| 0 Comments | 57 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Puisi Arab Era  Mamalik Mesir  (1258-1516)  

"Seribu Satu Tautan Sejarah Sastra Arab Klasik Era Mamalik Mesir (1258-1516)"

Kumpulan Esai Mahasiswa 

Esai Mahasiswa 1: dipublikasikan 1-1-2025

Penyair Qasidah Al-Bushiri : Jejak Hidup Dan Karya Sufi Sang Penginspirasi Dunia Spiritualitas Dalam Sastra Islam

Oleh Septian Ridho Razaki

Al-Bushiri (1294W) yang memiliki nama asli Syarafuddin Abu ‘Abdullah Muhammad ibn Sa’id ibn Hammad ibn Muhsin ibn ‘Abdullah ash-Shanhaji al-Bushiri al-Mishri yang biasa di panggil Bushiri merupakan salah satu penyair terkemuka dalam tradisi kesusastraan Islam, khususnya di bidang qasidah. Karya utamanya adalah Qasidah Burdah, sebagai symbol pemujaaan dan penghoramatan.Beliau berasal dari Maroko, lahir di Dalas, sebuah daerah di Bahansa, dataran tinggi Mesir, pada tahun 608 H/1212 M, dan dibesarkan di Bushir. Dikenal memiliki keturunan Maroko dari marga Bani Habnun. Ibunya berasal dari Bushir, sementara nenek moyangnya dari pihak ayah tinggal di Dalash. Karena itu, ia sering disebut Al-Bushiri, Ad-Dalashi, atau Ad-Dalashiri, yang merupakan kombinasi dari Dalashi dan Bushiri. Dan Bushir merupakan salah satu kota yang terletak di wilayah Mesir, menjadi salah satu daerah yang dikuasi oleh Bani Suwaif.

 Al-Bushiri[i] lahir dalam lingkungan yang kaya akan tradisi keilmuan dan religius. Ia memulai studinya dengan menghafal Al-Quran dan dilanjutkan pendidikan di Kairo, di mana ia belajar berbagai ilmu agama dan sastra. Pada usia sekitar 40 tahun, ia mendalami tasawuf melalui tarekat Syadziliyyah di bawah bimbingan Abu Al-Abbas Al-Mursi (1286 M). Hal ini adalah satu landasan terdorongnya Al-Bushiri untuk membuat puisi agamis salah satunya adalah Qasidah Burdah. Kata “Burdah” diambil dapat diterjemahkan sebagai “mantel”,yang konon dinamai karena berhubungan dengan mantelnya milik Al-Bushiri. Menurut Rara Razary dalam artikelnya berjudulkan, “Kisah Imam Bushiri dan Bait-bait Isra’ Mi’raj”, Al-Bushiri mengalami berbagai tantangan dalam hidupnya, termasuk penyakit yang membuatnya terbaring lemah. Dalam keadaan terpuruk tersebut, ia mendapatkan inspirasi untuk menciptakan Qasidah Burdah sebagai penyampai cinta dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW dengan harapan memperoleh syafaatnya, hingga pada malam, Al-Bushiri bertemu dengan Rasulullah SAW sambil melantunkan syair-syair pujian kepada sang baginda Nabi. Didalam Mimpinya, baginda Nabi SAW menyukai Qasidah tersebut sambil mengusap mukanya. Kemudian Nabi menyentuh salah satu tubuhnya yang lumpuh sambil menyelimuti Al-Bushiri dengan Burdah[ii]. Tatkala beliau bangun, ia terbangun dalam keadaan sehat dan tidak lumpuh lagi.

