| 0 Comments | 144 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Prosa Arab Masa Shadr al-Islam (610-661)

"Seribu Satu Tautan Sastra Arab Klasik Era Shadr al-Islam"

Kumpulan Esai Mahasiswa

Esai Mahasiswa 1: 

Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ) sebagai Teladan Retorika

Prosa Arab di Shadr al-Islam

Oleh Muhammad Tusra

Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ) adalah khalifah pertama dari Khulafaur Rasyidin, dan orang pertama dari kalangan laki-laki yang beriman kepada Rasulullah . Beliau lahir di Mekah pada tahun 51 sebelum Hijriyah. Beliau tumbuh menjadi salah satu tokoh terkemuka Quraisy, seorang yang kaya raya dari kalangan bangsawan, dan ahli dalam silsilah kabilah. Pada masa kenabian, beliau memiliki banyak peran penting, menyaksikan berbagai peperangan, menanggung berbagai kesulitan, dan mengorbankan harta di jalan Allah untuk membela Rasulullah .Demikian uraian muqaddimah Hasni Ahmad Ali Abu Kattah Ad-Darawis dalam Artikelnya Min Balaghah Khithab Inda Abi Bakr Ash-Shiddiq رضي الله عنه .[i]

Menurut Masaili Ablah pada Tesisnya Khithabah fi Shadr al-Islam-Khutaba Abi Bakr Ash-Shiddiq unmudzaja dirasah fanniyyah maudhuiyyah dalam perspektif Sastra Arab khususnya pada masa Shadr al-Islam.Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ) terkenal sebagai salah satu orator paling menonjol pada era ini, yaitu Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ), kekayaan khutbah beliau yang mencakup semua bentuk kefasihan dan retorika[ii].

Dalam Lisan al-Arab karya Ibn Manzur pada materi "خطب", kita menemukan bahwa: "خطب فلان" berarti dia menjawab, dan "أخطبه" berarti dia menjawabnya juga. Sedangkan khitab dan mukhathabah adalah komunikasi verbal, artinya berbicara dengan seseorang. "خطب على المنبر" berarti memberikan khutbah di mimbar (dengan huruf dhammah pada huruf kha), sementara "خَطَبَتِ المرأة" berarti seorang wanita bertunangan (dengan huruf kasrah pada huruf kha). Dalam Asas al-Balagah karya al-Zamakhshari, pada materi "خطب", dijelaskan bahwa "خاطبه" berarti berbicara dengannya dengan cara yang baik, yaitu berbicara secara langsung. "خطب الخطيب خطبة حسنة" berarti khatib memberikan khutbah yang baik. "اختطب القول فلانا" berarti dia mengajak seseorang untuk berbicara kepada mereka.

Dari definisi bahasa ini, dapat disimpulkan bahwa materi "خطب" berhubungan dengan percakapan yang mengandung perintah atau sikap yang bertujuan untuk menyampaikan pesan kepada orang lain dengan menggunakan gaya berbicara yang persuasif dan mempengaruhi, yang maknanya bisa berbeda tergantung konteksnya. Seperti halnya dalam ungkapan "خَطَبَتِ المرأة", yang menunjukkan makna terkait dengan pertunangan.

Secara istilah, khutbah adalah ungkapan tentang sesuatu di mana pendengar ditempatkan dalam situasi resmi yang berbeda dari percakapan sehari-hari. Biasanya khutbah mempererat hubungan antara pikiran dan hati pendengar di satu sisi, dan ide-ide yang disampaikan di sisi lain. Hal ini mengharuskan pembicara untuk memiliki pengetahuan yang luas agar dapat menyesuaikan dengan kondisi psikologis dan intelektual audiens.

Dari pengertian istilah ini, dapat dipahami bahwa khutbah adalah berbicara dengan bahasa yang fasih dan mudah, penuh dengan gaya argumen dan persuasi, yang bertujuan untuk mempengaruhi orang melalui khatib yang fasih berbahasa dan memiliki pengetahuan luas. Melalui khutbah, khatib mampu menarik minat orang untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka dan menjauhi hal-hal yang membahayakan mereka, baik dalam urusan agama maupun dunia. Oleh karena itu, disebutkan bahwa: "Khutbah adalah seni berbicara untuk tujuan persuasi dan pengaruh, yang mengharuskan teks khutbah jelas, kuat, dan terampil agar dapat menarik perhatian dan hati pendengar, yang pada gilirannya akan memenuhi tujuan persuasi dan pengaruh tersebut."[iii]

Pada masa awal Islam, muncul transformasi besar yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan, termasuk seni sastra, khususnya dalam khutbah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjadi khatib pertama yang menggunakan khutbah sebagai media dakwah untuk menyampaikan ajaran Islam secara bijaksana. Khutbah pada masa ini bersifat religius, seperti khutbah Jumat dan khutbah Haji Wada', yang terinspirasi dari Al-Qur'an dan melengkapi ajarannya.

