| 0 Comments | 32 Views

Esai Prosa Sastra Arab Klasik Masa Mamalik Mesir (1258-1516)

Esai Mahasiswa 2: di Publikasikan 12-1-2025

Ibnu Baituthah(1304 -1377 M ): Pengembara Muslim Yang Berasal Dari Keluaraga Besar Hakim Pada Era Mamalik

Oleh Ahmad Dzawil Albab

Esai ini membahas topik Sejarah Sastra Arab Klasik pada periode Pra-islam pada tahun 1304 M sampai dengan tahun 1377M. Pada periode ini lahir tokoh sastra yang bertepatan di era mamalik dan ia juga salah satu tokoh yang berasal dari keluarga besar yang beranggotakan seorang hakim yaitu ibnu baithutah. Topik yang dibahas adalah Ibnu Baituthah: pengembara Muslim Yang Berasal Dari Keluaraga Besar Hakim Pada Era Mamalik[i]

Ibnu Batutah atau Muhammad bin Batutah bahasa Arab:( محمد ابن بطوطة) yang bernama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah Al-Lawati At-Tanji bin Batutah (bahasa Arab:(أبو عبد الله محمد بن عبد الله اللواتي الطنجي بن بطوطة) adalah seorang alim (cendekiawan) Maroko yang pernah berkelana ke berbagai pelosok dunia, Ibnu Batutah menjelajahi sebagian besar Dunia Islam dan banyak negeri non-Muslim, termasuk Afrika Utara, Tanduk Afrika, Afrika Barat, Timur Tengah, Asia Tengah, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Tiongkok. Di akhir hayatnya, ia meriwayatkan kembali pengalaman-pengalamannya menjelajahi dunia untuk dibukukan. Dan riwayat perjalanan Ibnu Batutah menyajikan gambaran tentang peradaban Abad Pertengahan yang sampai sekarang masih dijadikan sumber rujukan[ii].

Menurut abdul muni’m al-ariyan pada bukunya rihlah ibn baitutah tertulis bahwa ibnu Batutah lahir di Tangier, Maroko, pada (25 Februari 1304 M), di pemerintahan Sultan Abu Yusuf dari Dinasti Marinid[iii]. Kota lahirnya terletak di tepi pantai Afrika dekat Selat Gibraltar. Julukan "Baituthah" merupakan nama keluarga yang diwariskan secara turun-temurun. Ia berasal dari keluarga terpandang yang banyak anggotanya berprofesi sebagai hakim, sehingga ia dididik untuk mengikuti jejak tersebut, pada usia 21/22 tahun, Ibnu Batutah memutuskan menunaikan ibadah haji ke Mekkah, yang menjadi awal perjalanan panjangnya ke berbagai belahan dunia.

Menurut mahli dan Muhammad furqan, Ibnu Batutah Sang Pengembara (Analisis Sosio Historis Petualangan Tokoh Geografer Muslim Melalui Naskah Tuḥfatun Nuẓẓār Fī Gharāʾibil Amṣār Wa Ajāʾibil Asfā[iv] Pada masa remajanya Ibnu baithutah belajar hukum di kota kelahirannya kemudian pada usia 21/22  tahun, ia meninggalkan tanah kelahirannya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Perjalanan ini mengawali eksplorasi ke berbagai wilayah dunia kemudian dirangkum dalam suatu karya, yaitu rihlah ibn baithutah Pada perjalanannya ini membawanya ke berbagai wilayah seperti Afrika Utara, Timur Tengah, Irak, Persia, India, Cina, hingga Asia Tenggara. Di India, ia bekerja sebagai hakim di bawah pemerintahan Sultan Delhi dan sempat menjadi duta ke Cina. Dalam perjalanannya menuju Cina, ia singgah di Kerajaan Samudera Pasai, Sumatera,

yang saat itu dipimpin Sultan Malik Az-Zahir. Ibnu Batutah menganggap samudera pasai sebagai pusat Islam di Asia Tenggara dan berdiskusi tentang hukum Islam dengan sultan. Selama hampir 30 tahun, ia mencatat pengalamannya tentang budaya, agama, dan kehidupan Masyarakat. Ibnu Batutah pensiun pada 1355 M setelah menjelajahi wilayah yang kini mencakup 44 negara modern, Kisah perjalanannya mencatat kehidupan sosial, budaya, dan politik berbagai bangsa dan menjadikannya salah satu penjelajah terbesar dalam sejarah Islam. Selain Ibnu Baituthah, penjelajah Muslim lainnya yang terkenal adalah Al-Mas'udi, Al-Biruni, dan Al-Khawarizmi[v].

