| 0 Comments | 496 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Puisi Masa Shadr al-Islam (610-661)

"Seribu Satu Tautan Sejarah Sastra Arab Klasik Era Shadr al-Islam"

Kumpulan 8 Esai Mahasiswa 

Esai Mahasiswa 8: 

Ka’ab Bin Zuhair: Penyair dengan Ketajaman Lidahnya Penghina Rasulullah yang Berubah Menjadi Pujian Kepada-Nya

Oleh Salma Azizatul Amalia

 

Ka'ab bin Zuhair bin Abi Sulma al-Muzani (647 W) adalah salah satu penyair Arab klasik yang terkenal atau biasa yang disebut dengan penyair mukhadram dan merupakan sahabat Nabi Muhammad. Keluarga Ka'ab bin Zuhair adalah bahwa mereka adalah anggota dari salah satu Bani Ghatafan, sebuah suku Arab kuno yang terletak di sebelah utara Madinah, setelah mereka meninggalkan Suku Muzaynah, yang terletak di sebelah barat Arab Saudi. Ayahnya bernama Zuhair bin Abi Sulma yang merupakan tokoh penyair, sehingga anak anaknya pun juga tumbuh menjadi seorang penyair. Mu'awiyah I, khalifah pertama dinasti Umayyah, percaya bahwa suku Suku Muzaynah telah menghasilkan penyair Arab klasik terbaik yang kemudian menjadi penyair terbaik di era Islam yaitu Ka'ab bin Zuhair. Demikian uraian muqaddimah tentang Ka'ab bin Zuhair dalam karya karya ilmiah Hussam Almujalli The Importance of Ka’b ibn Zuhayr’s Burdah to Classical and Modern Islamic Poetry.[i]

Ka'ab bin Zuhair terkenal sebagai penyair yang memiliki ketajaman lidah dalam syair nya terutama ketika saat menghina Rasullah. Ketika Rasullah memulai dakwah dan adik dari Ka'ab bin Zuhair pun mengikuti ajaran Rasullah, Ka'ab bin Zuhair pun sangat marah. Akhirnya ia mengirim surat kepada adiknya yang berisikan hinaan kepada Rasullah. Tak sengaja Rasullah mengetahui isi surat tersebut, Rasullah marah dan menghalalkan darah Ka'ab bin Zuhair. eketika Ka'ab bin Zuhair merasa seluruh dunia ini pun sempit dan sesak dikarenakan banyak orang yang ingin membunuhnya. Beliau pun meminta bantuan ke beberapa orang namun sayangnya tidak menghasilkan apa-apa. Akhirnya hatinya pun luluh dan Ia pun mendatangi Rasullah dan bertaubat. Kisah mengenai Ka'ab bin Zuhair ini diambil dari channel youtube bernama Kaifa Channel [ii]

Karya fenomenal Ka'ab bin Zuhair adalah Qasidah Burdah, yang merupakan karya Qasidah Burdah pertama berjudul Banat Su’ad yang terdiri dari 59 bait yang sangat indah. Arti kata Burdah sebenarnya merupakan mantel, ketika itu Ka'ab bin Zuhair mendapat hadiah burdah dari Rasullah sebagai penghargaan atas syairnya. Menurut sebuah artikel yang mengutip dari Syekh Ali Al-Qari penamaan qasidah ini menjadi seseorang selamat dari berbagai cobaan dan menjadi penyembuh berbagai penyakit sebagaimana jubah yang melindungi dari terik matahari atau rasa dingin.

Menurut Taufiq A Dardiri dkk dalam karyanya, yang berjudul Bunga Rampai Dinamika Kajian Ilmu-Ilmu Adab Dan Budaya menjelaskan bahwa Qasidah Burdah puisi arab awal islam sehingga masih dipengaruhi masa jahiliyyah sehingga termasuk karya sastra arab klasik. Pada masa jahiliyyah Ka'ab bin Zuhair terkenal sebagai penyair, salah satu karyanya yang terkenal pada masa itu Banat Su’ad. Banad Su’ad adalah karya pertama yang Ka'ab bin Zuhair bacaan depan Rasullah setelah masuk islam. Banat Su’ad berisi tentang rayuan, pujian, serta permohonan maaf kepada Rasullah dan pujian terhadapnya[iii].