Karya fenomenal Al-Bushiri adalah Qasidah Burdah yang terdiri dari 160 Bait.  Eko Setiawan dalam artikelnya “Nilai Nilai Religius Dalam Agama[iii] menyatakan bahwa karya ini telah diterjemahkan ke beberapa edisi, terkhusus di Kawasan Eropa, diantaranya, Uri (1861) berjudul "Carmen Mysticum Borda Dictum," yang dicetak berkali-kali dan tersebar luas di Leiden,Belanda. Von Rosenweg (1824) berjudul "Funkelnde Vandelsterne Zum Iobe Des Geschopfe," dan Redhouse (1881) berjudul "The Burda.", dua terjemahan diterbitkan di Jerman Sementara itu, di Italia, terdapat terjemahan oleh Gabrielli (1901) berjudul "Al-Burdatain”.

Menurut Asep Solikin dalam artikelnya berjudulkan “Nilai-nilai Spiritual Sufistik Qasidah Burdah dalam Meningkatkan Religiusitas[iv]” menyatakan bahwa Burdah sendiri memiliki irama suara musical yang unik, berupa musikalitas yang di kategorikan dalam jenis madchun-naby, memiliki taranum musiqa atau senandung musik 'arudly dengan bahar al-basith, yang berarti "terbentang" karena iramanya yang datar dan memanjang. Hal ini membuat nada dari bait ke bait hampir serupa, kecuali pada bait tertentu.

Dalam penulusuran saya Qasidah Burdah terdapat  sendiri memiliki nilai spiritualitasnya tersendiri,  sebagaimana diketahui kata spiritualitas berasal dari kata “spritus” yang berarti nafas, udara, angin, semangat, kehidupan, dan mencakup makna kiasa tentang semangat yang mendasari tindakan manusia . Selain itu “spirit” juga mengandung entitas immaterial atau makhluk halus. Menurut Burkhadt, menyatakan bahwa aspek spiritualitas meliputi hubungan dengan yang tidak diketahui, pencarian arti hidup, kesadaran diri, dan keterikatan dengan Yang Maha Tinggi. Konsep spiritual berfokus pada keharmonisan dengan dunia luar dan pencarian jati diri. Qasidah Burdah sendiri mencerminkan spiritualitas yang menghubungkan semua aspek kehidupan, memberikan makna lebih dalam melalui kecerdasan spiritual. Kebutuhan spiritual ini adalah satu metode petunjuk kehidupan manusia dalam menegakkan keyakinan dan ibadah kepada tuhannya, tujuan hidup yang lebih baik serta,cinta dan pengampunan yang diharapkan kepada sang pencipta,agar bisa menjadi individu yang lebih baik dengan kematangan reliugitas individunya.

Bait-bait Burdah terdiri dari 169 bait  diantaranya mencakup tentang, cinta sang kekasih, hawa nafsu, pujian kepada Nabi kelahiran Nabi SAW. Mukjizat Nabi SAW., Al-Qur’an, peristiwa Isra’ Mi’raj, jihad dan yang terakhir penutup dan permohonan ampun. Berikut kutipan salah satu puisi Al- Bushiri atau yaitu Qasidah Burdah ,disyarahkan dalam Syarah Bajuri[v], Pada bait ke 30-34 mengisahkan tentang kemulian Rasulullah SAW dalam menegakkan agama Islam atau pada bagian ketiga tentang pujian kepada Nabi SAW.,  pujian tersebut diantaranya menggunakan  metafora alam. Sebagaimana Al Bushiri menyatakan Hal tersebut dalam Qasidah yang berbunyi :

ظَلَمْتُ سُنَّةَ مَنْ أَحْيَا الظَّلَامَ[vi] إِلَى ۞ أَنِ اشْتَكَتْ قَدَمَاهُ الضُّرَّ مِنْ وَرَم

وَشَدَّ مِنْ سَغَبٍ[vii] أَحْشَاءَهُ وَطَوَى ۞ تَحْتَ الحِجَارَةِ كَشْحاً مُتْرَفَ الأَدَم

وَرَاوَدَتْهٌ الجِبَالُ الشُّمُّ مِنْ ذَهَـبٍ ۞ عَنْ نَفْسِهِ فَأَرَاهَا أَيَّمَا شَمَمِ

