| 0 Comments | 489 Views
Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Prosa Jahiliyyah (450-610)
Esai 1:
Eksistensi Amtsal Sebagai Wadah Persebaran Informasi
Berita Peristiwa yang Mengandung Hikmah dan yang Membantah Istilah Zaman
Jahiliyyah
Inni Farhani (22101010004)
Esai ini membahas topik Sejarah sastra Arab klasik pada periode Jahiliyyah dalam kurun waktu antara tahun 450 sampai
dengan tahun 610 Masehi. Pada periode
ini lahir banyak sekali tokoh-tokoh sastra / penyair/ prosais. Diantaranya Imru’ Al-Qais Al-Kindi (w. 544 Masehi) dan Zuhayr ibn Janab (w.
564 Masehi). Topik yang akan dibahas paper ini adalah mengenai salah satu
cabang karya sastra Arab berupa prosa, yaitu amtsal yang pada masa itu
digunakan dan berfungsi sebagai media penyebaran informasi berita terkait
peristiwa-peristiwa yang di dalamnya terkandung hikmah atau pelajaran, guna
menanamkan nilai akhlak dan sebagai norma dalam bertingkah laku antar sesama
manusia pada masa Arab Jahiliyyah. Dalam bukunya Sastra Arab Masa Jahiliyah dan Islam, H. Wildana Wargadinata, Lc., M.Ag dan Laily
Fitriani, M. Pd menerangkan bahwa, “dalam sejarah sastra Arab, matsal mengalami
nasib yang lebih baik dibanding kisah, karena matsal lebih ringkas dan lebih
mudah dihafal. Sehingga banyak warisan matsal jahiyah yang masih terpelihara
sampai masa tadwin atau masa pembukuan. Bangsa Arab mulai bergegas membukukan
matsal sejak pertengahan abad pertama
hijriyah”.
Topik tentang amtsal
sebagai wadah penyebaran informasi berita peristiwa-peristiwa ber-hikmah sebagaimana
ditulis di paragraf
pertama dalam penelusuran artikel berbahasa Indonesia dibahas bahwa amtsal difaktori oleh unsur-unsur budaya.
Diantara kondisi sosial dan budaya orang-orang Arab Jahiliyyah adalah mereka
buta huruf dan menganggap aktivitas membaca dan menulis adalah sesuatu yang
rumit. Mereka lebih senang untuk menghafal segala sesuatu. Itulah salah satu
faktor bahwa amtsal ini sangat digandrungi pada masa Jahiliyyah. Persebarannya
sangat pesat dan cepat karena mengandalkan lisan. Informasi terkait peristiwa
apapun, sangat mudah tersebar dengan media amtsal. Sedangkan dalam penelusuran artikel berbahasa Inggris topik ini dibahas dengan tidak begitu rinci. Dalam
salah satu referensi yang saya temukan, permasalahnya adalah karya sastra Arab
cukup rumit untuk dikaji dan dipahami. Itulah yang menjadikannya tidak
terjangkau oleh para penulis. Karena nilai kesusastraan bahasa Arab sangat unik dan rumit. Padahal, Jadi, dalam buku dan artikel berbahasa Inggris
hanya menganalisis dari segi linguistiknya saja, atau langsung menerima
makna-makna dari karya sastra Arab dari orang-orang Arab. Topik
ini dalam penelusuran artikel berbahasa Arab lebih luas dan lebih terperinci terkait amtsal ini.
Karena tentu saja topik ini menjadi kajian dan perhatian khusus bagi
orang-orang Arab. Dalam salah satu referensi Arab disebutkan bahwa Prosa yang
salah satunya adalah amtsal memiliki peran penting dalam mempengaruhi
orang-orang pada saat itu. Yang mana pengaruh ini tentu saja berupa pengaruh
yang baik.
