DI AL-MAGHRIB MENURUT
CERMINAN SUMBER PRIMER DAN SEKUNDER TERPILIH, Universiti Kebangsaan Malaysia,
2020
[iv] Mahli,Dan
Muhammad Furqan, Ibnu Batutah Sang
Pengembara (Analisis Sosio Historis Petualangan Tokoh Geografer Muslim Melalui
Naskah Tuḥfatun Nuẓẓār Fī Gharāʾibil Amṣār Wa Ajāʾibil Asfā Universitas
Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, hal 193-195
[v]
Ibid, Hal 195-196
[vi]
Abdul muni’m
al-ariyan, rihlah ibn batutah, jilid 1, bairut 1987, hal 20
[vii]
Ibid, Hal 21
[viii]
Ibid, Hal 22
[ix]Kamus
krapyak al-ashri “jaa’la” berarti “membuat atau menciptakan”, hlm 678
[x]
Kamus krapyak al-ashri “kana” berarti “ada”, hlm. 1489
*** * ***
Esai Mahasiswa 1: di Publikasikan 1-1-2025
Menelusuri Jejak Sejarah Melalui Mata Sang Penjelajah Ibnu Battutah
Oleh Regan Ahmad Zakarian
Masa kekhalifaan Dinasti Mamluk yang dimulai pada tahun 1250-1517 masehi merupakan salah satu periode yang dianggap
oleh para sejarawan sebagai periode kemunduran bagi kesusastraan arab. Memang
tidak bisa dipungkiri, perkembangan karya sastra arab seperti puisi dan prosa
pada masa ini mengalami stagnasi. Kebanyakan karya sastranya hanya terpaku pada
konservasi karya-karya lama yang sudah ada pada masa sebelumnya seperti masa Abbasyiah maupun Ayyubiyah. Ini menyebabkan genre-genre sastra terkhususnya yang berbentuk
prosa menjadi tidak beragam dan kurang eksploratif. Meskipun banyaknya stagnasi
dan kemunduran, masa ini tetapl bisa melahirkan beberapa karya yang sangat
terkenal dan monumental, diantaranya adalah catatan perjalan Ibnu Batutah yang
dikenal dengan Ar-Rihlah. Pada tugas esai kali ini penulis akan membahas
mengenai Ibnu Batutah dan perjalanan legendaris yang ia abadikan dalam magnum
opusnya “Ar-Rihlah”.
Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah al-Lawati al Tanji Ibnu Battutah
atau yang terkenal dengan sebutan Ibnu Batutah (1304-1377 M) adalah salah satu
penjelajah Muslim paling terkenal pada abad pertengahan dan juga seorang
penulis dari salah satu buku perjalanan yang paling terkemukal, yaitu Ar-Riḥlah
(Perjalanan). Dalam karya monumental ini, ia mendokumentasikan perjalanan
panjangnya yang mencakup sekitar 75.000 mil (120.000 km), menjelajahi hampir
seluruh negara-negara Muslim serta melakukan perjalanan hingga ke China dan
Sumatra, yang sekarang merupakan bagian dari Indonesia. Demikanlah uraian yang
digunakan oleh Ivan Hrbek dalam artikelnya Ibn Battuta Muslim explorer and writer untuk medeskripsikan sang
penjelajah muslim itu.[i]
Ibnu Battutah dilahirkan di Tangier, Maroko yang pada saat itu ada dalam kekuasan dinasti mariniyyah.
Ia dibesarkan di keluarga bekecukupan yang mayoritasnya berprofesi sebagai
Qadhi (hakim). Dia adalah individu yang sangat giat dalam menuntut ilmu. Masa
kecilnya dihabiskan dengan menuntut berbagai macam cabang ilmu agama
terkhususnya Ilmu Fiqih. Pendidikannya ini ia dapatkan di Kota kelahirannya
Tangier. Namun seiring berjalannya waktu, rasa haus nya akan ilmu membawanya
untuk merantau ke negeri-negeri muslim lainnya.