Berikut kutipan Banat Su’ad dari  بردة كعب بن زهيرضد  Karya Abdu N Dawud[iv] pada Hal. 181

بانت سُعادُ فَقَلبي اليَومَ متبول[1] # مُتَيَّمٌ إثرها لم يُفدَ مَكبول[2]

# إلَّا أَغَنُّ غَضِيضُ[3] الطَّرفِ مكحول[4] وما سعاد غداة[5] البين إذ رحلوا

# لا يُشتكى قِصر[6] منها ولا طوَلٌ  هيفاء[7] مُقبِلَةً عَجَزاءُ مُدبِرَةً

تجلو عوارض ذي ظلم إِذا ابْتَسَمَتْ[8] # كَأَنَّهُ مُنهَل[9] بِالراح معلول

شَجتْ بِذي شِبمٍ[10] من ماء مُحْنيةٍ # صافٍ بأبْطَحَ أضحى وهو مشمول[11]

Sulaimah telah pergi  menjauh, maka hatiku hari ini tercabik cabik

Seorang yang tergila gila karena cintanya, tak bisa disembuhkan bagaikan tawanan

Dan Sulaimah, di pagi perpisahan ketika mereka berangkat

Tak lain adalah seorang yang merdu suaranya, jelita dengan pandangan lembut yang melekat dihias celak dimata

Tubuhnya ramping terlihat dari depan, dan tubuh berisi yang terlihat dari belakang

Tidakklah dikatakan terlalu pendek darinya, tidak pula terlalu tinggi

Ia menampakkan gigi giginya tatkala tersenyum

Seolah olah tempat minum yang basah oleh khamr yang memabukkan

Hatiku terhibur oleh air sejuk dari lembah Muhniyah

Yang jernih di dataran Abtah, kini ditiup oleh angin yang semilir

Uraian tokoh Ka'ab bin Zuhair yang wafat pada tahun 647 M. Beliau hidup semasa dengan Nabi Muhammad SAW. Pada masa itu di Indonesia dalam situasi terkotak-kotak dalam kerajaan-kerajaan. Sejauh penelusuran penulis, kerajaan yang terdeteksi adalah kerajaan Tarumanegara yang beribukota di Sunda Pura, wilayah saat ini menjadi Jawa Barat. Selain itu juga kerajaan Sriwijaya  terletak berada di Palembang tepatnya di muara Sungai Musi.



[1] Kamus al-Munawwir, “matbuulun” berarti “yang menjadi sakit/hilang akal karena cinta”, hlm. 129

[2] Kamus al-Munawwir, “makbuulun” berarti “terbelenggu”, hlm. 1186

[3] Kamus al-Munawwir, “ghadiidun” berarti “menjaga pandangan”, hlm. 1009

[4] Kamus al-Munawwir, “makhuulun” berarti “mata bercelak”, hlm. 1194

[5] Kamus al-Munawwir, “ghadaatun” berarti “waktu pagi”, hlm. 998

[6] Kamus al-Munawwir, “qisharun” berarti “pendek”, hlm. 1125

[7] Kamus al-Munawwir, “Haifaaun” berarti “yang ramping”, hlm. 1529

[8] Kamus al-Munawwir, “Ibtasama” berarti “tersenyum”, hlm. 85

[9] Kamus al-Munawwir, “munhalun” berarti “tempat minum”, hlm. 1471

[10] Kamus al-Munawwir, “syabima” berarti “dingin/sejuk”, hlm. 691

[11] Kamus al-Munawwir, “masymuulun” berarti “yang diselimuti/diliputi”, hlm. 742



[i] Hussam Almujalli, “The Importance of Ka’b ibn Zuhayr’s Burdah to Classical and Modern Islamic Poetry” The Faculty of the Graduate School of Arts and Sciences Brandeis University, 2019. Hal. 4-6

[ii] Kaifa Channel 13 Desember 2022, “Kisah Ka'ab bin Zuhair, Penyair Burdah Zaman Nabi”

[iii] Taufiq A Dardiri dkk, Bunga Rampai Dinamika Kajian Ilmu-Ilmu Adab Dan Budaya, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, 2015

[iv] "بردة كعب بن زهيرضد"عبد نور داود, عبد‌نور‌داود. (2020). بُردَة كعب بن زهير قِراءَةُ ضِدٍّ. الكلية الإسلامية الجامعة70(17), 171-204.

 *** * ***


Esai Mahasiswa 7: 

Al-Khansa Penyair Jahiliyah Terbaik Dari Kalangan Jin Dan Manusia

Oleh Muhamad Sidik Mulya

Tumadir binti 'Amr Ibn al-Harith Ibn al-Sharid al-Sulamiyah merupakan nama Perempuan [i] penyair masyhur pada masa Jahiliyah. Ia menjadi bagian suku Sulaim, sebuah suku di wilayah Najd. la mendapat julukan "Al-Khansa" yang bermakna "rusa" atau "hidung pesek[ii]". Al-Khansa disematkan kepadanya sebagai sebuah analogi atas kecantikan. Banyak peneliti terdahulu yang mengkaji tanggal kelahirannya secara spesifik, beberapa peneliti menyebutkan tanggal kelahirannya atas spekulasi sendiri tanpa bukti. Sampai akhirnya, orientalis Gabliel hanya menyebutkan tahun lahir saja tanpa tanggal kelahiran al-Khansa, yakni pada tahun 575 M yang kemudian pendapatnya diikuti oleh orang-orang Arab[iii].        