Salah satu upaya penanaman karakter bangsa
Arab pada saat itu adalah dengan menggunakan amtsal. Yaitu dengan menjadikan
peristiwa-peristiwa yang di dalamnya terdapat hikmah dan pelajaran sebagai
latar belakang dari sebuah matsal. Dengan tujuan agar mencegah peristiwa yang
buruk agar tidak terulang lagi dan menjadi motivasi agar peristiwa yang baik, tetap
diamalkan dan dilanjutkan . Bertumpu pada tujuan dan alasan ini, amtsal tidak
harus menggunakan diksi yang indah dan penuh nilai sastra. Apapun bentuk diksi
seseorang yang dikeluarkan ketika peristiwa itu terjadi adalah tetap disebut
sebagai amtsal. Jadi, yang bernilai sastra di sini bukan dari segi diksi,
melainkan makna tersirat latar belakang peristiwa yang terjadi.
Menurut Saddam Ali
Saleh Alfarraji dalam artikelnya yang berjudul Humanity Values Pre-Islamic
Prose, orang-orang Arab Jahiliyyah menggunakan nilai seni dari prosa
untuk menanamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam jiwa mereka. Prosa sangat
penting dalam mempengaruhi hakikat kehidupan dan perilaku masyarakat untuk
memberikan gambaran cerah yang menghilangkan kegelapan yang hampir mewarnai
zamannya oleh sebagian masyarakat pada masa itu.
Orang-orang Arab Jahiliyyah sangat menjunjung
sebagian dari nilai-nilai kemanusiaan. Itulah yang menjadikan amtsal ini
berhasil menjadi acuan dalam bertingkah laku dan nasehat bagi orang Arab
Jahiliyyah. Mereka tidak melihat sebuah peristiwa buruk sebagai angin yang
berlalu, melainkan dikutipnya dalam sebuah karya sastra yang kemudian tersebar.
Begitu juga dengan peristiwa baik, tidak yang dipandang begitu saja, namun
diabadikan dengan amtsal sebagai pengingat untuk melestarikannya. Diantara
fungsi-fungsi dari amtsal adalah untuk mempersatukan perpecahan dan memperbaiki
perselisihan, mendesak oknum-oknum tertentu untuk membayar pajak, membangun
kehangatan dan kasih sayang antar tetangga, menggalakkan kedermawanan, serta
memupuk solidaritas dan loyalitas (Saddam Ali Saleh Alfarraji, 2022).
Siti Mahwiah dalam artikel jurnalnya
yang berjudul Unsur-Unsur Budaya Dalam Amtsâl ’Arabiyyah (Peribahasa
Arab) mengutip pendapat Asy-Syaikh Ahmad
al-Iskandari dan Asy-Syekh Mushthafa ’Inani Bey mengenai pengertian matsal, bahwasanya
“Matsal ialah ungkapan yang digunakan secara popular untuk maksud menyerupakan
keadaan yang diceritakan (peristiwa I) dengan keadaan yang dimaksud (peristiwa
II)”. Oleh karena itu, amtsal dapat dikatakan sebagai alasan dari persebaran
informasi berita peristiwa pada masa Arab Jahiliyyah karena setiap peristiwa
yang melatari sebuah matsal akan tersebar dan menjadi popular. Mengingat
diksinya yang singkat dan padat, seseorang tidak akan mampu mengerti makna
tersiratnya tanpa mengetahui kejadian dan peristiwa apa yang melatari amtsal.
Jika bertumpu pada hal ini, maka dapat dikatakan amtsal adalah media persebaran
informasi terkait berita peristiwa pada masa Arab Jahiliyyah.
Salah satu contoh dari amtsal adalah مَوَاعِيْدُ
عُرْقَوْبٍ yang artinya, “Janji-janji si Urqub”. Lengkapnya َانَتْ مَوَاعِيْدُ عُرْقُوْبِ لَهَا مَثَلاً وَمَا مَوَاعِيْدُهَا إِلَّا الْأَبَاطِيْلُ.
Siti Mahwiah dalam artikel jurnalnya menguraikan, diduga kuat ada peristiwa
yang melatari matsal ini. Yaitu, sebelumnya terdapat seorang yang bernama Urqub
yang tidak bisa dipercaya dan selalu melanggar janjinya. Lalu kemudian, ketika
di kemudian hari terjadi peristiwa serupa, diucapkanlah kalimat matsal ini
dengan tujuan untuk mengingatkan agar seseorang tidak melakukan hal yang sama
sebagaimana yang dilakukan oleh Urqub yang selalu mengingkari janjinya.