Dikutip dari artikel yang sama, yakni yang ditulis oleh Ivan Hrbek[ii]. Pada umur 21 tahun Ibnu Battutah
memulai perjalanannya menuju ke Makkah untuk menunaikan Ibadah haji. Selain itu perjalanannya ini juga
bertujuan untuk memperluas pendidikannya dengan belajar kepada para ulama besar
yang berada di Mesir, Syiria, dan juga Hijaz. Kegigihannya dalam menuntut ilmu
inilah yang membawakannya menjadi seorang ulama sekaligus Qadhi yang sangat
terkenal dan banyak diundang ke berbagai pengadilan.
Pada saat di Mesir, tepatnya di Alexandria Ibnu Battutah bertemu dengan dua Ulama ahli hikmah yang bernama
Syekh Burhanuddin dan Syekh Murshidi. Beliau berdua meramalkan bahwa kelak Ibnu
Battutah akan menjadi seorang penjelajah dunia. Kedua Ulama inilah yang
berperan menanamkan keinginan menjelajahi dunia kepada Ibnu Battutah. Informasi
ini penulis kutip dari terjemahan Ar-Rihlah Ibn Battuta
oleh Hamilton Gibb[iii]
Dari Mesir, Ibnu Battutah kembali melanjutkan perjalanannya ke Damaskus, sebuah kota di Suriah yang masuk kedalam territorial kekuasaan
Dinasti Mamluk. Disana beliau memutuskan untuk singgah selama sebulan dalam
rangka menjalankan puasa Ramadhan. Ross E. Dunn dalam bukunya The Adventures of Ibn Battuta: A
Muslim Traveler of the Fourteenth Century[iv] menjelaskan bahwa setelah
menyelesaikan bulan Ramadan di Damaskus, Ibnu Battutah bergabung dengan sebuah
kafilah yang melakukan perjalanan sejauh 1.300 km (810 mil) ke selatan menuju
Madinah, tempat dimakamkannya Nabi Muhammad ﷺ. Setelah menghabiskan
empat hari di Madinah, ia melanjutkan perjalanannya ke
Mekkah. Di sana, setelah menyelesaikan ibadah haji, ia dianugerahi gelar
kehormatan Al-Hajji. Alih-alih kembali ke rumahnya, Ibn Battuta memilih untuk
melanjutkan petualangan dan menetapkan Ilkhanat, sebuah Khanat Mongol di timur laut, sebagai tujuan berikutnya.
Dalam video Youtube yang di upload oleh saluran Heroes and Legends Documentary Channel dengan judul The Incredible Adventures of Medieval Traveller Ibn Battuta[v], dijelaskan secara merinci terkait
perjalanan Ibnu Battutah setelah dari tanah suci. Ibnu Battutah melanjutkan
perjalanan ke arah timur, menuju wilayah Irak dan Persia, yang saat itu berada
di bawah kekuasaan Ilkhanate, salah satu divisi besar Kekaisaran Mongol.
Wilayah ini menjadi pusat budaya dan perdagangan yang penting, di mana para
penguasa Mongol telah memeluk Islam, menciptakan perpaduan harmonis antara
tradisi Mongol dan ajaran Islam.
Pada tahun 1333, Ibnu Battutah tiba di India, yang saat itu berada
di bawah kekuasaan Sultan Muhammad bin Tughluq (1325-1351 M) di Delhi. Sultan menyambutnya dengan hangat dan memberinya posisi sebagai
qadhi atau hakim, sebuah jabatan yang sangat dihormati. Namun, meskipun
mendapatkan kepercayaan dari Sultan dan menikmati kemewahan istana, Ibnu
Battutah menjadi saksi atas ketidakstabilan politik dan kekejaman pemerintahan
Sultan Tughluq. Sang Sultan dikenal eksentrik dan sering membuat kebijakan yang
merugikan rakyat. Ketegangan dan intrik di pengadilan membuat Ibnu Battutah
akhirnya mencari alasan untuk melanjutkan perjalanannya. Pada akhirnya Sultan,
yang mengetahui kecintaan Ibnu Battutah terhadap perjalanan, mengutusnya untuk
memimpin delegasi diplomatik besar yang membawa hadiah dan penghormatan untuk
Kaisar Yuan di Cina pada tahun 1342 M.