Menurut profil tokoh dalam artikelnya yang berjudul Biografi ibnu Batutah penjelajah Muslim Abad 14, selama 30 tahun berkeliling dunia, mencatatkan beberapa prestasi:

1. Perjalanan Sejauh 120.700 Kilometer: Menempuh jarak setara tiga kali keliling bumi di garis khatulistiwa.

2. Buku Catatan Perjalanan: Menulis Tuhfah an-Nuzhar fi Gharaibil Amshar wa 'Ajaibil Asfar, yang mendokumentasikan perjalanannya secara detail.

3. Namanya Diabadikan: Diabadikan dalam dunia Timur dan Barat, termasuk menjadi nama salah satu kawah di bulan.

 

Menurut abdul muni’m al-ariyan pada bukunya rihlah ibn baitutah tertulis bahwa Ibn Battuta mencatat perjalanannya yang panjang berdasarkan ingatan, bukan catatan harian. Meskipun akurat dalam banyak hal, ia kadang mencampuradukkan rute atau kejadian, terutama untuk daerah yang dikunjungi lebih dari sekali, sehingga beberapa peristiwa tercatat di tempat yang salah. Ia dikenal sebagai pengamat yang teliti, mahir menggambarkan pemandangan dan peristiwa, tetapi tidak selalu kritis terhadap cerita yang ia dengar, lebih berperan sebagai pengumpul informasi. Sebagai seorang sufi, pandangan sufistiknya terkadang membuatnya fanatik dan kurang obyektif[vi].

Atas perintah Sultan Abu Inan Faris al-Marini, Ibn Battuta mencatat perjalanannya pada 3 Dzulhijjah 756 H. Tulisannya disunting  dalam bentuk sastra oleh Muhammad bin Ahmed bin Jazi, yang menyelesaikan revisinya pada bulan safar  Pendahuluan buku ini ditulis bersama oleh Ibn Battuta dan Ibn Jazi, meskipun beberapa orang keliru menganggapnya sepenuhnya karya Ibn Jazi[vii].

Setelah menyelesaikan perjalanannya, Ibn Battuta menjabat sebagai hakim di wilayah Marinid hingga akhir hayatnya. Ia dikenal sebagai sosok yang dermawan dan wafat pada  (1377 M)[viii]

Berikut kutipan salah satu prosa yang terdapat dalam kitabnya rihlah ibn batuthah, syekh ahli hukum, orang yang terpelajar, orang yang dapat dipercaya, orang yang paling berbudi luhur berkata:

قال الشيخ الفقيه العالم الثقة الناسك الأبر وقد الله المعتمر شرف الدين المعتمد في سياحته على رب العالمين أبو عبد الله محمد بن عبد الله بن محمد بن إبراهيم اللواتي ثم الطنجي المعروف بابن بطوطة رحمه الله ورضي عنه وكرمه آمين.

 

الحمد لله  الذي ذلل الأرض لعباده ليسلكوا منها سيلاً فجاجاً ، وجعل[ix] منها وإليها تاراتهم الثلاث نباتاً وإعادة وإخراجا دحاها بقدرته فكانت[x] مهاداً للعباد، وأرساها بالأعلام الراسيات والأطواد، ورفع فوقها سمك السماء بغير عماد ، وأطلع الكواكب هداية في ظلمات البر والبحر . وجعل القمر نوراً والشمس سراجاً، ثم أنزل من السماء ماء فأحيا به الأرض بعد الممات. وأنبت فيها من كل الثمرات وفطر أقطارها بصنوف النبات، وفجر البحرين عذباً فراتاً، وملحاً أجاجاً، وأكمل على خلقه الإنعام بتذليل مطايا الأنعام، وتسخير المنشئات كالأعلام لتمتطوا من صهوة القفر ومتن البحر أثباجاً . وصلى الله على سيدنا ومولانا محمد الذي أوضح للخلق منهاجاً، وطلع نور هدايته وهاجاً

 

"Semoga Allah merahmati, meridhai, dan memuliakan Abu Abdullah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Lawati, kemudian al-Tanji yang dikenal dengan nama Ibn Battuta, seorang ulama yang terpercaya, ahli fiqh, tawadhu’, dan zahid, serta orang yang penuh dengan takwa, yang telah berziarah untuk mengunjungi Rabbul 'Alamin. Semoga Allah meridhainya dan mengaruniakan keberkahan kepadanya. Amin.

