| 0 Comments | 39 Views

Esai Puisi Masa Fatimiyah (809-1171) dalam Era Masa Abbasiyah Kedua (850-1250) 

Esai Mahasiswa 1: dipublikasikan pada 29-12-2024

"Ibn Waki' al-Tunisi: Jejak Intelektual dalam Sejarah Sastra Fatimiyyah Abad Pertengahan"

Oleh Salima Zahra Salsabila 

Al Waki’ (1003 W)  dengan nama aslinya Abu Muhammad Alhassan bin Ali bin Ahmed bin Muhammad bin Khalaf bin Hayyan bin Sadaqah bin Ziyad Al-Dabi al-Tunisi, yang biasa disebut ibn Waki’ al-Tunisi, dan dia juga disebut: al-Attis.  Wafat pada tahun 1003 M di Mesir. Keluarganya berasal dari Baghdad. dibesarkan dalam keluarga kaya yang terkenal dengan sains, dan kakeknya Muhammad adalah seorang penulis terkenal di Baghdad dan memegang posisi administratif di Ahvaz, yang paling dikenal dengan gelar al-Waki', dan dalam kaitannya dengan kakeknya, al-Hasan mendapatkan ketenusannya sebagai Ibnu al-Waki'. Ibnu al-Waki' menjalani kehidupan mewah di Tunis, sebuah kota di Mesir dekat Damietta  Dari Bani Dabbah. Seorang penulis dan penyair, berasal dari Bagdad, Wakee' adalah nama keluarga kakeknya, Abu Bakr Muhammad bin Khalaf, dan dia adalah wakil yang berkuasa di Ahvaz kepada Abdan al-Jawaliqi (w. 307 H).

Ibnu Waki’ al-Tanisi terkenal dengan puisi-puisinya. Ia hidup sezaman dengan Abu Mansur al-Tha’alabi , yang menyebutkannya dalam “Al-Yatimah,” dan mengatakan tentangnya: “Seorang penyair yang cemerlang dan ulama yang komprehensif atas orang-orang pada masanya, dan tidak ada seorang pun yang datang sebelum dia pada masanya. Dia memiliki setiap mahakarya yang memikat ilusi dan memperbudak pemahaman.” Al-Tha'alabi menyebutkan kekagumannya pada kembarannya yang berbentuk persegi, yang memanjang Ia tersusun dengan baik, dan terjemahannya atas “Si Yatim Piatu” kaya akan pilihan puisi dan pujian untuknya, dan ini sebanding dengan apa yang dipilih Al-Tha’alabi dari puisi Ibnu Waki’ dalam tiga ratus ayat. Ibnu Khallikan juga menerjemahkan “Al-Wafiyat” miliknya dan memuji puisinya.Menu

Karyanya yang paling menonjol adalah buku “The Excursion into the Brotherhood,” salinan uniknya ada di Perpustakaan Al-Ashouriyah di Tunisia. Ibnu Abd al-Barr memuji buku ini Ilusi,” yang informasinya belum ditemukan kecuali dalam “Kashf al-Zunun,” dan dia memiliki buku “Al-Mansif.” Dalam Mengkritik Puisi Al-Mutanabbi, Al-Safadi dan Ibn Rashiq melihat di dalamnya ketidakadilan dan ketidakadilan terhadap Al-Mutanabbi. Ibnu Jinni menulis sebuah buku sebagai tanggapannya, yang dia sebut “Kritik Ibnu Waki’ dalam Puisi Al-Mutanabbi dan Kesalahannya” Kitab tersebut tidak diterima dengan baik oleh sebagian orang sezaman dengan Ibnu Waki, namun kitab tersebut belum lengkap, dan edisi pertamanya diterbitkan tidak lengkap, diedit oleh Muhammad Radwan al-Daya di Damaskus pada tahun 1982 M, mengadopsi versi Berlin dengan judul “The Fair in Criticizing Poetry and Creating al-Mutanabbi’s Thefts and the Problem “His Poetry”, kemudian versi yang lebih lengkap diterbitkan oleh Muhammad Youssef Najm di Kuwait. pada tahun 1984, berjudul “Pameran bagi Pencuri”. “Dan apa yang dicuri darinya dalam menunjukkan pencurian Abu al-Tayyib al-Mutanabbi Penyidik ​​mengadopsi dua salinan: manuskrip Berlin dan manuskrip berikutnya yang ditemukan penyelidik.”

Ibnu Waki’ mempunyai banyak koleksi puisi yang disebutkan oleh Ibnu Khallikan dalam “Al-Wafiyat” dan oleh Al-Baghdadi dalam “Al-Khazanah”, namun hilang dan belum sampai kepada kita. Hussein Nassar mengurus pengumpulan puisinya dan diterbitkan di Kairo pada tahun 1953 dan diberi judul “Ibnu Waki', Penyair Bunga dan Anggur,” kemudian Hilal Naji mengikutinya, menambahkan lebih dari dua ratus ayat, ia menerbitkan kumpulan Ibnu Waki' dalam sebuah buku yang bagus, dan dia telah memperoleh naskah dari seseorang. Maroko di National Book House di Tunisia, dengan judul “The Excuse of the Libertine in the Poetry of Ibnu Waki’”.