Dalam perjalanan menuju Tiongkok, Ibnu Battutah diserang oleh
pemberontak Hindu di India tengah, dipisahkan dari rombongan, dan nyaris
dieksekusi. Setelah berhasil bernegosiasi untuk kebebasannya, ia diselamatkan
oleh seorang pria tua yang memberinya makanan dan kuda hingga ia dapat
bergabung kembali dengan delegasinya. Usai insiden itu, ia melanjutkan
perjalanan ke pantai barat India, kemudian berlayar ke Maladewa, di mana ia
tinggal sebelum melanjutkan ke Sri Lanka dan lanjut menuju Asia Tenggara melalui
Sumatra dan Jawa.
Ibnu Battutah sampai di Nusantara, lebih tepatnya di Kerajaan Samudra Pasai, Sumatra, sekitar tahun 1345
Masehi. Beliau disambut hangat oleh sultan Samudra Pasai yang berkuasa pada
masa itu, Malik az-Zahir. Ibnu Battuta mendeskripsikan sang
sultan sebagai penguasa yang sangat tawadhu’ dan juga sangat menghormati para
ulama’. Berikut kutipan pandangan beliau terhadap sang sultan yang diabadikan
dalam kitab Ar-Rihlah.
ذِكْرُ سُلْطَانِ الْجَاوَةِ
وَهُوَ السُّلْطَانُ الْمَلِكُ الظَّاهِرُ
مِنْ فُضَلَاءِ الْمُلُوكِ وَكُرَمَائِهِمْ شَافِعِيُّ الْمَذْهَبِ مُحِبٌّ فِي
الْفُقَهَاءِ ، يَحْضُرُونَ مَجْلِسَهُ لِلْقِرَاءَةِ[vi] وَالْمُذَاكَرَةِ[vii] ، وَهُوَ كَثِيرُ
الْجِهَادِ وَالْغَزْوِ وَمُتَوَاضِعٌ ، يَأْتِي إلَى صَلَاةِ الْجُمُعَةِ
مَاشِيًا عَلَى قَدَمَيْهِ وَأَهْلُ بِلَادِهِ شَافِعِيَّةٌ مُحِبُّونَ فِي
الْجِهَادِ يَخْرُجُونَ مَعَهُ تَطَوُّعًا[viii] ، وَهُمْ غَالِبُونَ[ix] عَلَى مَنْ يَلِيهِمْ[x] مِنْ الْكُفَّارِ ،
وَالْكُفَّارُ يُعْطُونَهُمْ الْجِزْيَةَ عَلَى الصُّلْحِ[xi][xii]
Penyebutan
tentang Sultan Jawa
Dialah Sultan Al-Malik Al-Zhahir, salah satu raja yang bijaksana
dan dermawan. Ia bermazhab Syafi'i dan mencintai para ulama fikih. Para ulama
hadir di majelisnya untuk mengaji dan
berdiskusi ilmu. Sultan ini banyak melakukan jihad dan peperangan, serta
dikenal sebagai seorang yang rendah hati. Ia berjalan kaki menuju salat Jumat
bersama rakyatnya. Penduduk negerinya pun bermazhab Syafi'i dan mencintai
jihad, sehingga mereka ikut keluar bersamanya secara sukarela. Mereka sering
memenangkan peperangan melawan kaum kafir di sekitar wilayahnya, dan kaum kafir
tersebut akhirnya memberikan jizyah kepada mereka sebagai tanda perdamaian.