 

Segala puji bagi Allah yang telah menundukkan bumi bagi hamba-Nya, agar mereka dapat melintasinya dengan mudah, dan menjadikan daratan dan lautan sebagai tempat perputaran kehidupan mereka, dengan tumbuhan yang terus tumbuh dan kehidupan yang berulang. Allah menciptakan bumi dengan kekuatan-Nya, menjadikannya sebagai hamparan yang menjadi tempat tidur bagi hamba-Nya. Dia menancapkan gunung-gunung sebagai penyeimbang dan pengokoh bumi, serta mengangkat langit tanpa tiang. Dia menempatkan bintang-bintang sebagai petunjuk bagi manusia di tengah kegelapan daratan dan lautan. Allah menjadikan bulan sebagai cahaya dan matahari sebagai pelita. Kemudian Allah menurunkan air dari langit dan menghidupkan bumi yang sebelumnya mati. Dia menumbuhkan berbagai macam buah-buahan di bumi dan menciptakan berbagai macam tanaman yang tumbuh subur di berbagai penjuru bumi. Dia memisahkan dua lautan, satu yang manis dan segar, serta satu lagi yang asin dan pahit. Dan Allah menyempurnakan nikmat-Nya atas makhluk-Nya dengan menundukkan binatang-binatang ternak serta membuat segala sarana dan prasarana yang memudahkan perjalanan mereka, baik di daratan maupun di lautan. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada junjungan kita, Nabi Muhammad, yang telah memberikan petunjuk yang jelas bagi umat manusia, dan sinar petunjuk-Nya menyinari hati dan kehidupan kita."

 


[i] Siti Maryam, Dinasti Mamluk di Mesir Penyelamat Peradaban Islam 1250-1517 M, uin sunan kalijaga, 202

[ii] Wikipedia ibnu batuthah ilmuwan muslim di bidang geografi

[iii] Mohamad Zulfazdlee Abul Hasan Ashari dkk, ANALISIS NARATIF KERAJAAN BANU MARIN (1215-1465M) DI AL-MAGHRIB MENURUT CERMINAN SUMBER PRIMER DAN SEKUNDER TERPILIH, Universiti Kebangsaan Malaysia, 2020

[iv] Mahli,Dan Muhammad Furqan, Ibnu Batutah Sang Pengembara (Analisis Sosio Historis Petualangan Tokoh Geografer Muslim Melalui Naskah Tuḥfatun Nuẓẓār Fī Gharāʾibil Amṣār Wa Ajāʾibil Asfā Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, hal 193-195

[v] Ibid, Hal 195-196

[vi] Abdul muni’m al-ariyan, rihlah ibn batutah, jilid 1, bairut 1987, hal 20

[vii] Ibid,  Hal 21

[viii] Ibid, Hal 22

[ix]Kamus krapyak al-ashri “jaa’la” berarti “membuat atau menciptakan”, hlm 678

[x] Kamus krapyak al-ashri “kana” berarti “ada”, hlm. 1489

 *** * ***

Esai Mahasiswa 1: di Publikasikan 1-1-2025

Menelusuri Jejak Sejarah Melalui Mata Sang Penjelajah Ibnu Battutah

Oleh Regan Ahmad Zakarian 

Masa kekhalifaan Dinasti Mamluk yang dimulai pada tahun 1250-1517 masehi  merupakan salah satu periode yang dianggap oleh para sejarawan sebagai periode kemunduran bagi kesusastraan arab. Memang tidak bisa dipungkiri, perkembangan karya sastra arab seperti puisi dan prosa pada masa ini mengalami stagnasi. Kebanyakan karya sastranya hanya terpaku pada konservasi karya-karya lama yang sudah ada pada masa sebelumnya seperti masa Abbasyiah maupun Ayyubiyah. Ini menyebabkan genre-genre sastra terkhususnya yang berbentuk prosa menjadi tidak beragam dan kurang eksploratif. Meskipun banyaknya stagnasi dan kemunduran, masa ini tetapl bisa melahirkan beberapa karya yang sangat terkenal dan monumental, diantaranya adalah catatan perjalan Ibnu Batutah yang dikenal dengan Ar-Rihlah. Pada tugas esai kali ini penulis akan membahas mengenai Ibnu Batutah dan perjalanan legendaris yang ia abadikan dalam magnum opusnya “Ar-Rihlah”.