Dengan upaya penanaman nilai karakter yang dilakukan orang-orang Arab Jahiliyyah, merubah bahkan membantah asumsi khalayak terkait zaman Jahiliyyah adalah zaman yang sangat gelap dan dengan tanpa secercah cahaya ataupun hal baik. Amtsal sebagai bukti dari sisi terang yang dimiliki oleh orang Arab pada masa itu. Paper ini memberikan pandangan baru terkait orang-orang Arab Jahiliyyah. Dan juga ada perspektif lain terkait peranan amtsal itu sendiri. Yaitu sebagai media persebaran informasi pada masa Arab jahiliyyah bagi orang-orangnya yang belum mengenal baca dan tulis. Argumen ini dikuatkan dengan sebagaimana yang dituliskan dalam jurnal Arabic Literature In The Islamic Period: Syi’ir And Natsar dituliskan, “During the Jahiliyya era, the writing world had not yet developed because they prioritized oral rather than written literature”. Yang artinya pada masa Jahiliyyah, dunia tulis menulis belum berkembang karena lebih mengutamakan sastra lisan daripada sastra tulis.
Esai 2:
Seorang Orator Terpopuler Pada Masa Jahiliyah : Quss bin Sa’idah Al-Iyadi (W.600M)
Khusnul Khamidiyah (NIM: 22101010022)
Esai ini membahas topik Sejarah Sastra Arab Klasik
pada periode pra-islam (jahiliyyah) antara tahun 450 M sampai dengan tahun 610
M. Pada periode ini lahir banyak sekali tokoh-tokoh sastra baik penyair maupun
prosais diantaranya adalah Quss bin Sa’idah Al-Iyadi(W.600M), Aktsam bin Shaifi (W.630M), ‘Uzza Salamah (49 SH-14
H), dan lainnya. Topik yang dibahas adalah Seorang Orator Terpopuler Pada Masa
Jahiliyah : Quss bin Sa’idah Al-Iyadi (W.600M)
Topik tentang Seorang Orator Terpopuler Pada Masa
Jahiliyah : Quss bin Sa’idah Al-Iyadi (W.600M).
Sebagaimana ditulis di paragraf pertama, dalam penelusuran artikel berbahasa
Indonesia baik dari buku milik Pak Wildana dan Bu Laily, buku milik Pak Cahya
Buana dan Artikel yang ditulis oleh Baba Jihan memberikan hasil yang hampir
sama dimana kesimpulannya adalah Quss bin Sa’idah Al-Iyadi (W.600M) mempelopori 3 hal, yang salah satunya adalah kalimat “Amma
Ba’du”. Dalam penelusuran berbahasa Inggris, dari dua artikel milik Marek
dan As-Saduq membuahkan kesimpulan bahwa sepanjang apapun umur seseorang, yang
mana dalam artikel milik Marek ini disebutkan bahwa Quss (W.600M) hidup selama 380 tahun dan dalam pendapat lain
menyebutkan selama 600-700 tahun lebih, akan tetap wafat pada masanya. Dalam
artikel milik As-Saduq disebutkan bahwa Nabi Saw ketika menunggu kedatangan
Quss (W.600M) di pasar Ukaz, ternyata saat itu Quss (W.600M) telah meninggal dunia dan Nabi Saw masih mengingat isi
khutbah milik Quss (W.600M) yang paling
masyhur. Dalam penelusuran berbahasa Arab, baik dari kitab milik Umar Farukh,
kitab milik Ahmad Ar-Rabi’ah dan satu artikel dari website milik Muhammad
Az-Zawbaniy, memberikan hasil bahwa Quss bin Sa’idah
Al-Iyadi (W.600M) adalah tokoh orator masa jahiliyyah yang masyhur dalam khutbah,
fashohah, dan balaghoh nya hingga melebihi orator-orator lain yang sezaman
dengannya. Namanya menjadi mendunia dan dijadikan contoh dalam berbagai
perumpamaan. Bahkan Rasulullah pernah terheran dengan keelokan kata-kata,
kalimat-kalimat dan uslub yang manis nan mengesankan yang digunakan oleh Quss (W.600M).