Islam menyempurnakan seni khutbah dari masa jahiliah dengan menambahkan unsur kesakralan, menjadikannya media komunikasi yang lebih luas dan efektif untuk menyebarkan ajaran agama. Khalifah juga melanjutkan tradisi ini, menggunakan khutbah untuk menyampaikan kebijakan, menyerukan jihad, dan memperkuat solidaritas sosial.

Gaya bahasa khutbah pada masa ini sederhana, jelas, dan penuh hikmah, dengan kecenderungan singkat dan padat sesuai ajaran Islam. Selain berdakwah, khutbah juga berperan dalam mengatur hubungan masyarakat, membina keluarga, dan mempererat persatuan. Secara keseluruhan, khutbah berfungsi sebagai alat komunikasi penting yang menggambarkan kehidupan masyarakat Islam pada masa itu.[iv]

Berikut kutipan salah satu prosa khutbah dari Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ) pada saat dibaiat sebagai khalifah:

§       خطبة أبو بكر الصديق رضي الله عنه، لما بويع بالخلافة:

" تكلم أبو بكر رضي الله عنه، بعد أن بايعه الناس بالخلافة فحمد الله وأثنى عليه بالذي هو أهله ثم قال: أما بعد، أيها[v] الناس، فإني قد وليت عليكم، ولست بخيركم، فإن أحسنت فأعينوني، وإن أسأت فقوموني الصدق[vi] أمانة، والكذب خيانة. والضعيف فيكم قوي عندي حتى أرجع إليه حقه إن شاء الله والقوي فيكم ضعيف[vii] عندي، حتى أخذ الحق منه، إن شاء الله. لا يدع قوم الجهاد في سبيل الله إلا خذلهم الله بالذل[viii] ولا تشيع الفاحشة في قوم. إلا عمهم الله بالبلاء أطيعوني ما أطعت الله ورسوله، فإذا عصيت الله ورسوله، فلا طاعة لي عليكم قوموا إلى صلاتكم يرحمكم الله.

§  Khutbah Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M )  saat dibaiat sebagai khalifah:

Setelah dibaiat sebagai khalifah, Abu Bakar رضي الله عنه ( 573-634 M )  memulai pidatonya dengan memuji Allah dan menyanjung-Nya dengan pujian yang layak bagi-Nya, lalu beliau berkata:

"Amma ba’du. Wahai manusia, sesungguhnya aku telah diangkat menjadi pemimpin kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Jika aku berbuat baik, maka bantulah aku, dan jika aku berbuat salah, maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sedangkan kebohongan adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian adalah kuat di sisiku hingga aku mengembalikan haknya, insya Allah. Dan orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di sisiku hingga aku mengambil hak darinya, insya Allah.Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad di jalan Allah, melainkan Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Dan tidaklah kemaksiatan merajalela pada suatu kaum, melainkan Allah akan menimpakan bencana kepada mereka. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Namun, jika aku bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajiban bagi kalian untuk mentaatiku.Berdirilah untuk melaksanakan salat kalian, semoga Allah merahmati kalian."[ix]

            Khutbah ini menunjukkan ketawadhuan, keadilan, dan komitmen Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M )  terhadap prinsip-prinsip Islam dalam memimpin umat.

Khutbah Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ) merupakan mahakarya dalam keadilan politik dan retorika yang luar biasa. Beliau mampu menyampaikan prinsip-prinsip keadilan dan moralitas dengan cara yang singkat, padat, dan mendalam. Keistimewaan khutbahnya terletak pada keselarasan antara ucapan dan perbuatannya, di mana kata-kata memiliki nilai sakral dan fungsi moral.