Abu Abdullah Muhammad ibn Abdullah al-Lawati al Tanji Ibnu Battutah atau yang terkenal dengan sebutan Ibnu Batutah (1304-1377 M) adalah salah satu penjelajah Muslim paling terkenal pada abad pertengahan dan juga seorang penulis dari salah satu buku perjalanan yang paling terkemukal, yaitu Ar-Riḥlah (Perjalanan). Dalam karya monumental ini, ia mendokumentasikan perjalanan panjangnya yang mencakup sekitar 75.000 mil (120.000 km), menjelajahi hampir seluruh negara-negara Muslim serta melakukan perjalanan hingga ke China dan Sumatra, yang sekarang merupakan bagian dari Indonesia. Demikanlah uraian yang digunakan oleh Ivan Hrbek dalam artikelnya Ibn Battuta Muslim explorer and writer untuk medeskripsikan sang penjelajah muslim itu.[i]

Ibnu Battutah dilahirkan di Tangier, Maroko yang pada saat itu ada dalam kekuasan dinasti mariniyyah. Ia dibesarkan di keluarga bekecukupan yang mayoritasnya berprofesi sebagai Qadhi (hakim). Dia adalah individu yang sangat giat dalam menuntut ilmu. Masa kecilnya dihabiskan dengan menuntut berbagai macam cabang ilmu agama terkhususnya Ilmu Fiqih. Pendidikannya ini ia dapatkan di Kota kelahirannya Tangier. Namun seiring berjalannya waktu, rasa haus nya akan ilmu membawanya untuk merantau ke negeri-negeri muslim lainnya.

Dikutip dari artikel yang sama, yakni yang ditulis oleh Ivan Hrbek[ii]. Pada umur 21 tahun Ibnu Battutah memulai perjalanannya menuju ke Makkah untuk menunaikan Ibadah haji. Selain itu perjalanannya ini juga bertujuan untuk memperluas pendidikannya dengan belajar kepada para ulama besar yang berada di Mesir, Syiria, dan juga Hijaz. Kegigihannya dalam menuntut ilmu inilah yang membawakannya menjadi seorang ulama sekaligus Qadhi yang sangat terkenal dan banyak diundang ke berbagai pengadilan.

Pada saat di Mesir, tepatnya di Alexandria Ibnu Battutah bertemu dengan dua Ulama ahli hikmah yang bernama Syekh Burhanuddin dan Syekh Murshidi. Beliau berdua meramalkan bahwa kelak Ibnu Battutah akan menjadi seorang penjelajah dunia. Kedua Ulama inilah yang berperan menanamkan keinginan menjelajahi dunia kepada Ibnu Battutah. Informasi ini penulis kutip dari terjemahan Ar-Rihlah Ibn Battuta oleh Hamilton Gibb[iii]

Dari Mesir, Ibnu Battutah kembali melanjutkan perjalanannya ke Damaskus, sebuah kota di Suriah yang masuk kedalam territorial kekuasaan Dinasti Mamluk. Disana beliau memutuskan untuk singgah selama sebulan dalam rangka menjalankan puasa Ramadhan. Ross E. Dunn dalam bukunya The Adventures of Ibn Battuta: A Muslim Traveler of the Fourteenth Century[iv] menjelaskan bahwa setelah menyelesaikan bulan Ramadan di Damaskus, Ibnu Battutah bergabung dengan sebuah kafilah yang melakukan perjalanan sejauh 1.300 km (810 mil) ke selatan menuju Madinah, tempat dimakamkannya Nabi Muhammad . Setelah menghabiskan empat hari di Madinah, ia melanjutkan perjalanannya ke Mekkah. Di sana, setelah menyelesaikan ibadah haji, ia dianugerahi gelar kehormatan Al-Hajji. Alih-alih kembali ke rumahnya, Ibn Battuta memilih untuk melanjutkan petualangan dan menetapkan Ilkhanat, sebuah Khanat Mongol di timur laut, sebagai tujuan berikutnya.