Al-Khansa lahir dari golongan bangsawan dan terhormat. Selain itu, ia memiliki kecantikan yang luar biasa yang jarang dimiliki oleh para gadis di masa tersebut. Hal itulah yang kemudian menjadi sebuah daya tarik tersendiri bagi al- Khansa. Tidak hanya mempunyai paras yang menawan, ia memiliki tutur kata yang tegas, selalu mengatakan kebenaran dan kejujuran. Terbentuknya kepribadian manusia tentu saja karena mendapat pengaruh kuat dari lingkungan tempat tinggalnya, begitu pula Al-Khansa' adalah salah satunya. Karena hal tersebut menjadi gambaran bagaimana dia lahir dan hidup, meskipun tidak ada yang tahu secara pasti tentang situasi dan kondisinya, serta tidak ditemukannya literatur yang menyebutkan siapa keluarganya. Sebenarnya, tidak ada yang tau bagaimana kehidupan al-Khansa.

Al-Khansa’ dikenal sebagai seorang wanita yang cerdas, sempurna akal dan jiwanya. Fasih ketika berbicara, bijaksana serta mapan dalam bertutur kata. Dalam catatan sejarah sastra Arab, Al-Khansa’ dianggap sebagai penyair perempuan satu-satunya yang paling berpotensial di bidang sastra baik sebelum masanya maupun sesudahnya. Bahkan hal ini juga sudah mendapat pengakuan langsung dari Rasulullah Saw. ketika Al-Khansa’ bertemu langung dengan Rasul pada tahun 629 M untuk mengikrarkan dirinya pada agama Islam[iv]

Ia sangat terkenal dengan gubahan-gubahan syair ritsa’ untuk kedua saudara kandung laki-lakinya Sakhr dan Muawiyah yang pergi untuk meninggalkannya ke alam baka untuk selama-lamanya. Ritsa’ sendiri merupakan syair ratapan yang digunakan bangsa Arab Jahiliyah untuk merefleksikan ratapan dan kesedihan yang mendalam atas kemalangan yang menimpa mereka baik dari segi kematian maupun peperangan. 

Dari segi bahasa, istilah ritsa berasal dari kata “Ratsa (رثى)- Yartsi (يرثى )- Ratsyan (رثيا)- Ritsaa’ (رثاء)- Riyatsah (رياثة)- Martsah (مرثاة)- Martsiyah ((مرثية yang dalam Bahasa Indonesia berarti menangisinya setelah kematiannya. Syair beraliran ritsa’ ini telah dikenal lama dalam sejarah literasi bangsa Arab Jahiliah, yang dalam kesusastraan kita Indonesia, lebih dikenal dengan istilah "elegi", yaitu sajak, puisi ataupun lagu yang merefleksikan rasa sedih, rindu, maupun duka[v]

Berbicara tentang ritsa’, seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa sosok Al-Khansa’ adalah seorang penyair perempuan yang hampir seluruh syairnya bergenre ritsa’ (ratapan). Syair-syairnya tersebut ia ciptakan secara khusus untuk mengenang kedua saudaranya, Muawiyah yang merupakan saudara laki-laki kandung, dan Sakhr yang merupakan saudara laki-laki se-Ayah. Namun, diantara keduanya, ia lebih sayang kepada saudaranya Sakhr. Itu tampak jelas dari mayoritas syair ritsa’-nya yang ditujukan kepada Sakhr yang terkenal memang sangat luhur budi dan akhlaknya, dermawan, serta sangat pemberani. Setelah Sakhr mati terbunuh, dalam Perang Kulab, Al-Khansa’ menghabiskan banyak waktunya di samping pusara saudaranya tersebut. Dari sanalah syair-syair ratapan tersebut akhirnya lahir. Dan di antara potongan mukadimah kasidahnya yang paling masyhur adalah:

إذا راب دهر وكان الدهر ريابا # يا عين مالك لا تبكيان تسكابا

ياعين جودي بدمع منك مسكوب  #  كلؤلؤ جال فى الأسماط مثقوب

ألا تبكيان لصخرالندى # أعينى جودا ولا تجمدا

وأبكى أخاك إذا جاورت أجنابا # فأبكى أخاك الأيتام وأرملة 

Wahai mata, mengapa Engkau tidak menangis dengan linangan air mata yang deras Sedang waktu kini menjadi nelangsa, dan sungguh amat nelangsa

 

Wahai mata, menangislah dengan air mata yang sangat deras 

Bak permata yang berkilauan pada kalung.

 

Wahai mata, menangislah dengan air mata yang sangat deras 

Bak permata yang berkilauan pada kalung.