Quss bin Sa’idah Al-Iyadi (W.600M) memiliki nama lengkap Quss bin Sa’idah bin Hudzafah
bin Zufar bin Iyad. Adapun dalam website Kamus Mufrodat tertera bahwa
ada pendapat lain yang menyebutkan namanya lebih panjang lagi yaitu Quss bin
Sa’idah bin Amru bin Adi bin Malik bin Iid’aan bin An-Namir bin Wilah bin
Ath-Thamtsan bin Udz Manat bin Yaqdum bin Afsha bin Da’ma bin Iyad. Ada yang
mengatakan Quss (W.600M) berasal dari Bani
Iyad, ada pula yang mengatakan bahwa Quss (W.600M)
berasal dari Bani Robi’ah. Perbedaan semacam ini merupakan hal yang sangat
biasa, karena informasi yang didapat dari zaman jahiliyyah bermacam-macam.
Menurut Cahya Buana dalam bukunya yang berjudul Sastra
Arab Klasik Seri Jahiliyah, Quss bin Sa’idah (W.600M) meninggal sebelum kenabian. Ia merupakan orator paling
populer pada masa jahiliyyah. Quss bin Sa’idah (W.600M) adalah orator di pasar ukadz. Kemudian menurut Umar
Farukh dalam bukunya yang berjudul Tarikh Al-Adab Al-Arobiy bahwa esensi yang
terdapat dalam khutbahnya adalah tentang kezuhudan dan untuk takhwiif
atau menakut-nakuti. Sedangkan menurut Ahmad Ar-Rabi’ah dalam bukunya yang
berjudul Quss ibn Sa’idah Al-Iyadi, Quss (W.600M) merupakan salah satu orang pada masanya yang masih
berpegang teguh pada ajaran Nabi Isma’il, oleh karena itu ia mengajak
orang-orang Arab agar berpegang teguh pada agama nabi isma’il. Ia juga menyeru
agar bangsa Arab menjauhi penyembahan pada berhala-berhala dan mengajak mereka
untuk menyembah Sang Pencipta. Quss (W.600M) juga termasuk orang yang berpegang teguh pada tauhid
dan meyakini adanya kebangkitan di hari kemudian.
Selain sebagai orator, masyarakat juga menjadikannya
sebagai hakim dan ia memutuskan perkara di antara dengan bijak. Kata-kata
bijaknya yang tak diragukan lagi adalah, البَيِّنَةُ عَلَى
الـمُدَّعِي ، وَاليَمِيْنُ عَلَى مَنْ أَنْكَرَ yang artinya “yang menggugat
harus memiliki bukti dan yang menyangkal harus bersumpah”. Suatu
hari Quss (W.600M) datang dan mengunjungi Kaisar. Kaisar berkata padanya: Apa
sebaik-baiknya akal pikiran? Quss menjawab: Seseorang yang mengenali dirinya
sendiri. Lalu apa sebaiknya-baiknya Ilmu? Ia menjawab: sikap seseorang sesuai
ilmunya. Lalu apa sebaik-baiknya muruah (marwah)? Seseorang yang menjaga
kehormatan dirinya. Lalu apa sebaik baiknya harta? Ia menjawab: yang diberikan
sesuai haknya. Hal ini merupakan bukti begitu bijaknya Quss (W.600M) dalam menjawab pertanyaan tersebut. Quss (W.600M)
sebenarnya juga merupakan penyair masa Jahiliyyah, namun karena kecakapannya
dalam berorasi menjadikannya sebagai tokoh populer dalam bidang khitobah. Quss (W.600M) disebut
masyhur atau populer karena khutbah, kefasihannya dan penyampaiannya yang
melebihi orator-orator lain pada zaman itu.
