| 0 Comments | 194 Views
Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Puisi Masa Shadr al-Islam (610-661)
Esai Mahasiswa 1:
PENYAIR MUKHADRAM KESAYANGAN RASULULLAH : HASAN BIN TSABBIT
Oleh Nafi’atuddiniyyah
(22101010001)
nafiatuddiniyyah2003@gmail.com
Esai ini membahas topik Sejarah sastra klasik periode
Shadr Al-Islam antara tahun 610 M sampai dengan tahun 661 M. Pada periode ini
lahir banyak sekali tokoh-tokoh penyair diantaranya Hasan bin Tsabit. Topik
yang akan dibahas adalah Penyair Mukhadram Kesayangan Rasulullah.
Topik tentang Penyair Mukhadram Kesayangan Rasulullah :
Hasan bin Tsabit sebagaimana ditulis di paragraph pertama dalam penelusuran
artikel berbahasa Indonesia dibahas bahwasanya Hasan bin Tsabit adalah penyair
mukhadram yang sangat dekat dengan Rasulullah, beliau selalu memuji dan membela
Rasulullah sehingga beliau dijuluki sebagai “Penyair Rasulullah”. Sedangkan
dalam penelusuran artikel berbahasa inggris topik ini dibahas bahwasanya Hasan
bin Tsabit adalah penyair terkenal pada masa pra islam hingga pada masa awal
islam. Beliau terkenal karena puisi-puisinya yang membela Rasulullah bahkan
beliau dianggap sebagai sahabat yang mendukung Rasul meskipun tidak ikut serta
dalam satupun peperangan di awal islam.
Topik ini dalam penelusuran berbahasa arab dibahas bahwa Hasan bin Tsabit
adalah seorang penolong Rasulullah dan sahabat-sahabat Rasul dari musuh-musuh
mereka melalui lisannya. Banyak dari puisi-puisi yang beliau bacakan berisi
tentang sindiran dan pertentangan terhadap orang-orang kafir.
Abul Hasan Walid Hasan bin Tsabit Al-Ansari https://menonimus.org/hasan-ibn-thabit-his-life-and-poetic-career/ atau Hasan bin Tsabit
adalah seorang sahabat Rasulullah yang lahir di Yatsrib (Madinah) pada tahun
563 M https://mading.id/perspektif/hassan-bin-tsabit-sang-pujangga-andalan-rasulullah-saw/ . Beliau adalah seorang
penyair profesional pada era pra islam atau era jahiliyyah, tak jarang beliau
sering terlihat membacakan puisi bersama penyair Al-A’sha dan Al-Khansa di
pasar Ukaz yang terkenal di Makkah, beliau adalah seorang penerima beasiswa
tetap karena menulis puisi yang memuji para pangeran dan putri dinasti
Ghassanid, beliau juga mengarang puisi yang berisi pujian untuk Raja Hira dan memenangkan banyak hadiah
karenanya https://menonimus.org/hasan-ibn-thabit-his-life-and-poetic-career/. Namun, setelah
Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau masuk islam bersama-sama dengan penduduk
madinah lainnya. Hasan bin Tsabit menjadi salah satu sahabat Rasul yang masuk
islam pada usia tua, yaitu 60 tahun. Allah menganugrahi beliau hidup hingga
usia 120 tahun, sehingga setengah dari usianya, beliau habiskan dimasa
jahiliyyah dan sisa hidupnya beliau habiskan di masa islam https://www.elbalad.news/4782830 untuk membela agama
islam bersama Rasulullah.
Sejak saat itu, Hasan bin Tsabit selalu menyertai
Rasulullah dan mengawal perjuangan dakwah Rasulullah dalam menyebarkan agama
islam ke berbagai wilayah. Semenjak menjadi seorang muslim, beliau selalu ikut
berjuang bersama Rasulullah, menghabiskan hidupnya untuk membela islam dan kaum
muslimin. Bedanya, jika sahabat-sahabat lain bersenjatakan pedang. Hasan bin
Tsabit bersenjatakan syair, hingga beliau dijuluki sebagai mujahid berpanah
syair.