Abu Bakar Ash-Shiddiq رضي الله عنه ( 573-634 M ) menetapkan standar tinggi bagi pemimpin setelahnya untuk selalu menegakkan keadilan dan menjaga retorika yang jelas serta berbobot. Khutbahnya tidak hanya memiliki fungsi politik dan sosial, tetapi juga mampu memperbaiki urusan agama dan dunia secara bersamaan. Berbeda dengan khutbah masa kini yang sering kehilangan substansi, khutbah Abu Bakar meredam konflik dan menanamkan harmoni di masyarakat.[x]



[i] Hasni Ahmad Ali Abu Kattah Ad-Darawis, Min Balaghah Khithab Inda Abi Bakr Ash-Shiddiq, Universitas   Al-Quds, Yerusalem, Palestina, 2011, hal.4-5.

[ii] Masaili Ablah, Khithabah fi Shadr al-Islam-Khutaba Abi Bakr Ash-Shiddiq unmudzaja dirasah fanniyyah maudhuiyyah, Universitas Al-Arabi Bin Mahidi, Um El-Bouaki, Aljazair, 2016,hal.5.

[iii] ibid, hal.10-12

[iv] ibid, hal.14-17

[v] Kamus   Krapyak al-‘Ashri, “ayyuha” berarti “wahai”, hlm. 282.

[vi] Kamus al-Munawwir, “ ‘shidqun” berarti “keadaan benar”, hlm. 770

[vii] Kamus al-Munawwir, dari asal kata dha’afu ” berarti “kelemahan”, hlm. 822

[viii] Kamus   Krapyak al-‘Ashri, “dzalla” berarti “hina”, hlm. 934.

[ix] Hasni Ahmad Ali Abu Kattah Ad-Darawis, Min Balaghah Khithab Inda Abi Bakr Ash-Shiddiq, Universitas   Al-Quds, Yerusalem, Palestina, 2011, hal.10.

[x] ibid, hal.21

*** * ***

Esai Mahasiswa 2: 

Kefasihan yang mempersatukan: Warisan Sastra dan Orasi di balik Jubah Kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq

Oleh Syifa Ayu Septiani

 Abu Bakar / Abu Bakr Ash-Shiddiq (573-634 M) nama aslinya adalah Abdullah bin Abu Quhafah adalah seorang sahabat, khalifah, dan salah satu dari golongan as-sabiqunal awwalun.  Sebagaimana yang umat Islam ketahui, gelar Ash-Shiddiq pada Abu Bakar adalah gelar dari Rasulullah SAW karena telah membenarkan peristiwa isra’ Mi’raj. Namun menurut beberapa ulama berpendapat bahwa Ash-Shiddiq adalah gelar yang diberikan karena Abu Bakar dikenal dengan sifatnya yang jujur dan dapat dipercaya.[i] Berdasarkan buku Uki Sukiman - Sastra Arab Masa Awal Islam, di samping sebagai sahabat dan khalifah, Abu Bakar juga merupakan orator ulung yang memiliki kemampuan berbicara yang baik. Hal tersebut dibuktikan pada 3 pidato terkenalnya seperti pidato dalam peristiwa Saqifah:

 

        أيها الناس! نحنُ المُهاجرُونَ، أَوَّلُ النَّاسِ إسلامًا، وأكرمهم أحسابًا، وَأَوْسَطُهُمْ دارًا ، وَأَحْسَنُهُمْ وُجوهَا ، وأَكْثَرُ النَّاسِ وِلادةَ فِي العَرَبِ، وَأَمَسُّهُم رحما برسول الله . . . [ii]

"Wahai manusia! Kami adalah kaum Muhajirin, orang-orang yang pertama masuk Islam, yang paling mulia keturunannya, yang paling tengah (baik) tempat tinggalnya, yang paling baik wajah-wajahnya, yang paling banyak keturunannya di antara bangsa Arab, dan yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah..."

Berdasarkan jurnal Ari Purwanto, peristiwa Saqifah adalah peristiwa perselisihan antara dua golongan sahabat, yakni kaum Anshor dan Muhajirin yang memperselisihkan persoalan siapa yang akan menjadi pemimpin setelah Rasulullah wafat pada 632 M.[iii] Perselisihan terjadi karena masing-masing dari kedua golongan tersebut memiliki calon khalifahnya tersendiri. Mengetahui hal tersebut, Abu Bakar, Umar bin Khattab, dan Abu Ubaidah turun tangan untuk melerai perselisihan tersebut. Setelah musyawarah panjang lebar mereka tak kunjung menemukan titik tengahnya, hingga akhirnya mereka mengangkat dan membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Baiat pada peristiwa ini disebut juga dengan Baiat Khassah.[iv]