وَأَكَّدَتْ زُهْدَهُ فِيهَا ضَرُورَتُهُ ۞ إنَّ الضَرَورَةَ[viii] لَا تَعْدُو عَلَى العِصَمِ

وَكَيْفَ تَدْعُو إلَى الدُّنْيَا ضَرُورَةُ مَنْ ۞ لَوْلَاهُ لَمْ تُخْرَجِ الدُّنْيَا مِنَ العَدَمِ

مُحَمَّدٌ سَيِّدُ الكَوْنَيْنِ وَالثَّقَلَيْنِ ۞ وَالفَرِيقَيْنِ مِنْ عُرْبٍ وَمِنْ عَجَمِ

Kutinggalkan sunnah Nabi yang menghidupkan kegelapan hingga ۞ kedua telapak kakinya mengadu kesakitan karena bengkak.

Dan mengencangkan pinggangya karena lapar ۞ dan mengikatkan batu pada perut yang halus kulitnya.

Gunung-gunung yang tinggi dari emas merayunya ۞ Namun beliau tolak, dengan penuh rasa bangga.

Kebutuhan mendesaknya itu menguatkan zuhudnnya terhadap gunung-gunung ۞  sesungguhnya kebutuhan mendesak itu tidak mengalahkan penjagaan Allah.

Bagaimana kebetuhan mendesaknya seseorang itu mengajak kepada dunia ۞  andai tanpa dia dunia tidak dikeluarkan dari ketiada’an.

Muhammad adalah pemimpin dua alam ۞ dua makhluk dan dua bangsa yaitu arab ajam

 

…….

Uraian tokoh Al-Bushiri yang wafat pada tahun 1294 M, sekita 662 tahun setelah wafat Nabi Muhammad SAW ini jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, Indonesia saat itu masih dalam situasi terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah Kerajaan Majapahit yang terletak di Kabupaten Blitar, wilayah saat ini menjadi Jawa Timur. Sebagai Kerajaan baru berpusat di dekat Mojokerta, Di bawah pimpinan raden Wijaya sebagai Raja pertama yang telah mengalahkan Jayakatwang pada tahun 1293 M. Pada tahun ini merupakan tahun ditegakkannya Kerajaan Majapahit serta mencatatkan tentang prasasti kuadu yang menggambarkan pelariannya dari ancaman Jayakatwang. Kemudian pada tahun 1204 M menjadi tahun periode awal dari periode Majapahit yang diperkuat setelah runtuhnya Kerajaan Singgasari. 


[i] Setiawan, E. (2015). Nilai-nilai religius dalam syair shalawat Burdah. LiNGUA: Jurnal Ilmu Bahasa Dan Sastra, 10(1), 1-8. Hal 3

[ii] Menurut Baharun Kata burdah sebenarnya memiliki arti berupa mantel dari wol yang dapat dipakai sebagai jubah diwaktu siang dan dipakai sebagai selimut di malam hari (Setiawan, E Hal 3)

[iii] Solikin, A. (2015). Nilai-nilai Spiritual Sufistik Qasidah Burdah dalam Meningkatkan Religiusitas. Anterior Jurnal15(1), 21-29. Hal  26

[iv] Solikin, A. (2015). Nilai-nilai Spiritual Sufistik Qasidah Burdah dalam Meningkatkan Religiusitas. Anterior Jurnal15(1), 21-29. Hal  23

[v] Kamus al munawwir, hal 822 لظلام Kegelapan

[vi] Kamus al munawwir, hal 635 سغب  Lapar

[vii] Kamus al munawwir, hal 939  العصمperlindungan

[viii] Kamus al munawwir, hal 819 الضرورة   terpaksa 

*** * ***

Esai Mahasiswa 2: 

 