Hasan bin Tsabit merupakan seorang penyair yang cukup
dekat dengan Rasulullah. Sebagai penyair kesayangan Rasulullah, Hasan bin
Tsabit kerap sekali menciptakan syair-syair yang mampu menggambarkan keagungan
dan kemuliaan Rasulullah serta memuji beliau sehingga Hasan bin Tsabit mendapat
julukan sebagai “Penyair Rasulullah”. Hal tersebut karena pembelaannya kepada
Rasulullah saat beliau dicaci-maki oleh kaum Quraisy https://jurnal.iuqibogor.ac.id/index.php/shawtularab/article/view/617/539 . Dr. Uki Sukiman, M.Ag.
dalam bukunya SASTRA ARAB AWAL ISLAM Masa Rasul Allah SAW dan Al-Khulafa
Ar-Rasyidun ia berpendapat bahwa dalam hidupnya beliau telah banyak berjuang
melawan musuh-musuh Rasul Allah dari orang-orang quraisy, orang-orang yahudi
dan orang-orang musyrik arab, melempar mereka semuanya dengan tombak-tombak
puisinya. Tak jarang pula puisi-puisi yang diciptakan oleh Hasan bin Tsabit
mampu membalikkan sya’ir-sya’ir hinaan yang dilontarkan oleh musuh-musuh
Rasulullah https://mading.id/perspektif/hassan-bin-tsabit-sang-pujangga-andalan-rasulullah-saw/ . Banyak dari
puisi-puisi yang dibacakannya berisi tentang sindiran dan pertentangan terhadap
orang-orang kafir dan musuh-musuh Rasulullah. Semangat perjuangan Hasan bin Tsabit
pun mendapat sambutan baik dari Rasulullah. Rasulullah mengakui jika
syair-syair Hasan bin Tsabit mampu melumpuhkan propaganda musuh-musuh islam.
Suatu ketika Hasan bin Tsabit pernah diminta datang menghadap Rasulullah,
setelah sesampainya di masjid, Rasulullah pun bersabda: “Wahai Hassan,
engkau tentu mengetahui yang telah dilakukan kaum musyrikin Makkah. Karena itu,
padamkanlah semangat mereka dengan syair-syair mu. Sebaliknya, bangkitkanlah
semangat kaum Muslimin dengan syair-syair mu.” (HR. Bukhari). Rasulullah
sungguh bangga memiliki penyair layaknya Hasan bin Tsabit, dengan syairnya,
Hasan membela Rasulullah dan menangkis celaan orang-orang quraisy yang memusuhi
Rasulullah. Sedangkan bagi orang-orang
quraisy sendiri, syair Hasan tak ubahnya seperti tombak yang merobek tabir aib
cacat mereka sehingga mereka pun terdiam dan tak mampu membalasnya.
Rasulullah pernah menjelaskan keutamaan Hasan bin Tsabit
dalam sebuah hadist yang tertulis di dalam kitab Shahih Muslim yang berbunyi :
حَدَّثَنَا عَمْرٌو
النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كُلُّهُمْ عَنْ
سُفْيَانَ قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ
عَنْ سَعِيدٍ عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي
الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ
خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ
أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ
عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ
حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ
حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ
ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَسَّانَ قَالَ فِي حَلْقَةٍ فِيهِمْ أَبُو هُرَيْرَةَ
أَنْشُدُكَ اللَّهَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ مِثْلَ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Amru
An-Naqid dan Ishaq bin Ibrahim dan Ibnu Abu ‘Umar seluruhnya dari Sufyan dia
berkata; ‘Amru Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari Az Zuhri
dari Sa’id dari Abu Hurairah bahwasanya Umar bin Khaththab pernah berjalan
melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya
dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan
syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu
yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya
berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah
kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir
orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan
Jibril! Abu Hurairah menjawab; Ya, Saya pernah mendengarnya.” Telah
menceritakannya kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Rafi’ serta
‘Abad bin Humaid dari ‘Abdur Razzaq; Telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari
Az Zuhri dari Ibnu Al Musayyab bahwa Hassan pernah berkata di sebuah majlis
yang di sana ada Abu Hurairah; ‘Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai
Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah kemudian dia menyebutkan
Hadits yang serupa.” https://mading.id/perspektif/hassan-bin-tsabit-sang-pujangga-andalan-rasulullah-saw/ .
Begitulah, Hasan bin Tsabit adalah seorang penolong
Rasulullah dan sahabat-sahabat rosul dari musuh-musuh mereka dengan lisannya.