 

                        Tangisilah saudaramu atas nama para yatim dan janda 

            Dan tangisilah saudaramu, jika suatu saat nanti kamu bertetangga dengan orang lain 

Dari penggalan syair di atas, kita dapat melihat bahwa kata "mata" dan "air mata" merupakan kata yang paling dominan dan diulang-ulang oleh penyair. Ini menandakan bahwasanya kepedihan dan rasa sakit akan kehilangan yang dirasakan oleh Al-Khansa’ sungguh amat mendalam. Begitulah kenyataannya, Kata begitu terbatas sedang manusia dengan pemikiran, ide, dan perasaannya luar biasa kompleks.  Pada bait terakhir, Al-Khansa’ juga mengungkapkan kegelisahannya akan nasib anak-anak yatim dan para janda sepeninggal Sakhr. Anak-anak menjadi yatim, dan para istri menjadi janda karena ayah dan suami mereka terbunuh dalam perang. Fenomena seperti ini tentunya menjadi sebuah tekanan yang mengganggu psikis para wanita pada zaman jahiliyah, hingga tak heran syair-syair yang awalnya dimaksudkan untuk meluapkan rasa kesedihan yang tak terperi, malah melahirkan sebuah karya masterpiece yang amat luar biasa. Karena pada hakikatnya sesuatu yang berasal dari hati, akan sampai juga ke hati. Maka tak berlebihan jika seorang penyair kontemporer Arab, Nabighah Al-Dhubyani pada suatu ketika pernah berucap bahwa Al-khansa adalah seorang penyair terbaik, baik dari golongan jin maupun manusia.

Kemudian jika dikaitkan dengan kondisi di Indonesia pada tahun Al khans ini sedang terdapat Kerajaan yang berkembang di Indonesia yaitu Kerajaan Tarumanagara. dalah salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan bukti arkeologi. Kerajaan ini pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-5 sampai abad ke-7 Masehi. Bukti tertua peninggalan arkeologi dari kerajaan ini adalah prasasti Ciaruteun, berupa batu peringatan dari abad ke-5 Masehi yang ditandai dengan bentuk tapak kaki raja Purnawarman[vi].  Telah meninggalkan peninggalan kompleks Percandian terluas (500 hektar / 5 km2) dan tertua di Indonesia yang berlokasi di Batujaya - Karawang.

Karena dibangun lebih tua daripada candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu abad 2 hingga 7 masehi, maka situs candi hanya tersisa beberapa landasan, lantai, badan dan pondasi candi yang bisa dieskavasi. Bangunan candi terlihat menggunakan batu bata khas percandian Budha[vii],

Penggunaan batubata menunjukkan rakyat Tarumanagara telah mahir industri tersebut. Keunikan lainnya, pada Candi Blandongan ditemukan beberapa tengkorak manusia dewasa beserta bekal kuburnya berupa gerabah, dan peralatan yang terbuat besi. Bahkan beberapa tengkorak manusia menggunakan perhiasan.

Patut diduga merupakan bangunan khas candi / kuil Budha model Tiongkok. Sebagaimana catatan Tiongkok sendiri yang telah menerima utusan dari Pien Tiao [viii](raja Salakanagara) hingga To lo mo / Tarumanagara dari abad 2 hingga 7 masehi.

[ii]  Ayyildiz, Esat (2020-06-30). "El-Hansâ' Bint 'Amr: Eski Arap Şiirinde Öncü Bir Mersiye Şairi Hanım". Mütefekkir (dalam bahasa Turki). 

[iii] Al – khansa, “Diwan Al-khansa”, el Beirut 2004, hal 4

[iv] https://www.kmamesir.org/2019/03/al-khansa-penyair-arab-wanita-dengan.html

[v] ibid

[vi] Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor (2 Desember 2015). "Prasasti Ciaruteun"bogorkab.go.id. Diakses tanggal 13 Oktober 2022.

[vii] R. Soekmono (1988) [1973]. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2 (edisi ke-5th reprint). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

[viii] "Portal Sejarah Indonesia dan Dunia: Sejarah Kerajaan Tarumanegara: Ringkasan Komplet"Portal Sejarah Indonesia dan Dunia. Diakses tanggal 2020-08-03.

*** * *** 


Esai Mahasiswa 6: 

Labid Bin Rabiah: Penyair Mu'allaqat Yang Menemukan Cahaya Islam

Oleh: Rahmah 

Zaman jahiliyah adalah zaman sebelum masuknya islam ke jazirah arab kata jahiliyah menggambarkan keadaan jazirah arab pra islam, yang mana pada saat itu penduduk jazirah arab berada dalam kedzaliman dan pembengkangan terhadap kebenaran,pada zaman itu jazirah arab memiliki banyak penyair yang hebat salah satu nya ialah Labin bin Rabiah.