Imam Bushiri yang puisinya berawal dari mimpi, berakhir mendunia  pada Kesultanan Mamalik dan Puisi-puisi Hikmahnya

Oleh : Zalfa Taqiyuddin Rafif A

 

Muhammad bin Sa’id bin Hamad Ad-Dilasi (608H/1212M–695H/1294M), yang biasa kita kenal Imam Bushiri, berasal dari maroko, tetapi leluhurnya menetap di desa Dilas atau Bushir. Dikatakan bahwa salah satu orang tuanya berasal dari Bushir dan yang lain dari Dilas. Oleh karena itu, ia kadang dinisbatkan kepada yang pertama dengan nama Al-Bushiri dan kadang kepada yang kedua dengan nama Ad-Dilasi. Ada pula sebutan ketiga yang merupakan gabungan keduanya, yaitu Ad-Dilasiri, tetapi ia lebih dikenal sebagai Al-Bushiri. Ia menulis beberapa pujian terhadap Nabi Muhammad SAW yang mencerminkan kecenderungan sufistik, mengikuti cara Abu Al-Hasan Al-Syadzili, karena ia adalah salah satu muridnya. Ia juga pernah berguru kepada Abu Al-Abbas Al-Mursi di Iskandariyah untuk beberapa waktu dan wafat di sana. Ia mempelajari ilmu fikih di Mesir dan bekerja dalam administrasi pemerintahan sebelum berguru kepada Al-Syadzili dan Al-Mursi. Ia pernah bekerja di kantor Diwan Al-Insha’ (kantor surat-menyurat resmi negara) dan mengalami kehidupan sebagai pegawai dan seorang sufi. Ia juga pernah menjadi pejabat di wilayah Syarqiyyah dan tinggal di Belbeis.[i] Imam Bushiri wafat di Mesir pada 694 H/1294 M[ii]

Puisi-puisi Al-Bushiri dikenal sederhana dan dapat dihafal dengan mudah, sehingga menjadi populer di kalangan masyarakat. puisi-puisi nya mencerminkan kehidupan masyarakat pada masa Al-Bushiri, termasuk kondisi para pegawai pada era Mamluk. Bahkan, beberapa aspek yang digambarkan mungkin sesuai dengan keadaan pegawai pada abad ke-20 di Mesir. Imam Busihiri juga membuat puisi yang menggambarkan keadaan pribadinya,dan kondisi rumah tangganya, Imam Bushiri juga membuat puisi maddah (pujian) yang di tujukan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.[iii] Al-Bushiri memiliki tiga madah nabawiyah utama:

1.     Al-Burdah

2.     Al-Hamziah

3.     Al-lamiyah

 

Dan karya fenomenal Imam Bushiri adalah Qosidah Burdah, Imam Bushiri menyusun Al-Burdah setelah ia bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpi tersebut, rasa cinta kepada Nabi berubah menjadi melodi yang menyatu dalam pujiannya, sehingga ia bershalawat, beribadah kepada Allah, dan memohon dengan penuh kerendahan hati. Ia menggunakan ungkapan-ungkapan dan makna sufistik dalam karyanya. Shalawat kepada Nabi menjadi bagian utama dari puisinya, yang sering kali diulang dalam Al-Burdah. Ia memohon kepada Allah agar bershalawat dan memberikan kedamaian kepada Nabi SAW.