Banyak dari puisi yang dibacakannya menyindir orang-oramg kafir dan menentang
mereka serta memuji umat islam dan meratapi para martir dan kematian mereka.
Nabi biasa memuji puisi-puisi Hasan bahkan mendorongnya untuk terus melakukan
hal tersebut. Tidak ada keraguan bahwa Hasan bin Tsabit memiliki status tinggi
dan para khalifah yang mendapat petunjuk menghormatinya.
*** * ***
Esai Mahasiswa 2:
Abdullah bin Rawahah dan Keidahan puisi-puisinya
Oleh Jeni Sahmut Husein Hsb ( NIM 22101010002)
Esai ini membahas topik sejarah sastra Arab kalsik pada periode shadr Islam antara tahun 1 Hijriyah sampai dengan Tahun 32 Hijriyah. Pada periode ini banyak sekali lahir tokoh-tokoh sastra di antara : Hasan bin Tsabit, Ka’ab ibn Malik Al-anshari, Abdullah bin Rawahah, dan Al-Huthayi’ah. Adapun topik yang kan di bahas ini adalah Abdullah bin rawahah dan keindahan puisi-puisinya.
Dalam Artikel berbahasa Indonesia membahas tentang biografi beliau yaitu Nama lengkap beliau adalah Abu Muhammad Abdullah bin rawahah bin Tsa’labah bin Imriil Qais bin Amr bin Imriil Qais Al-akbar bin Malik bin Ka’ab bin Khazraj bin Al-Harist Al-anshari Al-khazraji. Ibu beliau bernama kabsyah bintu waqid bin Amr bin Al-Ithnabah dari bani Al-haris bin Al-Khazraj, beliau memiliki saudari seayah dan seibu, bernama Amrah bintu Rawahah, ibu dari An-nu’man bin Basyir. Beliau Adalah seorang mujahid Islam, dan beliau banyak sekali turut serta dalam berbagai penting pristiwa dalam Islam. Di antaranya bai’at Aqabah pertama dan merupakan salah satu dari 12 yang ikut dalam baiat tersebut. Dan beliu juga turut serta dalam bai’at Aqabah ke dua. Begitu juga dengan orang yang mula-mula masuk islam, bekiau termasuk salah satu dari Assabiqunal Awwalun. Selain dari itu beliau juga seorang ahli ibadah dan seorang mujahid Islam. Dan beliau juga merupakan seorang ahli sya’ir yang sangat ulung. Isi dari puisi-puisinya beliau berisikan tentang pujian-pujian dan pembelaan terhadap nabi Muhammad SAW.
Sedangkan dalam Artikel berbahasa inggris membahas tentang betapa kuatnya iman beliau ketika orang-Yahudi ingin menyuap beliau, akan tetapi beliau menolak mentah-mentah suap tersebut dan berkata kepada orang-orang Yahudi demi Allah! Telah datang kepadaku (nabi Muhammad), dan kamu adalah makhluk Allah yang paling tidak menyenangkan dalam pandanganku (terutama sekarang setelah rencana jahatmu ini). Apa yang kalian tawarkan kepada saya adalah penyapan yang ilegal. Kami tidak pernah menerimanya.
Dalam Artikel yang di terbitkan oleh wkia syiah menyebutkan bahwa sahabat Abdullah bin Rawahah merupakan salah satu sahabat yang di hargai oleh Nabi. Suatu ketika ketika Abdullah bin Rawahah pergi ke masjid, beliau mendengar Rasulullah memerintahkan orang duduk. Maka Abdullah sekita duduk di luar masjid. Mendengar hal itu, nabi sangat mengaguminya dan berdoa untuknya ”semoga Allah membantu abdullah untuk mematuhi dia dan rasulnya”.
Di lain ketika juga ketika Abdullah bin Rawahah sakit, nabi mengunjunginya dan menemukannya dengan kondisi yang sangat kurang sehat. Nabi berdoa untuknya “ Ya Allah jika ini adalah waktu kematiannya, kurangilah kematian untuknya, dan jika ini bukan waktu kematiannya, sembuhkanlah dia”. Dan setelah itu Abdullah di sembuhkan oleh Allah.
Ketika perang khaibar, Nabi SAW meminta Abdullah bin rawahah untuk membacakan sebuah puisi untuk menggairahkan tentara. Maka beliau membacakan sebuah puisi dan kemudian Nabi SAW berkata : Ya Allah kasihanilah Abdullah bin Rawahah.