Dalam video Youtube yang di upload oleh saluran Heroes and Legends Documentary Channel dengan judul The Incredible Adventures of Medieval Traveller Ibn Battuta[v], dijelaskan secara merinci terkait perjalanan Ibnu Battutah setelah dari tanah suci. Ibnu Battutah melanjutkan perjalanan ke arah timur, menuju wilayah Irak dan Persia, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Ilkhanate, salah satu divisi besar Kekaisaran Mongol. Wilayah ini menjadi pusat budaya dan perdagangan yang penting, di mana para penguasa Mongol telah memeluk Islam, menciptakan perpaduan harmonis antara tradisi Mongol dan ajaran Islam.

Pada tahun 1333, Ibnu Battutah tiba di India, yang saat itu berada di bawah kekuasaan Sultan Muhammad bin Tughluq (1325-1351 M) di Delhi. Sultan menyambutnya dengan hangat dan memberinya posisi sebagai qadhi atau hakim, sebuah jabatan yang sangat dihormati. Namun, meskipun mendapatkan kepercayaan dari Sultan dan menikmati kemewahan istana, Ibnu Battutah menjadi saksi atas ketidakstabilan politik dan kekejaman pemerintahan Sultan Tughluq. Sang Sultan dikenal eksentrik dan sering membuat kebijakan yang merugikan rakyat. Ketegangan dan intrik di pengadilan membuat Ibnu Battutah akhirnya mencari alasan untuk melanjutkan perjalanannya. Pada akhirnya Sultan, yang mengetahui kecintaan Ibnu Battutah terhadap perjalanan, mengutusnya untuk memimpin delegasi diplomatik besar yang membawa hadiah dan penghormatan untuk Kaisar Yuan di Cina pada tahun 1342 M.

Dalam perjalanan menuju Tiongkok, Ibnu Battutah diserang oleh pemberontak Hindu di India tengah, dipisahkan dari rombongan, dan nyaris dieksekusi. Setelah berhasil bernegosiasi untuk kebebasannya, ia diselamatkan oleh seorang pria tua yang memberinya makanan dan kuda hingga ia dapat bergabung kembali dengan delegasinya. Usai insiden itu, ia melanjutkan perjalanan ke pantai barat India, kemudian berlayar ke Maladewa, di mana ia tinggal sebelum melanjutkan ke Sri Lanka dan lanjut menuju Asia Tenggara melalui Sumatra dan Jawa.

Ibnu Battutah sampai di Nusantara, lebih tepatnya di Kerajaan Samudra Pasai, Sumatra, sekitar tahun 1345 Masehi. Beliau disambut hangat oleh sultan Samudra Pasai yang berkuasa pada masa itu, Malik az-Zahir. Ibnu Battuta mendeskripsikan sang sultan sebagai penguasa yang sangat tawadhu’ dan juga sangat menghormati para ulama’. Berikut kutipan pandangan beliau terhadap sang sultan yang diabadikan dalam kitab Ar-Rihlah.

ذِكْرُ سُلْطَانِ الْجَاوَةِ

وَهُوَ السُّلْطَانُ الْمَلِكُ الظَّاهِرُ مِنْ فُضَلَاءِ الْمُلُوكِ وَكُرَمَائِهِمْ شَافِعِيُّ الْمَذْهَبِ مُحِبٌّ فِي الْفُقَهَاءِ ، يَحْضُرُونَ مَجْلِسَهُ لِلْقِرَاءَةِ[vi] وَالْمُذَاكَرَةِ[vii] ، وَهُوَ كَثِيرُ الْجِهَادِ وَالْغَزْوِ وَمُتَوَاضِعٌ ، يَأْتِي إلَى صَلَاةِ الْجُمُعَةِ مَاشِيًا عَلَى قَدَمَيْهِ وَأَهْلُ بِلَادِهِ شَافِعِيَّةٌ مُحِبُّونَ فِي الْجِهَادِ يَخْرُجُونَ مَعَهُ تَطَوُّعًا[viii] ، وَهُمْ غَالِبُونَ[ix] عَلَى مَنْ يَلِيهِمْ[x] مِنْ الْكُفَّارِ ، وَالْكُفَّارُ يُعْطُونَهُمْ الْجِزْيَةَ عَلَى الصُّلْحِ[xi][xii]