            Menurut noor izzati dalam artikelnya, Alasan Imam Bushiri menulis Qosidah Burdah “Sebab saya mengarang qashidah-qashidah dalam hal memuji Nabi saw. utusan Allah Swt. di antaranya adalah atas usulan teman saya Zainuddin Ya’qub bin Zubair, suatu ketika saya terkena sakit lumpuh (stroke). Maka saya berfikir untuk mengarang qashidah Burdah ini, dan saya mohon pertolongan kepada Allah Swt. dengan Qashidah Burdah ini agar menyembuhkan saya. Saya ulang-ulang membacanya, saya berdoa, bertawassul, dan memohon kemudian saya tidur bermimpi Nabi Saw. maka beliau mengusap wajahku dengan tangannya yang penuh berkah dan memberikan aku sebuah burdah (selimut), maka aku terjaga dan mendapatkan dalam diriku kekuatan untuk bangun, maka aku dapat berdiri dan keluar dari rumah, aku tidak memberitahu kepada siapapun”. Adapun sumber lain menyebutkan bahwa Albushiry hidup pada masa transisi peralihan kekuasaan dari Dinasti Ayyubiyah ke Dinasti Mamluk Bahri. Masa ini adalah masa pergolakan politik yang tak ada henti-hentinya, kemerosotan akhlak melanda hampir seluruh negeri, para pejabat pemerintahan mengejar kedudukan dan kemewahan. Pada masa yang suram inilah kemudian muncul QB sebagai reaksi terhadap situasi politik, sosial, dan budaya yang terjadi pada masa itu. Al bushiry menyusun qashidahnya tersebut dimaksudkan agar umat islam mencontoh kehidupan nabi dalam mengendalikan hawa nafsu dan kembali ke ajaran agama yang murni , alquran dan hadis.[iv]

            Qasidah Burdah terdiri dari 160 bait dan terbagi menjadi 10 pasal sebagai berikut

Pasal Satu: Ungkapan Cinta dan Senandung Rindu.

Pasal Dua: Peringatan Dari Godaan Hawa Nafsu.

Pasal Tiga: Sifat Kemuliaan Dan Keagungan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pasal Empat : Kelahiran Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pasal Lima : Mu’jizat Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pasal Enam: Kemuliaan dan Keagungan Kitab Suci Al-Qur’an.

Pasal Tujuh: Perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pasal Delapan: Perjuangan Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pasal Sembilan: Tawasul Kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Pasal Sepuluh: Bermunajat Menyampaikan Hajjat bait

            Dan berikut adalah salah kutipan bait dari syiir Imam Bushiri yaitu Qosidah Burdah, Qosidah yang terus Terkenal hingga saat ini, bahkan sudah di terjemahkan dari berbagai Bahasa seperti Persia, Turki, Urdu, Punjabi, Swahili, Pashto, Indonesia, Melayu, Sindhi, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia.[v]

يَا أَكْرَمَ الْخَلْقِ مَالِي مَنْ أَلُوذُ بِهِ

سِوَاكَ عِنْدَ حُلُولِ الْحَادِثِ العَمَمِ

 

وَلَنْ يَضِيقَ رَسُولَ اللَّهِ جَاهُكَ بِيْ

إِذَا الْكَرِيمُ تَجَلَّى بِاسْمِ مُنْتَقِم

 

فَإِنَّ مِنْ جُودِكَ الدُّنْيَا وَضُرَّتَهَا

وَمِنْ عُلُومِكَ عِلْمَ اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ

 

يَا نَفْسُ لَا تَقْنَطِيْ مِنْ زَلَّةٍ عَظُمَتْ

إِنَّ الْكَبَائِرَ فِي الغُفْرَانِ كَاللُّمَمِ

 

لَعَلَّ رَحْمَةَ رَبِّي حِيْنَ يَقْسِمُهَا

تَأْتِي عَلَى حَسَبِ الْعِصْيَانِ فِي الْقِسَمِ

 

يَا رَبِّ وَاجْعَلْ رَجَانِيْ غَيْرَ مُنْعَكِسٍ

لَدَيْكَ وَاجْعَلْ حِسَابِيْ غَيْرَ مُنْخَرِمٍ

 

 

وَالْطُفْ بِعَبْدِكَ فِي الدَّارَيْنِ إِنَّ لَهُ

صَبْرًا مَتَّى تَدْعُهُ الهْوَالُ يَنْهَزِمِ

 

 