Dalam penelusuran Artikel berbahasa Arab menjelaskan bahwa Abdullah bin rawahah adalah salah satu sahabat nabi yang setia kepada nabi dan sudah berjanji dalam bait aqabah. Setelah baiat itu nabi memilihnya sebagai salah satu dari dua belas naqba Anshar dan sebagai wakilnya di antara suku bani Haritha dari Khazraj. Dan selama hidupnya beliau selalu berpasrtisipasi pada setiap perang sampai akhir hayatnya di perang mu’tah.
Dalam Artikel Selanjutnya dalam dalam buku sejarah sastra Arab masa jahiliyah dan islam yang di susun oleh Wildana dan Laily meneyebutkan bahwa Abdullah bin rawahah masuk Islam sebelum Bai’at Aqabah bersama kaumnya. Jikalau para penyair masa rasulullah hanya membela Islam dan memerangi kaum musyrikin serta mencelanya tanpa datang ke medan perang, berbeda dengan Abdullah bin rawahah dia adalah orang yang sangat memperhatikan untuk bergabung dalam jihad dan berangan-angan agar Allah SWT mengizinkannya untuk syahid.
Abdullah bin rawahah adalah penyair pada masa jahiliyah dan islam dan selalu mengikuti berbagai peperangan pada masa itu. Perang mu’tah adalah perang terakhir yang di ikutinya. Berikut ini adalah syair-syair Abdullah bin rawahah ketika perang Mu’tah.
لكنني أسأل الرحمن مغفرة # وضربة ذات فزع تقذف الزبدا
أو طعنة بيدي حران مجهزة # بحربة تنفذ الأحشاء والكبدا
حتى يقولوا إذا مرو على جدث يا أرشد الله من فاز وقد رشدا
Akan tetapi aku memohon kepada dzat yang maha pengasih,
Untuk melenyapkan Rasa yang berlebih bagaikan buih.
Atau tikaman dengan tanganku yang ingin menembus
Isi perut dan hati.
Hingga jika ada yang melewati makamku, mereka akan berkata :
Wahai orang yang mencari petunjuk barang siapa yang menang maka
Ia benar-benar telah mendapat petunjuk (Al-Nadwa,1995:449)
Puisinya yang lain yaitu ketika perang badar yang di tujukan kepada Abu Sufyan ketika ia lari bertemu Rasulullah pada perang badar.
وعدنا أبا سفان بدرا فلم نجد # لميعادهم صدقا وما كان وافيا
فأقسم لو وافتنا فلقيتنا # لأبت ذميما وافتقفدت المواليا
تركنا به أوصال عتبة و أبنة # و عمرا أبا جهل تركناه ثاويا
عصيتم رسولالله أف لدينكم # وأمركم السىء الذي كان غويا
وإني و إن عنفتموني لقاءل # فدى لرسول الله أهلي
وما لي أطعناه لم نعد له فينا بغيرهم # شهابا لنا في ظلمة الليل هديا
Abu Sufyan kembali pada kita saat perang Badr,akan tetapi
kita belum mendapatkan waktu perjanjian dengan tepat dan cukup.
maka bersumpahlah walau kesempurnaan mendatangi kita,
bagi bapak kita yang di benci dan aku kehilangan nyanyian rakyat.
Kami meninggalkan anggota badan utbah dan anaknya Amran
Kami meninggalakan Abu jahal sebagai tawanan
Kamu membangkang pada Rasulullah menggerutu pada
Agamamu dan mengerjakan kejelekan yang sesat.
Sungguhnya bila kekejamanmu padaku memerlukan
Pengorbanan Rasulullah,keluarga, dan hartanya, kita
Patuh pada Rasulullah dan tidak mengadili selain dirinya sendiri.
Dia adalah bintang bagi kita dalam kegelapan malam yang tenang.