Labid bin Rabiah yang memiliki nama lengkap Abu Uqail bin Rabiah bin malik bin Jakfar al-Amiri adalah salah satu penyair terkenal di era jahiliyah,Labid bin Rabiah lahir sekitar tahun 560 M,  dia berasal dari kabilah quraisy, ia dikenal sebagai penyair yang mahir juga pemberani mengapa dikatakan demikian? Karena kehebatannya dalam merangkai kata-kata juga kelincahannya dimedan perang.Keahliannya dalam merangkai kata juga menjadikannya menjadi salah satu pujangga terkenal dimasa jahiliyah.beliau gemar menggambarkan keindahan pemandangan lalu mengaitkan pemandangan tersesbut dengan makna kehidupan dalam sya’irnya dan ini ia lakukan sedari ia masih muda beliau gemar menyampaikan syair-syairnya dihadapan para bangsawan, setelah memeluk islam beliau kerap menggunakan puisi untuk memuja kekuasaan allah. SWT. Awalnya labid adalah seorang musyrik yang menolak ajaran islam akan tetapi pada tahun 630 Masehi labih ia mulai menerima ajaran Rasulullah.saw dan memeluk agama islam setelah mendengarkan lantunan ayat al-quran yang menggetarkan hatinya,labib merasa bahwa ia menemukan ketenangan dalam islam,ia pun mulai mendalami ajaran islam serta ikut hijrah kekuffah Bersama Rasulullah.saw serta para sahabat.[i]

Labid bin Rabiah juga seorang penyair yang hidup didua zaman yakni zaman Jahiliyah dan zaman Islam yang mana pada saat itu zaman jahiliyah berciri Badawi dan zaman islam berciri dakwah dia memiliki kedudukan tinggi dizaman jahiliyah karena kemahirannya dalam bidang sastra hingga mampu mengalahkan imriul qois, tarfah dan Zubair para sastrawan pada zaman itu karya sastranya terkenal akan nasehat juga hikmah yang mandalam mengenai keimanan terhadap  Allah.Swt.Yang menjadi salah satu keistimewaan Labib bin Rabiah ialah, ketulusan yang  ia miliki,ia membuat puisi tanpa mengarapkan imbalan, akan tetapi ia membuat puisi guna mengekspresikan pikiran serta perasaan yang ada dalam dirinya.dan hasil pusi yang ia buat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menyebarkan ajaran islam.[ii]

Ia juga berperan penting dalam penyebaran agama islam, yang mana pada saat itu ia mulai menghafalkan ayat-ayat al-quran lalu mengaplikasikan ilmu serta keahliannya dalam bidang sastra guna menyebarkan pesan-pesan yang terkandung dalam al-quran,.ia adalah Hamba yang taat terhadap allah.swt, ketaatannya ini lah yang membawanya meninggalkan kemewahan yang ia miliki sebelumnya dan melangsungkan hidupnya dalam keadaan sederhana.pada saat itu sastra adalah salah satu hal yang diminati oleh Masyarakat jazirah arab hal ini yang menjadikan cepatnya penyebaran ajaran islam ditengah Masyarakat Jazirah Arab. Ia menjadi salah satu sahabat nabi yang setia yang mana tidak pernah meninggalkan rasul meski diterpa oleh berbagai cobaan ia hadapi demi membersamai Rasulullah dalam menyebarkan ajaran islam.Labib bin Rabiah juga terekenal akan kebijaksanaannya serta kedermawanan yang ia miliki.[iii]

Salah satu contoh karya Labib bin Rabiah :

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَأْتِنِي أَجَلِي

 حَتَّى لَمْ تَكُنْ مِنَ الإِسْلَامِ سِرْبَالًا[iv]

Segala puji bagi Allah yang belum menjemput ajalku hingga aku belum mengenakan pakaian Islam

Makna yang terkandung bait puisi diatas ialah ucapan rasa Syukur seorang Labib bin Rabiah atas kuasa allah yang menghendakinya untuk memeluk agama islam sebelum ia wafat. 

 

[i] .            Nilasari.I, “Labid bin Rabiah Penyair Legendaris Di Era Jahiliyah”, Harapan Rakyat (2024)

[ii] .           Hilma, “Labid Bin Rabiah Penyair Dua Zaman”, Kompasiana (2024)

[iii] Ayu.I, “Tawakal Dan Kebijaksanaan: Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW, Labid Bin Rabiah”, Esatu i.d (2024)

[iv].            دارالكتاب العلمية , “لبيد بن ربيعة العامري حياته وشعره”, حسن جعفرنورالدين

*** * ***

Esai Mahasiswa 5: dipublikasikan 1-1-2024

Penyair Hasan bin Tsabit R.A Sang Pembawa Cahaya Islam ke Dalam Sastra Arab Sebagai Inspirator

Oleh Imam Mawardi

Pada masa pra-Islam dan awal penyebaran Islam, sastra Arab memainkan peran yang signifikan dalam membentuk budaya dan peradaban Arab.  Hasan bin Tsabit R.A muncul sebagai salah satu tokoh penting yang membawa Islam ke dalam sastra pada masa transisi dari tradisi jahiliyah ke Islam (Haeruddin 2016).  Penyair Hasan bin Tsabit, yang terkenal karena kecerdasannya dalam merangkai kata, tidak hanya menggunakan syairnya untuk memuji Rasulullah SAW, tetapi juga menyampaikan pesan dakwah yang penuh dengan nilai-nilai tauhid dan iman. Dengan menjadi penyair pribadi Rasulullah, dia menunjukkan bagaimana seni dapat membantu menyebarkan kebenaran dan memperkuat identitas Islam di masyarakat Arab (Muhyiddin 2022).