Artinya…

“Wahai semulia-mulia makhluk, tidak ada seorang yang bisa melindumgiku selain engkau # pada ketika datangnya bahaya yang menimpa semua makhluk (hari kiamat)”

“Tidak akan sempit (habis) Ya Rasulullah! Derajat keagunganmu dengan sebab menolongku ketika Allah Yang Maha Pemurah # yang bersifat sebagai Tuhan Yang Maha Penyiksa (di hari kiamat)”

“Sesungguhnya karena kedermawananmulah adanya dunia dan madunya (akhirat) # dan dari ilmu-ilmu mu lah ilmu yang ada dalam Lauhul Mahfuz dan qolam”

“Wahai diri (ku) janganlah engkau berputus asa dikarenakan dosa besar # Karena sesungguhnya dosa-dosa besar itu dalam ampunan Tuhan bagaikan dosa kecil”

“Semoga rahmat Tuhanku ketika membagi rahmat-Nya # rahmat itu akan datang sesuai dengan ukuran dosaku (sehingga dosa-dosaku habis dengan ampunan itu)”

“Wahai Tuhanku, jadikanlah harapanku ini tidak terbalik (tertolak) # di hadapanmu dan semoga engkau jadikan sangkaanku (keyakinanku kepadamu) tidak terputus”[vi]

“Dan belas kasihanilah hambamu ini di dunia dan di akhirat, sesungguhnya hambamu # ini mempunyai kesabaran yang apabila datang bencana kepadanya suka mundur (tidak sabar)”

Uraian tokoh Imam Bushiri yang wafat pada tahun 1294M, 662 tahun setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, yang berarti 6 abad setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, jika di kontekskan dengan indonesia, pada saat itu Indonesia sedang di pimpin oleh Kerajaan majapahit yang berdiri pada tahun 1293M, Kerajaan Majapahit adalah kerjaan Hindu Budha yang berpusat di jawa timur, yang wilayah kekuasaannya sangat luas meliputi Jawa, Sumatra, Semenanjung, Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur, dan saat ini Kerajaan Majapahit menjadi daerah Mojokerto dan jombang.[vii]

  


[i]  Dr. Zaghoul Salam Judul Buku Al Adab Fi Al ‘Ashri Mamalik Jilid.1, 1971. Hlm. 4265

[ii] Taufiq Hakim, Tafsir Jawa Qashidah Burdah Al-Bushiri: Ajaran Kiai Sholeh Darat Tentang Nilai Dan Kesadaran Etis-Eskatologis

[iii] Dr. Zaghoul Salam Judul Buku Al Adab Fi Al ‘Ashri Mamalik Jilid.1, 1971.

[iv] Nor Izzatil, Hasanah (2016) Pendidikan Karakter dalam Qasidah Burdah Karya Imam Al-Bushiry

[v] Nor Izzatil, Hasanah (2016) Pendidikan Karakter dalam Qasidah Burdah Karya Imam Al-Bushiry.

[vi] Nor Izzatil, Hasanah (2016) Pendidikan Karakter dalam Qasidah Burdah Karya Imam Al-Bushiry

 

Esai Mahasiswa 3: 

Kisah Perempuan Hebat: Aisyah dan Karyanya yang Luar Biasa

Oleh: Riki Umar Renaldi 

Aisyah Al-Ba'uniyah wafat pada hari keenam belas Dhū al-Qa'dah, 922/1517) adalah seorang guru Sufi dan penyair. Ia adalah salah satu dari sedikit mistikus wanita Islam abad pertengahan yang telah mencatat pandangan mereka sendiri dalam tulisan, dan ia "mungkin menulis lebih banyak karya dalam bahasa Arab daripada wanita lain mana pun sebelum abad kedua puluh."  Beberapa karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada abad ke-21. "Dalam dirinya, bakat sastra dan kecenderungan Ṣūfi keluarganya mencapai puncaknya." Ia lahir dan wafat di Damaskus. Sumber: wikipedia