 

Penyebutan tentang Sultan Jawa

Dialah Sultan Al-Malik Al-Zhahir, salah satu raja yang bijaksana dan dermawan. Ia bermazhab Syafi'i dan mencintai para ulama fikih. Para ulama hadir di majelisnya untuk  mengaji dan berdiskusi ilmu. Sultan ini banyak melakukan jihad dan peperangan, serta dikenal sebagai seorang yang rendah hati. Ia berjalan kaki menuju salat Jumat bersama rakyatnya. Penduduk negerinya pun bermazhab Syafi'i dan mencintai jihad, sehingga mereka ikut keluar bersamanya secara sukarela. Mereka sering memenangkan peperangan melawan kaum kafir di sekitar wilayahnya, dan kaum kafir tersebut akhirnya memberikan jizyah kepada mereka sebagai tanda perdamaian.

Ibnu Battutah singgah selama dua pekan di Samudra Pasai. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya ke Tiongkok, berlabuh di Guangzhou di tahun yang sama, dan menyusuri kota-kota besar hingga mencapai Beijing. Setelah itu, ia berlayar kembali ke pesisir Afrika Timur, mengunjungi kota-kota seperti Mogadishu, Mombasa, , dan hingga ke pesisir Tanzania. Dalam bagian akhir perjalanannya, ia menyeberangi Gurun Sahara dan menjelajahi Afrika Barat, termasuk wilayah Mali dan Timbuktu, sebelum akhirnya kembali ke Maroko pada tahun 1349.

Pada 1352, Ibnu Battutah memulai perjalanan terakhirnya ke Sudan Barat atas perintah sultan, melintasi Sahara dan tinggal setahun di Kekaisaran Mali yang berjaya di bawah Mansa Sulayman, meninggalkan catatan sejarah penting tentang wilayah tersebut. Menurut Ivan Hrbek[xiii], ketika Ibnu Battutah kembali ke Maroko di penghujung tahun 1353, Sang sultan yakni Abu Inan mengutusnya untuk meriwayatkan kisah perjalanannya kedalam suatu kitab yang akan ditulis oleh Ibnu Juzay, sang juru tulis sultan. Kitab inilah yang nanti dinamakan Tuhfatun Nuzzar fi Garaib al-Amsar wa Ajaib al-Asfar atau yang lebih kita kenal dengan Ar-Rihlah. Ibnu Battutah diduga menghabiskan sisa hidupnya menjabat sebagai qadi di Maroko. Ia diperkirakan meninggal sekitar tahun 1368/69 atau 1377 dan dimakamkan di Tangier, kota kelahirannya.

*** * ***

[i] Ivan Hrbek, “Ibn Battuta Muslim explorer and writer ”, Encyclopaedia Britannica, 2024 .  

[ii] Ivan Hrbek, “Ibn Battuta Muslim explorer and writer ”, Encyclopaedia Britannica, 2024

[iii] Hamilton Alexander Rosskeen Gibb and Ibn Battuta, Travels in Asia and Africa: 1325 - 1354 (Routledge, 2004)

[vi] Kamus al-Munawir h.1102, Al-Qira’ah berarti pembacaan, sehingga bisa maknai pengajian.

[vii] Kamus al-Munawir h. 449, Al-Mudzakarah berarti pembicaraan, jika kita taruh dalam konteks kalimat maka bisa dimaknai pembicaraan/diskusi ilmu.

[viii] Kamus al-Munawir h. 871, Tathowwa’a bi as-Syai’ berarti dengan sukarela

[ix] Kamus al-Munawir h. 1012, Ghaalabahu berarti bertengkar, sedangkan di Kamus Al-Ashri Krapyak h.1340 Ghaalabahu berarti berusaha mengalahkan/yang menang.

[x] Kamus al-Munawir h.1582, Waliya berarti dekat dengan

[xi] Kamus al-Munawir h. 788, As-Sulhu berarti perdamaian

[xiii] Ivan Hrbek, “Ibn Battuta Muslim explorer and writer ”, Encyclopaedia Britannica, 2024


Leave a Comment