Khutbahnya yang tidak bertele-tele dan sangat berpengaruh menjadikannya digemari oleh Masyarakat masa itu. Bahkan, suatu saat ketika Quss (W.600M) sedang berpidato di pasar Ukaz, dan Nabi Saw (571 M-632 M) sebelum kenabiannya mendengar pidato tersebut, Nabi Saw begitu terheran-heran dengan penyampaiannya. Yang mana kata-kata yang dipilihnya sangatlah bagus nan elegan, kalimat-kalimat hingga gaya bahasa (uslub) yang digunakannya juga sangat indah dan mengesankan. Adapun Quss (W.600M) juga menjadi pelopor hal-hal berikut, Quss (W.600M) merupakan orang pertama yang menggunakan kalimat أما بعد, kemudian ia jugalah yang pertama kali melakukan khutbah dengan bersandar paada tongkat atau pedang, kemudian Quss (W.600M) juga yang pertama kali mengatakanمن فلان بن فلان إلى فلان بن فلان , kemudian yang terakhir adalah kata-kata bijaknya yng terdapat di pembahasan diatas. Berikut adalah khutbah Quss (W.600M) yang paling masyhur,
أيها الناس، اسمعوا
وعوا، من عاش مات، من مات فات، وكل ما هو ات ات، ليل داج ونهارساج، وسماء دات
أبراج، ونجوم تزهروبحارتزخر وجبال مرسات وأرض مدحاة، وأنهار مجرات إن في السماء
لخبرا وإن في الأرض لعبرا ما بال الناس يذهبون ولايرجعون ؟ أرضوا فأقموا أم تركوا
فناموا تبا لارباب الغفلة من الأمم الخالية والقرون الماضية. يا معشرإياد...أين
الأباء والأجداد؟...
Artinya: Wahai manusia dengarlah, pahami dan sadarlah.
Barangsiapa yang hidup pasti akan mati, dan barangsiapa yang mati akan
terlupakan. Segala yang akan datang pasti datang. Malam
yang gelap gulita, siang yang terang benderang, langit yang berbintang, bintang
yang gemerlapan, laut yang pasang, gunung yang kokoh, bumi yang terbentang dan
sungai yang mengalir, sungguh pada langit itu ada bukti-bukti penciptaan yang
agung dan pada bumi ada pelajaran. Kenapa gerangan manusia-manusia itu pergi
dan tak mau kembali? Mereka kerasan berada di suatu tempat kemudian menetap?
Ataukah dibiarkan kemudian mereka tidur? Apakah
mereka ridha lalu menetap atau ditinggalkan lalu mereka tidur? Celakalah
orang-orang yang lalai dari umat-umat terdahulu. Wahai Bani Iyad, di mana nenek
moyang kalian? Di mana pula Fir’aun-fir’aun yang kejam-kejam itu?
Dalam pidato ini, tersimpan
banyak keistimewaan-keistimewaan di dalamnya, seperti: di permulaan kalimatnya
sudah sangat jelas dapat di perhatikan terkait adanya bentuk kalam insya’ yang
berupa nida’ , hal ini merupakan contoh adanya balaghoh dalam pidato
tersebut. Kemudian kalimat yang digunakan sangatlah lugas dan sangat mudah di
fahami. Dan dalam khutbahnya yang sangat singkat itu juga banyak pesan di
dalamnya, seperti kalimat tentang kematian yang mana semua orang benar-benar akan merasakan itu, bahkan dalam pidato tersebut
Quss (W.600M) juga melontarkan sebuah pertanyaan yang berbunyi “kemana
perginya nenek moyang itu? Dimana pula
fir’aun-fir’aun yang kejam itu?...” yang artinya bahwa semua orang akan
mati pada waktunya. Demikian merupakan keistimewaan khutbah Quss bin Sa’idah
Al-Iyadi (W.600M).
Daftar Pustaka
Wargadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2018. Sastra
Arab Jahiliyyah dan Islam. Malang:UIN Maliki press.
Buana, cahya. 2021. Sastra Arab Klasik Seri
Jahiliyah. Batu:Literasi Nusantara
Farukh, umar. 1981. Tarikh al Adab Al-arobiy,
Beirut: Dar al ilmi lil malayin
Jihan, Baba. 2018. Quss bin Sa'idah, dan Orasi Terkenalnya di Pasar Ukaz dalam Website Kamus Mufradat . Diakses
pada 22 September 2023
Rabi’ah, Ahmad. 1974. Quss Ibn Sa’idah
al-Iyadi. Baghdad: Jami’ah Baghdad
Az-Zawbaniy, Muhammad. 2022. شرح خطبة قس بن ساعدة - موضوع (mawdoo3.com). Diakses pada 21 Desember 2023
Leave a Comment