Ayahnya Yūsuf (lahir di Yerusalem, 805/1402 – meninggal di Damaskus, 880/1475) adalah seorang qadi di Safed, Tripoli, Aleppo, dan Damaskus, dan anggota keluarga al-Bāʻūnī terkemuka , yang terkenal sepanjang abad lima belas karena para cendekiawan, penyair, dan ahli hukumnya. Ia yakin lahir dalam keluarga cendekiawan terkemuka. Kakeknya, Ahmad ibn Nasir, adalah seorang pengkhotbah terkemuka dan hakim Syafi'i di Damaskus dan Yerusalem, yang dikenal sebagai "Syekh ash-Shuyukh" (Master Para Ulama). Seperti saudara-saudaranya, 'Ā'ishah diajari terutama oleh ayahnya, bersama dengan anggota keluarga lainnya, mempelajari Al-Qur'an, hadits, yurisprudensi, dan puisi, dan menurut klaimnya, pada usia delapan tahun, 'Ā'ishah adalah seorang hafiza (dia telah menghafal Al-Qur'an).

Setelah itu, ia datang ke Mesir dan belajar bersama ulama Abu al-Abbas al-Qastalani, komentator al-Bukhari. Kemudian dia mengabdikan dirinya untuk mengajar dan menulis, dan banyak orang mendapat manfaat dari ilmu dan kebajikannya. Kemudian ia pindah ke rumah yang tersisa setelah meninggalkan karya, kitab Al-Fath Al-Mubin, pujian untuk Al-Amin, yang merupakan penjelasan puisinya yang ia gubah dalam 'Ilm Al-Badi' dengan gaya. Ibnu Hajjah, dan kitab Fayd Al-Fadl yang merupakan kumpulan puisi pujian Nabi, dan sumber terbaik dalam Maulid Al-Asna yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW. itu termasuk bagian prosa dan sajak.[i]

Menurut Th. Emil Homerin kronologi karya aisyah belum diketahui, dan sebagian besar karya-karyanya ada yang hilang. Namun terdapat beberapa karya aisyah yang diketahui, yaitu:

  • Dīwān al-Bā'ūniyyah (kumpulan puisi)
  • Durar al-ghā'iṣ fī baḥr al-Mu'jizāt wa 'l-kha-ṣā'iṣ (Mutiara Penyelam, di Lautan "Keajaiban dan Keutamaan")
  • al-Fatḥ al-ḥaqqī min fayḥ al-talaqqī (Inspirasi Sejati, dari Parfum Pembelajaran Mistik yang Tersebar') (hilang)
  • al-Fatḥ al-mubīn fī madḥ al-amīn (Inspirasi yang jelas, tentang pujian kepada orang yang dapat dipercaya)
  • al-Fatḥ al-qarīb fī mi'rāq al-ḥabīb (Inspirasi Langsung, pada Kenaikan Sang Kekasih) (hilang)
  • Fayḍ al-faḍl wa-jam' al-shaml (Emanasi Rahmat dan Terhimpunnya Persatuan)
  • Fayḍ al-wafā fī asmā' al-muṣṭafā (Emanasi Kesetiaan, pada Nama-nama Orang Terpilih) (hilang)
  • al-Ishārāt al-khafiyyah fī 'l-Manāzi al-'aliyyah (Tanda-Tanda Tersembunyi, di "Mata Yang Mulia") (hilang) 

Adapun karya puisi fonumenal aisyah al-ba’uniyah adalah al-fath almubin fi madhi al-amin, penulis kitab Ad-Durr Al-Manthur menyebutkan bahwa ia memiliki sebuah diwan (kumpulan puisi) yang indah dalam pujian-pujian kepada Nabi Muhammad (), penuh dengan keindahan dan kelembutan. Selain itu, ia juga menulis sebuah maulid Nabi yang agung, yang mencakup keistimewaan dalam bentuk puisi dan prosa[ii] 