(Al-Nadwa, 1995:404)
Di sebutkan dalam Artikel yang di terbitkan oleh wikishia.Net Pada Tahun 629 Masehi, nabi SAW mengirim pasukan 3000 tentara di bawah komando Zaid bin Haristah untuk memerangi Romawi. Ja’far bin Abi Thalib seharusnya mengambil alih jabatan komando dalam kasus kesyahidan Zayd, dan Adulah bin Rawahah seharusnya mengambil alih jabatan komando dalam kasus kematian Ja’far. Menurut catatan sejarah, sebelum berangkat ke Mu’tah , Abdullah bin rawahah membacakan puisi di mana ia meminta Tuhan untuk memberinya kesempatan untuk menjadi Martir, sambil menangis karena takut akan hukuman Allah. Ketika Zaid dan Ja’far syahid, bendera tentara Islam di pegang oleh Abdullah bin Rawahah. Beliau menyerang musuh setelah pertempuran yang sulit, beliau menjadi pemimpin pasukan sebelum mati syahid. Beliau menggosok darah yang ada di tubuhnya ke wajahnya dan berteriak :”wahai kaum muslimin, dukunglah kehidupan saudara-saudaramu”.
Beliau dan para pasukan lainnya di makamkan di daerah yang di sebut “Mazar” di Al-karak yordania.
Daftar Pustaka
H. Wildana Wargadinata, Laily Fitriani. Sastra Arab Masa Jailiyah dan Islam, Malang: UIN Maliki press, 2018
Eqi Safitri, Tatik Mariyatut Tasnimah “Perkembangan puisi dan Prosa Masa umayyah dan Shadr Islam” , Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Vol 5. No 1. 2022.
Biografi Abdullah bin Rawahah”, Atsar Id, 14 April 2020 oleh Ust Hammam.
Abdullah bin Rawahah A Symbol Justice of Heavenl Justice By Spahic Omer
Hisham Abdul kreem El-keendi “The Life of one companions of the prophet, Viz. Abdullah bin Rawaha” , IraqJournals, Vol 12. No. 4. 2019.
“Abdullah Bin Rawahah an Embodiment Of Heavenly judtice”, About Islam, 14 July 2019. By Spahic Omer.
en.wikishia.net/view/%27Abd_Allah_b._Rawaha
Esai Mahasiswa 3:
Jejak
Seorang Sha’alik dan Diwan Urwah ibn al-Warid (
Qothrunnada Az Zahro (22101010009)
https://www.linkedin.com/in/qothrunnadaazzhr
Bentuk
jamak bahasa Arab Sha’alik berasal dari kata dari Sha’luk berarti
fakir yang tidak memiliki harta untuk dipakai dalam kebutuhan hidupnya. Pada
masa jahiliyah tidak sekedar miskin tapi juga berarti sekelompok orang yang
buruk perilakunya seperti menyerang, merampok, dan membegal. Menurut Dhaif
kelompok dalam Sha’alik terbagi menjadi tiga, yakni dantaranya pertama
kelompok Khula’a (orang-orang yang diusir oleh kabilahnya karena banyak
melakukan pelanggaran), kedua anak keturunan hitam Habasyah (yang dibuang oleh
bapak-bapaknya dan dianggap serta tidak diakui sebagai anak keturunannya karena
lahir sebagai aib), dan ketiga kelompok Khula’a’ (bukan anak keturunan
budak perempuan Habasyah, tetapi mereka berprofesi sebagai Sho’lakah seperti Urwah ibn Al-Warid al-Absy).
Sejarah
sastra Arab klasik pada periode pra islam antara tahun 540 sampai dengan tahun
607. Pada periode ini lahir banyak sekali tokoh penyair, salah satu diantaranya
Urwah ibn Al-Warid. Topik tulisan yang akan dibahas adalah jejak biografi dari
sosok yang kaya akan kompleksitas dan signifikasi dalam sejarah sastra Arab pra
islam beserta salah satu diwan, yakni Urwah ibn al-Warid.
Penelusuran
pertama dalam bahasa Indonesia membahas salah satu penyair Sha’alik bernama Urwah ibn
al-Warid, beliau berasal dari kabilah Abs yang memiliki kedudukan tinggi,
tetapi ayahnya kecewa karena Urwah menjadi penyebab perang antara Bani Abs dan
suku Fijarah. Dari sisi ibunya, Urwah adalah keturunan Nahd dari keluarga
Qudha'ah yang tidak terhormat. Ini membuat
Urwah merasa aib karena status keturunan Nahd yang rendah. Pengalaman hidup
Urwah membentuk pandangannya bahwa kekuatan dihormati dan kelemahan di hina, terutama
dipengaruhi oleh ayahnya yang lebih menghargai kekayaan. Fokusnya kemudian
beralih pada keadilan sebagai seorang Sha`alik. Dalam konteks masyarakat
Badawi, kelompok Sha'alik terkenal sebagai orang fakir yang memiliki
keberanian dan kekuatan, tetapi juga mengalami perasaan sakit dan teraniaya
karena perbedaan kehidupan yang miskin dengan orang kaya, menciptakan impian
kehidupan yang sulit dicapai.