Keberadaan Hasan bin Tsabit R.A, mengubah sastra Arab dengan memasukkan prinsip Islam ke dalam gaya yang sebelumnya didominasi oleh tema kesukuan dan kebanggaan suku. Namun, tetap menarik untuk dipelajari seberapa besar kontribusi Hasan bin Tsabit dalam memperkenalkan dan menyebarkan nilai-nilai Islam melalui syairnya.  Selain itu, perlu dibahas lebih lanjut tentang bagaimana syair-syairnya dapat menginspirasi generasi berikutnya dan membentuk identitas sastra Islam. Dengan membahas peran dan kontribusi Hasan bin Tsabit, kita dapat memahami mengapa ia layak disebut sebagai inspirator dalam memasukkan pesan Islam ke dalam dunia sastra Arab (Nafi’atuddiniyyah 2024).

Tujuan dari esai ini adalah untuk menjelaskan peran penyair Hasan bin Tsabit RA sebagai orang yang memasukkan prinsip Islam ke dalam tradisi sastra Arab dan memberikan kontribusinya melalui syairnya untuk mendukung dakwah Islam. penulis berusaha menunjukkan bahwa Hasan bin Tsabit tidak hanya menjadi saksi penting dari perkembangan Islam, tetapi juga menjadi pelopor dalam membangun tradisi sastra yang didasarkan pada nilai-nilai iman dengan melihat keindahan retorika dan pesan religi yang terkandung dalam karyanya. Selain itu, tujuan penulisan ini adalah untuk menunjukkan bahwa karya sastra Hasan bin Tsabit memberikan inspirasi bagi generasi sekarang untuk menggunakan seni sebagai cara untuk menyuarakan kebenaran dan membangun peradaban (Zaid 2024).

Hasan bin Tsabit R.A lahir di Yatsrib (Madinah) sekitar 60 tahun sebelum nabi Muhammad S.A.W hijrah, dan sejak muda beliau dikenal sebagai penyair ulung dengan kemampuan bahasa yang sangat dihormati. Sebagai anggota suku Khazraj, beliau terbiasa mengungkapkan kebanggaan suku melalui syair-syair yang penuh semangat. Namun, setelah memeluk Islam, kehidupan Hasan mengalami transformasi besar. Ia tidak hanya menjadi seorang penyair yang setia kepada ajaran Islam, tetapi juga seorang pendukung kuat dakwah Rasulullah S.A.W. Kedekatannya dengan Rasulullah sangat erat, bahkan ia disebut sebagai penyair pribadi Rasul, yang kerap menyampaikan pujian dan membela Nabi melalui syairnya. Hasan bin Tsabit menggunakan kepandaiannya dalam merangkai kata untuk memperkuat semangat umat Islam, mengkritik musuh-musuh Islam, dan menyebarkan pesan-pesan tauhid. Keistimewaan karya-karya syairnya yang sarat nilai keimanan menjadikannya sosok yang sangat penting dalam sejarah sastra Arab dan Islam (Minominus 2023).

Sebagai seorang penyair yang sangat terampil, ia dikenal karena kekuatan retorika dan dinamis dalam menyusun kata-kata. Syair-syairnya tidak hanya memuji Rasulullah S.A.W, tetapi juga mengandung ajaran tauhid, keimanan, dan kecintaan pada Islam. Hasan mampu menggambarkan keagungan Nabi Muhammad dengan bahasa yang menyentuh hati, sekaligus menyampaikan kritik tajam kepada musuh-musuh Islam, termasuk kaum Quraisy yang menentang dakwah Nabi. Keistimewaan lainnya adalah kemampuannya untuk menyatukan nilai-nilai sastra Arab dengan prinsip-prinsip moral dan spiritual Islam, menjadikannya bukan hanya seorang penyair, tetapi juga seorang penghubung antara tradisi sastra Arab dengan ajaran agama yang baru. Syair-syairnya menjadi alat yang sangat efektif dalam menyebarkan dakwah, memperkuat ikatan umat, dan memperkenalkan wajah Islam kepada masyarakat Arab yang lebih luas.