Selain itu, ketika Rasulullah SAW wafat pada 632M, Abu Bakar juga berkhutbah:

أَيُّهَا النَّاسُ! مَنْ كَانَ يَعْبُدُ محمدًا فَإِنَّ محمّدًا قَدْ مَاتَ، وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ فإِنَّ اللَّهَ حَيُّ لا يَمُوتُ ، وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ تَقَدَّم إليكُمْ فِي أَمْرِهِ، فَلا تَدَعُوهُ جَزَعًا، وإِنَّ اللهَ قد اختار لِنَبِيِّهِ ما عنده على ما عندَ . . .[v]

"Wahai manusia! Barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka sesungguhnya Muhammad telah wafat. Dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Dan sungguh Allah telah memberitahukan hal ini kepada kalian dalam firman-Nya, maka janganlah kalian bersedih berlebihan. Sesungguhnya Allah telah memilih untuk Nabi-Nya apa yang ada di sisi-Nya daripada apa yang ada di dunia..."

 

Selain dari kedua khutbah Abu Bakar di atas, setelah peristiwa Saqifah dan Abu Bakar naik menjadi khalifah, Abu Bakar berkhutbah:

أَلَا وَإِنِّي قَدْ وَلِيتُكُمْ وَلَسْتُ بِخَيْرِكُم . الا وقَدْ كانَتْ بَيْعَتِي فَلْتَةً ، وذلك أَنني خَشِيتُ الفِتْنَةَ؛ وَايْمُ الله ! ما حَرَصْتُ عَلَيْها يَوْمًا قَطُّ ولا لَيْلَةً، ولا طَلَبْتُها، ولا سأَلْتُ اللَّهَ إِيَّاهَا سِرًّا ولا علانية، وما لي فيها راحة؛ ولَقَدْ قُلَّدْتُ أَمْرًا عَظِيمًا ما لي بِهِ طاقةٌ ولا يَدَانِ وَلَوَدِدْتُ أَنَّ أَقْوَى النَّاسِ عَلَيْهَا مَكَانِي؛ فَعَلَيْكُم بِتَقْوَى اللَّهِ. . .[vi]

"Ketahuilah, sungguh aku telah memimpin kalian meskipun aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Ketahuilah bahwa pembaiatan kepadaku terjadi secara mendadak, dan itu karena aku khawatir akan terjadinya fitnah. Demi Allah! Aku tidak pernah menginginkannya baik siang maupun malam, dan aku tidak pernah mencarinya, dan aku tidak pernah memohon kepada Allah untuk memberikannya kepadaku baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dan aku tidak mendapatkan ketenangan di dalamnya. Dan sungguh aku telah diberi tanggung jawab yang besar yang aku tidak memiliki kekuatan dan kemampuan untuk mengembannya, dan aku berharap orang yang paling kuat di antara manusia menggantikan posisiku. Maka bertakwalah kalian kepada Allah."

 Selain seorang orator, Abu Bakar juga membuat syair dan rasail yang seluruhnya dikumpulkan dalam Diwan Abu Bakar Ash-Shiddiq oleh Dr. Muhammad Syafiq al-Bithar. Tidak banyak yang mengetahui bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah seorang sastrawan, ia lebih dikenal sebagai seorang sahabat dan Khalifah. Jika dilihat dari karya-karya sastranya seperti puisi, rasail, dan khutbahnya, Abu Bakar dapat diketagorikan sebagai sastrawan karena mengingat bahwa sastra Arab Klasik terutama pada masa shadr Islam terdiri dari prosa (khutbah,kitabah, rasail) dan puisi.

 

Pada masa shadr Islam di Jazirah Arab, di Indonesia masih terdiri dari kerajaan-kerajaan Hindu-Budha. Seperti kerajaan Kutai, Tarumanegara, Kendan, Kalingga, dan sebagainya. Abu Bakar Ash-Shiddiq (573-634 M) diangkat menjadi khalifah pada tahun 632 M. Pada masa yang sama, di Indonesia Kerajaan Kendan dipimpin oleh Raja Wretikandayun yang merupakan raja terakhir Kerajaan Kendan. Kerajaan Kandiawan atau Kendan adalah sebuah kerajaan yang berdiri di Tatar Sunda dari abad ke-6 sampai abad ke-7 masehi. Pusat kerajaannya saat ini berada di wilayah administratif desa Nagreg Kendan dan Citaman, kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung.