Sedangkan dalam penelusuran kedua dalam bahasa inggris membahas masa Arab pra Islam
terdapat fenomena "outcast" yang menyebabkan sekelompok suku itu
terpinggirkan dalam kehidupan kemiskinan, tunawisma, kelaparan, dan
gelandangan. Salah satu tokoh utamanya adalah Urwah bin Al-Warid, seorang
penyair dan ksatria terbuang, yang terkenal karena perhatiannya terhadap fakir
miskin dan kaum terbuang. Penelitian dilakukan untuk mengkaji peran Sha’alik
(orang buangan) dalam puisi-puisinya, mencari faktor utama fenomena ini di
masyarakat pra Islam, dan menghilangkan fitnah terhadap mereka.
Urwah ibn Al-Warid, seorang ksatria, pahlawan,
dan penyair Arab pra Islam, menonjol melalui bahasa puisinya yang elegan. Pada
analisis puisi Urwah, ditunjukkan bahwa ia merupakan representasi kehebatan
bahasa Arab dan simbol martabat, keramahtamahan, kemurahan hati, kejantanan,
dan pengorbanan. Fokus utama penelitian adalah peran Urwah sebagai ksatria
penyair yang dermawan kepada orang miskin. Kesimpulan mencerminkan sifat-sifat
penyair dan merangkum temuan penelitian.
Urwah ibn al-Warid al-'Abs, penyair sha'luk
terkenal dari kabilah Bani Abs pada 540-607 M, dianggap "orang Arab kuno
yang paling dermawan". Meskipun sedikit yang diketahui tentang
kehidupannya, Urwah adalah penyair sha'luk paling produktif dengan puisi
terkenal dalam asma'iyyat yang mencerminkan cintanya pada istrinya,
Salma. Diabadikan dalam seni Arab, terutama melalui film dan serial TV, Urwah
terkait dengan ksatria Antarah bin Shaddad. Beberapa produksi yang melibatkan
kisah Urwah mencakup film dan serial TV, seperti "Antara ibn Shaddad"
(1961), "Urwa ibn al-Ward" (1978), "Antara ibn Shaddad"
(2007), dan drama "Antarah ibn Shaddad" (2012).
Terakhir pada penelusuran bahasa Arab, referensi pertama didapat informasi dalam buku "Diwan Urwah ibn al-Warid",
membahas kelompok Sha’alik yang memiliki karakteristik unik melalui
syair-syair mereka. Pertama, mereka membenci orang kaya yang kikir.
Orang-orang seperti inilah menjadi target serangan dan rampasan, sedangkan
orang-orang kaya yang demawan, mereka tidak mau mendekati harta bendanya.
Cerita ini mirip dengan Robinhood dan Zorro yang merampok demi rakyat miskin
dan keadilan.
Kedua, menjadikan keadilan dasar pembagian rampasan
perang tanpa membedakan anggota, bahkan seorang pemimpin pun memperolh bagian
yang sama. Sebagai contoh pada saat ‘Urwah dan kelompoknya menyerang dan
memperoleh ghanimah (rampasan perang) yang sangat banyak, di antara tersebut
terdapat seorang perempuan, lalu Urwah menentukan perempuan tersebut untuk
dirinya dan menetukan harganya sendiri, lalu kelompoknya menolak dan berkata,
“Kami tentukan harga Perempuan tersebut seharga satu ekor unta, dan masing-masing
dari kita bebas untuk memilikinya bila menginginkannya”
Ketiga, memiliki kepedulian sosial tinggi dengan
memberikan bagian kepada orang miskin. Mereka menganggap perbuatan mereka
sebagai kebanggaan dengan sikap ksatria, hukuman bagi yang kikir, pemaksaan
sosial, dan solidaritas sosial. Syair Sha’alik, yang lahir dari para
penyair Sha’lik, melibatkan gambaran tingkah laku, aspek psikologis,
pekerjaan, dan realitas kehidupan mereka. Syair ini terkenal dengan tema
tunggal, mayoritas berbentuk maqtha`ât (penggalan-penggalan), dan jarang
mengandung ghazal atau rayuan terhadap perempuan.