Adapun karya lain yang ditulis oleh aisyah al-ba’uniyah berupa diwan al-ba’uniyah bahwa didalamnya berisi kandungan pujian atau qoshidah tentang pujian terhadap Rasulullah saw. Sebagaimana berikut:

 

لِصَلَاةٌ عَلَيْكَ يَا شَمْسَ الْكَمَالِ# الصَّلَاةُ عَلَيْكَ يَا بَدْرَ الْجَمَالِ[iii]

الصَّلَاةُ عَلَيْكَ مِنْ مَوْلَى الْمُوَالِي# دَوَامًا مَا بَدَا نُورُ الْهِلَالِ  

رَسُولِ اللَّهِ يَا طَوْرَ الشُّهُودِ# وَيَا عَيْنَ الْمُرَادِ مِنْ الْوُجُودِ[iv]

تَصَدَّقْ مِنْهُ بِوَفَاءِ جُودٍ# يَبْلُغُنِي مَقَامَا الرِجاَلِ      

Doa menyertaimu, wahai matahari kesempurnaan # Doa menyertaimu wahai bulan purnama yang indah

Salam sejahtera dari tuanku yang setia # Cahaya bulan sabit selalu muncul

Rasulllah, wahai bukit saksi # Wahai mata yang menjadi tujuan dari keberadaan

Berilah sedekah dengan ketulusan kemurahan hati # Yang akan membawaku mencapai kedudukan para lelaki utama 

Uraian tokoh aisyah al-ba’uniyah yang wafat pada tahun 1517 M, jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, pada saat itu, Indonesia sedang mengalami periode transformasi yang signifikan dalam sejarahnya. Sebelum masuknya Islam, wilayah-wilayah di Indonesia (seperti Jawa, Sumatera) dipimpin oleh kerajaan-kerajaan Hindu dan Buddha. Kerajaan-kerajaan ini memiliki sistem pemerintahan dan struktur sosial yang didasarkan pada ajaran Hindu dan Buddha. Pemimpinnya biasanya disebut raja, dan mereka dianggap memiliki kekuatan dunia lain yang dekat dengan dewa-dewa.

Ketika Islam mulai menyebar di Nusantara, terjadilah perubahan besar. Para pemimpin Islam (Sultan) mulai menggantikan raja-raja Hindu-Buddha. Perubahan ini tidak terjadi dengan kekerasan. Kemudian terdapat Kerajaan Demak di Jawa Tengah, di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana(1521), berada pada masa kejayaan dan menjadi kerajaan Islam pertama yang kuat di Jawa. Proses Islamisasi yang berlangsung intensif di berbagai wilayah Nusantara, dengan para wali (Walisongo) masih memiliki pengaruh yang kuat dalam penyebaraan gamaIslam, khususnya di Jawa.Secara ekonomi, pelabuhan-pelabuhan di Nusantara,

Secara ekonomi, pelabuhan-pelabuhan di Nusantara, khususnya Malaka, masih menjadi pusat perdagangan internasional yang strategis. Rempah-rempah mulai menarik perhatian bangsa Eropa, terutama Portugis, yang kemudian akan mempengaruhi dinamika perdagangan dan kolonisasi di wilayah ini. Dalam konteks kekuasaan, kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha perlahan terdesak oleh kerajaan-kerajaan Islam, yang menandai transformasi sistem pemerintahan dari menunjukkan kerajaan Hindu-Buddha menuju sistem kesultanan Islam. 


[i] Al-zayyat, Tarikh adab al-araby hal 303-304

[ii] al-fath almubin fi madhi al-amin, hal 8 darul kinan

[iii] Jamala yang berarti: bagus, cantik, elok. Kamus al-munawwir hal: 210

[iv] Diwan al-ba’uniyah bab الصلاة عليك يا شمس الكمال

*** * *** 




Leave a Comment