*** * ***  


[i] Ari P., 2024, “Kebijakan Strategis Abu Bakar Ash-Shiddiq pada Masa Khalifah Rasyidah”, Global Education Jurnal, vol. 02, no. 02, hlmn. 114.

[iii] Ari P., 2024, “Kebijakan Strategis Abu Bakar Ash-Shiddiq pada Masa Khalifah Rasyidah”, Global Education Jurnal, vol. 02, no. 02, hlmn. 114.

[iv] Ibid., hlmn. 115.

[v] الدكتور محمد شفيق البيطار, 2019. دیوان ابي بكر الصديق (وجمهرة خطبَهُ وَوَصَايَاهُ وَرَسَائِلِهِ ). مطبوعات مجمع العربية السعيدة. الجمهورية اليمنية – صنعاء, صحفة: 231

[vi] Ibid., hlmn. 250-251.

*** * ***


Esai Mahasiswa 3: 

“Menyelami Samudra Prosa Melalui Khutbah Umar Ibn Khattab”

Oleh Syahida Salsabila

Dia adalah Umar ibn Khattab (583-644) ibn Nufail ibn ‘Abd Uzz dari ‘Ad ibn Ka,ab ibn Luay. Ibunya Bernama Hantamah Binti Hisyam ibn mughirah. Umar ibn khattab sangat memperhatikan syair, Sering mengutipnya dan menilai kualitas syair tersebut. Pendapatnya tajam dan pertimbangannya dipercaya oleh banyak orang dalam menilai serta menafsirkan syair. Namun, ia lebih cenderung pada keindahan makna dan hikmah daripada sekedar lafaz atau sekadar retorika. Demikian uraian uraian Umar Faruq dalam bukunya yang berjudul Tarikh Al-Adab Al-Araby.

Umar bin Khattab merupakan orang yang paling jelas bicaranya, paling fasih ungkapannya, paling banyak benar dan kata-kata hikmahnya, paling banyak meriwayatkan puisi, dan paling banyak mengkritiknya.

Sejarah telah mencatat bagi kita khotbah-khotbah Khalifah yang mendapat petunjuk, seperti Al-Faruq (Umar bin Al-Khattab), yang akan berdampak pada bangsa hingga Hari Kiamat. Beliau menyampaikan salah satu hadis dalam khotbahnya: “Perbuatan hanyalah karena niat,” di mimbar, hadis ini merupakan hadis yang kedudukannya dalam hukum syariat tidak tersembunyi, karena ia menghitung separuhnya dalam ilmu pengetahuan, dan seterusnya.

Salah satu pidato abadi Al-Farouq adalah pidatonya di Hari Al-Jabiya, mengenai para panglima prajurit dan kaum muslimin. Itu adalah khotbah agung yang memuat banyak persoalan, antara lain persoalan dan hukum, dakwah dan petunjuk, perintah untuk bertakwa, dan penjelasan tentang hak-hak para sahabat, semoga Tuhan meridhoi mereka, serta keutamaan dan keutamaan mereka.

Berikut kutipan salah satu khutbah Umar bin Khattab dalam buku karya Dr. Uki Sukiman, M.Ag [i], diceritakan Ketika Umar diangkat menjadi khalifah: Umar bin Khattab naikmimbar, lalu memanjatkan Puji Syukur kepada Allah, kemudian Umar berata:

 

يا آيها الناس، إني داع فأمنوا: اللهم إني غليظ  2فليني3 ألهل طاعتك بموافقة4 الحق، ابتغاء وجهك والدار اآلخرة, وارزقني الغلظة والشدة5 على أعدائك6 وأهل الدعارة7 والنفاق من غير ظلم مني ولا اعتداء عليهم, اللهم إني شحيح8 فسخني في نوائب المعروف قصدا من غير سرف ولا تبذير، ولا رياء وال سمعة، من غير سرف ولا تبذير9، ولا رياء ولا سمعة,واجعلني أبتغي بذلك وجهك والدار اآلخرة. اللهم ارزقني خفض الجناح ولين الجانب للمؤمنين، اللهم إني كثير الغفلة والنسيان فألهمني ذكرك على كل حال، وذكر الموت في كل حين، اللهم إني ضعيف عند العمل بطاعت كفارزقني النشاط10 فيها، والقوة عليها بالنية الحسنة التي لا تكون إالا بعزتك وتوفيقك، اللهم ثبتني باليقين، والبر والتقوى، وذكر المقام بين يديك، والحياء منك، وارزقني الخشوع فيما يرضيك عني، والمحاسبة لنفسي، وإصلاح الساعات، والحذر من الشبهات، واللهم ارزقني التفكير والتدبر11 لما يتلوه لساني من كتابك، والفهم له والمعرفة بمعانيه، والنظر في عجائبه، والعمل بذلك ما قيت، إنك على كل شيء قدير