Hasan bin Tsabit memainkan peran kunci dalam membawa spirit Islam melalui syair-syairnya yang penuh dengan pesan dakwah. Sebagai penyair pribadi Rasulullah S.A.W, ia memanfaatkan kemampuan bahasa dan retorika untuk mengungkapkan kecintaan dan penghormatan kepada Nabi, serta menyebarkan nilai-nilai Islam yang mendalam. Syair-syairnya sering kali mengandung tema tentang tauhid, kesatuan umat, dan kecaman terhadap musuh-musuh Islam, terutama kaum Quraisy yang menentang dakwah. Keindahan bahasa yang ia gunakan tidak hanya mengangkat derajat sastra Arab, tetapi juga menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan pesan moral dan religius. Dengan demikian, Hasan bin Tsabit berperan sebagai pembawa cahaya Islam ke dalam dunia sastra Arab, memberikan dimensi baru dalam cara sastra digunakan untuk berdakwah.

Keberhasilan Hasan bin Tsabit dalam menyatukan spirit Islam dengan sastra Arab berkontribusi besar dalam transformasi sastra Arab dari sekadar ekspresi kesukuan menjadi sarana dakwah yang lebih luas dan bernilai. Sebelumnya, sastra Arab didominasi oleh puisi yang berbicara tentang kebanggaan suku dan peperangan antartribal. Namun, melalui syair-syairnya, Hasan berhasil mengalihkan fokus sastra menuju tema-tema yang lebih universal, seperti perjuangan moral, persatuan umat, dan pengajaran tentang kehidupan setelah mati. Warisan sastra yang ditinggalkan oleh Hasan bin Tsabit memberikan pengaruh yang mendalam terhadap tradisi sastra Islam, menginspirasi para penyair setelahnya untuk menggunakan sastra sebagai medium dalam menyebarkan ajaran Islam. Pengaruhnya tidak hanya terbatas pada masa hidupnya, tetapi terus mengalir dalam perkembangan sastra Islam, menjadikannya sebagai pionir dalam memadukan estetika sastra dengan nilai-nilai agama (Qois Azizah Bin Has 2015).

Hasan bin Tsabit R.A memberikan teladan luar biasa dalam menggunakan sastra sebagai sarana dakwah. Sebagai penyair pribadi Rasulullah S.A.W, ia memanfaatkan keahliannya dalam merangkai kata-kata untuk menyebarkan pesan-pesan Islam kepada masyarakat Arab yang pada saat itu masih terikat kuat dengan tradisi jahiliyah. Ia tidak hanya menciptakan syair yang memuji Nabi, tetapi juga mengkritik musuh-musuh Islam dan menyebarkan nilai-nilai tauhid yang menjadi pokok ajaran Islam. Dalam banyak karyanya, Hasan menggambarkan perjuangan umat Islam, membela Rasulullah dengan penuh semangat, dan mengajak orang-orang untuk memasuki jalan kebenaran. Melalui syair-syair yang penuh makna, ia menunjukkan bagaimana sastra dapat menjadi alat yang efektif untuk menyampaikan pesan moral dan agama dengan cara yang estetis dan menyentuh hati.

Sebagai inspirator, Hasan bin Tsabit menunjukkan kepada generasi selanjjutnya betapa pentingnya memanfaatkan seni dan sastra untuk tujuan yang mulia, yaitu dakwah. Dalam dunia yang penuh dengan tantangan dan perbedaan, beliau mengajarkan bahwa sastra bukan hanya sarana ekspresi pribadi, tetapi juga alat untuk memperkenalkan nilai-nilai kebenaran dan memperkuat ikatan umat. Keberanian Hasan dalam menggunakan syair untuk menyuarakan kebenaran, meski di tengah tekanan dan perlawanan, menjadi contoh bagaimana seni dapat dipakai untuk mengatasi ketidakadilan dan kebodohan. Teladan ini terus menginspirasi generasi Muslim hingga saat ini, mengingatkan kita bahwa sastra memiliki peran besar dalam membentuk peradaban dan memperkenalkan ajaran Islam ke dunia luas.

Hasan bin Tsabit R.A terus menjadi sumber inspirasi bagi generasi modern, terutama dalam memanfaatkan sastra sebagai sarana dakwah yang efektif dan relevan. Di tengah kemajuan teknologi dan budaya kontemporer, nilai-nilai yang terkandung dalam syair-syairnya mengajarkan bagaimana seni dapat digunakan untuk menyebarkan pesan moral dan agama dengan cara yang menarik dan menyentuh hati. Sebagai penyair yang berani menyuarakan kebenaran melalui kata-kata, Hasan memberi contoh bagi generasi masa kini bahwa sastra tidak hanya sekadar ekspresi pribadi, tetapi juga alat yang kuat untuk membangun kesadaran sosial, memperjuangkan keadilan, dan memperkuat identitas Islam. Melalui teladannya, generasi modern diajak untuk memanfaatkan berbagai bentuk seni dan sastra untuk menyampaikan nilai-nilai Islam yang universal, menginspirasi perubahan positif, serta memperkenalkan ajaran agama dalam konteks yang lebih luas dan kontekstual (Muhyiddin 2022).