Ibnu Battutah singgah selama dua pekan di Samudra Pasai. Ia
kemudian melanjutkan perjalanannya ke Tiongkok, berlabuh di Guangzhou di tahun yang sama, dan menyusuri kota-kota besar hingga mencapai
Beijing. Setelah itu, ia berlayar kembali ke pesisir Afrika Timur, mengunjungi
kota-kota seperti Mogadishu, Mombasa, , dan hingga ke pesisir Tanzania.
Dalam bagian akhir perjalanannya, ia menyeberangi Gurun Sahara dan menjelajahi
Afrika Barat, termasuk wilayah Mali dan Timbuktu, sebelum akhirnya kembali ke
Maroko pada tahun 1349.
Pada 1352, Ibnu Battutah memulai perjalanan terakhirnya ke Sudan
Barat atas perintah sultan, melintasi Sahara dan tinggal setahun di Kekaisaran
Mali yang berjaya di bawah Mansa Sulayman, meninggalkan catatan sejarah penting tentang wilayah tersebut.
Menurut Ivan Hrbek[xiii], ketika Ibnu Battutah kembali ke
Maroko di penghujung tahun 1353, Sang sultan yakni Abu Inan mengutusnya untuk meriwayatkan kisah perjalanannya kedalam suatu
kitab yang akan ditulis oleh Ibnu Juzay, sang juru tulis sultan. Kitab inilah yang nanti dinamakan Tuhfatun Nuzzar fi Garaib al-Amsar wa Ajaib al-Asfar atau
yang lebih kita kenal dengan Ar-Rihlah. Ibnu Battutah diduga menghabiskan sisa
hidupnya menjabat sebagai qadi di Maroko. Ia diperkirakan meninggal sekitar
tahun 1368/69 atau 1377 dan dimakamkan di Tangier, kota kelahirannya.
*** * ***
[i] Ivan Hrbek, “Ibn Battuta Muslim explorer and writer ”, Encyclopaedia Britannica, 2024 .
[ii] Ivan
Hrbek, “Ibn
Battuta Muslim explorer and writer ”, Encyclopaedia Britannica, 2024
[iii]
Hamilton Alexander Rosskeen Gibb and Ibn Battuta, Travels in Asia and
Africa: 1325 - 1354 (Routledge, 2004)
[iv] Ross
E. Dunn , “The
Adventures of Ibn Battuta: A Muslim Traveler of the Fourteenth Century” January
1, 1987.
[v] Channel Youtube : Heroes and Legends Documentary Channel ,
judul video: “The Incredible Adventures of Medieval
Traveller Ibn Battuta”
[vi] Kamus
al-Munawir h.1102, Al-Qira’ah berarti pembacaan, sehingga bisa maknai
pengajian.
[vii] Kamus
al-Munawir h. 449, Al-Mudzakarah berarti pembicaraan, jika kita taruh
dalam konteks kalimat maka bisa dimaknai pembicaraan/diskusi ilmu.
[viii] Kamus al-Munawir h. 871, Tathowwa’a bi
as-Syai’ berarti dengan sukarela
[ix] Kamus
al-Munawir h. 1012, Ghaalabahu berarti bertengkar, sedangkan di Kamus
Al-Ashri Krapyak h.1340 Ghaalabahu berarti berusaha mengalahkan/yang
menang.
[x]
Kamus al-Munawir h.1582, Waliya berarti dekat dengan
[xi] Kamus
al-Munawir h. 788, As-Sulhu berarti perdamaian
[xii]
Ibnu Battutah, Tuḥfatun
Nuẓẓār fī Gharāʾibil Amṣār wa ʿAjāʾibil Asfār (Ar-Rihlah), Hindawi
Publishing Corporation, 2020
[xiii]
Ivan Hrbek, “Ibn
Battuta Muslim explorer and writer ”, Encyclopaedia Britannica, 2024
Leave a Comment