 

” Wahai segenap manusia, aku akan berdoa, maka aminilah:” Ya Allah Tuhanku, aku ini adalah orang keras, maka lembutkanlah kepada ahli taat kepada-Mu sesuai dengan kebenaran, demi mengharapkan wajah-Mu dan negeri akhhirat, Dan berilah ketegasan dan kekerasan dalam menghadapi musuh-musuh-Mu dan para pembangkang dan orang-orang munafiq, tanpa kekejaman dari pihakku dan tanpa permusuhan atas mereka.

Ya Allah Tuhanku, aku ini adalah kikir, maka jadikanlah aku dermawan dalam menghadapi hal-hal yang bajik dengan sikap sederhana tanpa berlebihan dan berfoya-foya, tanpa riya dan ingin dipuji. Jadikanlah aku dengan perbuatan itu orang yang mengharap wajah-Mu dan negeri akhirat.

Ya Allah Tuhanku, berikanlah aku sikap rendah hati dan bersikap lembut terhadap orang-orang mukmin. Ya Allah Tuhanku, aku ini banyak lalai dan lupa, maka ilhamkanlah selalu mengingat-Mu dalam segala keadaan, dan selalu mengingat kematian di setiap saat.

Ya Allah Tuhanku, aku ini lemah ketika beramal untuk taat kepada-Mu, maka berilah aku keaktifan di dalamnya, kekuatan menghadapinya, dengan niyat yang baik yang hanya demi keagungan-Mu dan taufiq-Mu. Ya Allah Tuhanku, teguhkanlah aku dengan keyakinan, kebaikan dan ketakwaan, dan mengingat maqam (tempat) di depanMu, dan rasa malu oleh-Mu. Berilah aku kekhusyu’an pada apa yang Engkau sukai dariku. Berilah kemampuan berintrospeksi diri, dan memperbaiki saat-saat, dan waspada menghindari yang syubuhat.

Ya Allah Tuhanku, berilah aku kemampuan berfikir dan berkontemplasi pada apa yang dibaca oleh lidahku dari Kitab-Mu (Al-Qur’an). Berilah kefahaman dan mengetahui makna-maknanya, dan bisa melihat keajaiban-keajaibannya, dan mengamalkannya, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

…….

Uraian tokoh Umar ibn Khattab yang lahir pada tahun 583M dan wafat pada tahun 644M, sekitar 13 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad ini jika dikontekskan pada sejarah Indonesia, Indonesia saat itu masih berada dalam lingkaran kekerajaan,. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah kerajaan Tarumanegara yang beribukota di sunda Pura, wilayah saat ini menjadi Jawa Barat. Selain itu juga kerajaan Galuh yang saat ini berada di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. 


[i] Dr. Uki Sukiman, M.Ag, Sastra Arab Awal Islam (Masa Rasul Allah SAW dan Al-Khulafa Ar-Rasyidin), , Yogyakarta: Idea Press, 2022, h. 58-59. 

2Kamus Al-Munawwir “goladzo” berarti keras hlm.1103

3 Kamus Al-Munawwir “layyinu” berarti yang lunak, halus hlm.1303

4Kamus Al-Munawwir “muwafiq” berarti menyesuaikan hlm.1571

5Kamus Al-Munawwir “syiddata” berarti keras hlm.702

6Kamus Al-Munawwir “al - ‘adaau” berarti permusuhan hlm.908

7Kamus Al-Munawwir “da’arotu” berarti hal jeleknya permusuhan nya hlm.404

8kamus At-Taufiq “syahihun” berarti pelit hlm.302

9kamus At-Taufiq “tabdzir” berarti pemborosan hlm.34

10kamus At-Taufiq “an-nasyitu” berarti giat hlm.638

11kamus At-Taufiq “tadabbara” berarti menimbang akibat buru-baiknya hlm.179

 *** * ***

 Esai Mahasiswa 4: 


Leave a Comment