Penelusuran kedua dalam referensi bahasa Arab membahas
interpretasi Ibnu Al-Skeit terhadap Diwan karya Urwah bin al-Warid. Pembahasan
ini menekankan signifikansi sinyal fisik dalam semantik linguistik, menyoroti
konotasi opsional atau wajib dari sinyal fisik tertentu. Pembahasan ini juga
mengidentifikasi penggunaan sinyal fisik, seperti kesopanan, mata, gigi, dan
tangan, yang menekankan peran mereka dalam ekspresi bantuan, altruisme, dan
pengorbanan. Pembahasan ini mencatat ketidakhadiran satu sinyal fisik juga bibir
yang mencerminkan sifat lembut pengantin Ibn al-Warid.
Pada penelusuran ketiga dalam referensi Bahasa
Arab, Urwah memilih hidup sebagai gelandangan setelah gagal menyelamatkan nyawa
anak. Dia bersumpah memberi makan orang miskin dengan mencuri dari orang kaya,
namun janji unta untuk seorang syekh tidak terpenuhi. Konflik muncul dengan
Bani Abs, tetapi Urwah menyelesaikan perselisihan dengan bijaksana. Meskipun
kehilangan fokus dan istrinya, Urwah dihormati dan terkenal sebagai penyair.
Kehidupannya diwujudkan dalam serial TV dan dipuji oleh Abd al-Malik ibn
Marwan.
Dari bagaimana keberadaan Urwah yang merupakan keturunan ibunya
yaitu Nahd dari Qudha’ah, sebuah keluarga tidak terhormat dan tidak terpandang
dalam kalangan bangsa Arab. Dalam penggambaran prinsip kehidupan Urwah ibn Ward
mengungkapkan puisi berikut:
أقسام جسمي
وأنت امرؤ عافى
إنا ئك واحد
يوجهى شهوب الحق
و الحق جاهد
وأحسوقراح الماء
و الماء بارد
إني امرؤ عافى
إنائى شركة
أتهزأ منى أن
سمنت و أن ترى
أقسم جسمي في
جسوم كثيرة
Sesungguhnya aku adalah sang dermawan yang membagi piring dengan
orang banyak
Sedang kamu adalah orang bakhil yang tidak membagi piringmu
Dengan yang lain
Apakah kamu mengejekku karena kegemukanmu dan melihat
Wajah kurus dan kusutku sedang kamu tidak tahu karena aku
Berjuang untuk mengembalikan kepada
yang berhak
Aku membagi makanan bagi tubuhku dengan banyak tubuh
Dan aku membagi air jernih masa kering dengan yang lain sedangkan
aku sendiri kehausan
Jadi dalam
pembahasan mengenai Urwah ibn al-Warid akan membuka jendela ke dalam kehidupan
sosial, budaya, dan intelektualitas Masyarakat Arab pra Islam. Melalui berbagai
penelusuran, didapati karya-karyanya dan memahmi peran serta pengaruh dalam
membentuk pandangan dan nilai-nilai Masyarakat pada saat itu. Selain itu
melibatkan juga memberi kesempatan untuk merenungkan bagaimana Sejarah sastra
dan pemikiran Arab berkembang dalam konteks keberagaman dan dinamika sosial.
Referensi
Muhammad, Asma’ Abu Bakar. 1992. Diwan Urwah Ibn Al
Ward As-Sa’alaik. Beirut, Cairo: Dar al Kutub al-Ilmiyyah.
H.Wildana Wargadinata, Lc., M.Ag., Laily Fitriani, M. Pd.
Sastra Arab Dan Lintas Budaya. Editedby MA. H. M. Abdul Hamid, 1st ed.,
UIN-MALANG PRESS, 2008.
Syauqi
Dhaif. Tarikh Al-Adab Al-Aroby: Al-’Ashru Al-Jahili. Dar al Ma’arif,
2001.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/Fulltext.pdf
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Urwa_ibn_al-Ward
https://academicjournals.org/journal/IJEL/article-full-text-pdf/9E9E8E759599
https://medwelljournals.com/abstract/?doi=sscience.2016.456.462
*** * ***
Esai Mahasiswa 4:
Leave a Comment