Ibn Waki' al-Tunisi terkenal akan syairnya. Ia semasa dengan dengan Abu Mansur al-Tha’alabi (w. 429 H/1038 M), yang menyebutkannya dalam kitab "al-Yatimah". Al-Tsa'alibi memuji Ibn Waki' sebagai seorang penyair yang luar biasa dan ilmuwan komprehensif, yang telah unggul di antara orang-orang zamannya, sehingga tidak ada seorang pun yang mendahuluinya pada masanya. Menurutnya, Ibn Waki' memiliki setiap keindahan yang mempesona pikiran dan menundukkan pemahaman. Al-Tsa'alibi mengungkapkan kekagumannya pada madzduaj murabba'-nya yang panjang, yang merupakan karya puisi berkualitas tinggi. Biografinya dalam "al-Yatimah" kaya akan pilihan syairnya dan pujian untuknya, dengan hampir tiga ratus bait syair yang dipilih al-Tsa'alibi. Ibnu Khallikan (w. 681 H/1282 M) juga menulis biografinya dalam "al-Wafayat" dan memuji syairnya. Karya-karya terkenalnya meliputi kitab "al-Nuzhah fi al-Ikhwan", yang terdapat satu-satunya naskah di Perpustakaan Asyuriyah di Tunisia. Ibnu 'Abd al-Barr (w. 463 H/1071 M) memuji kitab ini. Selain itu, ia memiliki sebuah komposisi puisi berjudul "Bahr al-Awham" yang hanya diketahui dari "Kasyf al-Zunun", serta kitab "al-Munsif fi Naqd Syi'r al-Mutanabbi".

Ibnu Waki' mempunyai banyak koleksi puisi yang disebutkan oleh  Ibnu Khallikan (w. 681 H/1282 M) dalam "Al-Wafiyat" dan oleh Al-Baghdadi (w. 1093 H/1682 M) dalam "Al-Khazanah", namun hilang dan belum sampai kepada kita. Hussein Nassar (w. 1989 M) mengurus pengumpulan puisinya dan diterbitkan di Kairo pada tahun 1953 dan diberi judul "Ibnu Waki', Penyair Bunga dan Anggur," kemudian Hilal Naji (w. 2007 M) mengikutinya, menambahkan lebih dari dua ratus ayat, ia menerbitkan kumpulan Ibnu Waki' dalam sebuah buku yang bagus, dan dia telah memperoleh naskah dari seseorang dari Maroko di National Book House di Tunisia, dengan judul "The Excuse of the Libertine in the Poetry of Ibnu Waki'".Mayoritas syair Ibn Waki' berkisar pada tema percintaan, deskripsi, dan nyanyian anggur, serta memiliki hikmah yang mudah dicerna.

Berikut kutipan salah satu puisi Al Waki dalam kitab al-Adab Fii al-ashr al-Fatimiy,[i], diceritakan bahwa Al Waki’ memuji Khamr yang identik dengan minuman,bunga ,dan juga nyanyian, Dimana puisi ini mengikuti layaknya karyanya Ibnu Mu’tadz (908 W), sebagaimana puisi ini berbunyi :

اشْرَبْ فَقَدْ طَابَتْ الْعِقَارُ # وَابْتَسَمَ الْوَرْدُ وَالْبَهَارُ

مِنْ قَهْوَةٍ مَا انْبَرَتْ لَهُمْ # إِلَّا وَوَلَّى لَهُ انْشِمَارُ

هَا جُيُوشٌ مِنَ الْمَلَاهِي # لِلَّهِمْ قُدَامَهَا الْفِرَارُ

لَألَأَرْهَا فِي الدُّجَى نَهَارٌ # يَظْلِمُ مِنْ نُورِهِ النَّهَارُ

Minumlah, karena anggur telah enak # Dan mawar serta bunga tersenyum

Dari secangkir yang belum habis # Kecuali telah pergi dengan kecepatan

Lihatlah pasukan kesenangan # Yang semuanya melarikan diri

Kilauan cahayanya di kegelapan bagai siang # Mengalahkan terang hari dengan cahayanya

Uraian tokoh al-Waki’ yang wafat pada tahun 1003 M, sekitar 371 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad ini jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, Indonesia saat itu masih dalam situasi terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah Kerajaan Sriwijaya, yang berpusat di Sumatra, merupakan salah satu kerajaan maritim terkuat di Asia Tenggara pada abad ke-7 hingga ke-10. Pada tahun 1003, Sriwijaya masih merupakan kekuatan dominan dalam penguasaan Selat Malaka, yang merupakan jalur perdagangan utama antara Cina dan India. Kerajaan ini dikenal karena sistem pemerintahan yang terorganisir dan kemampuan militernya yang kuat, serta penguasaan terhadap jalur perdagangan yang menguntungkan. 


[i] Dr. Muhammad Zaghlul Salalm,(1990) al-Adab fii al-’ashr al-Fatimiy jilid 2 as-Syi’ru wa as-Syu’ara Hal 99 



Leave a Comment