Hasan bin Tsabit R.A tidak hanya dikenal sebagai seorang penyair besar, tetapi juga sebagai pionir dalam membawa pesan Islam melalui sastra. Melalui syair-syairnya yang memuji Rasulullah S.A.W dan mengandung nilai-nilai keimanan, ia berhasil menggabungkan estetika sastra Arab dengan ajaran agama yang baru, menjadikan sastra sebagai alat dakwah yang efektif. Kontribusinya dalam mentransformasikan sastra Arab dari sekadar ekspresi kesukuan menjadi sarana penyebaran nilai-nilai Islam sangatlah besar, dan warisan karyanya terus menginspirasi generasi Muslim. Hasan bin Tsabit menjadi contoh teladan bagi kita bahwa sastra, ketika digunakan dengan bijak, dapat menjadi sarana kuat untuk membangun peradaban, memperkenalkan ajaran Islam, dan memperkuat ikatan umat (Muhyiddin 2022).

Penulis berharap agar generasi muda, terutama di zaman sekarang, dapat belajar dari perjuangan Hasan bin Tsabit dalam menggunakan sastra sebagai sarana dakwah. Karya-karyanya yang masih relevan hingga hari ini, di mana seni dan sastra dapat berfungsi sebagai alat yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang mendalam, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan memperkuat identitas umat.

 

 

Berikut adalah salah satu syair karya Hasan bin Tsabit dalam suntingan kumpulan puisi oleh Dr. Abda’. Hal 24

عَرَفتَ دِيارَ زَينَبَ بِالكَثيبِ

كَخَطِّ الوَحيِ في الرَقِّ القَشيبِ

Rumah Zainab dikenal sebagai bukit pasir

Seperti tulisan tangan wahyu di atas perkamen yang keras

تَعاوَرُها الرِياحُ وَكُلُّ جَونٍ

مِنَ الوَسمِيِّ مُنهَمِرٍ سَكوبِ

Angin bertiup mengelilinginya setiap bulan Juni

Dari Wasmi, menuangkan satu sendok

فَأَمسى رَسمُها خَلَقاً وَأَمسَت

يَباباً بَعدَ ساكِنِها الحَبيبِ

Kemudian gambarnya menjadi sebuah ciptaan dan menjadi gelap

Ibaba, diambil dari nama penghuni tercintanya

فَدَع عَنكَ التَذَكُّرَ كُلَّ يَومٍ

وَرُدَّ حَرارَةَ الصَدرِ الكَئيبِ

Jadi lupakan mengingat setiap hari

Dia menghangatkan dada yang suram

وَخَبِّر بِالَّذي لا عَيبَ فيهِ

بِصِدقٍ غَيرِ إِخبارِ الكَذوبِ

Dan dia menyatakan dia yang tidak bercacat cela

Sejujurnya, tidak berbohong

بِما صَنَعَ المَليكُ غَداةَ بَدرٍ

لَنا في المُشرِكينَ مِنَ النَصيبِ

Apa yang dilakukan malaikat sehari setelah Badar

Kami mempunyai bagian di antara orang-orang musyrik

غَداةَ كَأَنَّ جَمعَهُمُ حِراءٌ

بَدَت أَركانُهُ جُنحَ الغُروبِ

Keesokan paginyaSeolah-olah mereka berkumpul di Hira

Pilar-pilarnya tampak seperti sayap matahari terbenam

فَلاقَيناهُمُ مِنّا بِجَمعٍ

كَأُسدِ الغابِ مِن مُردٍ وَشيبِ

Jadi kami bertemu mereka dengan kerumunan kami

Seperti singa hutanAbu-abu dan abu-abu

أَمامَ مُحَمَّدٍ قَد آزَروهُ

عَلى الأَعداءِ في رَهجِ الحُروبِ

Di depan Muhammad mereka mengunjunginya

Melawan musuh di tengah perang

بِأَيديهِم صَوارِمُ مُرهَفاتٌ

وَكُلُّ مُجَرَّبٍ خاظي الكُعوبِ

Di tangan mereka ada batu api yang halus

Dan setiap orang yang diuji adalah pembelot

 

Kerajaan diindonesia pada masa Hasan bin Tsabit

Pada masa Hasan bin Tsabit R.A, sekitar abad ke-6 sampai abad ke-7 M, wilayah Nusantara masih didominasi oleh kerajaan-kerajaan Hindu Buddha. Sependek penelusuran penulis, salah satunya adalah Kerajaan Kalingga yang terletak di Jawa Tengah. Kerajaan ini dikenal sebagai salah satu pusat peradaban awal di Nusantara, dengan pengaruh budaya India yang sangat kuat. Dipimpin oleh Ratu Shima, yang terkenal akan keadilannya dalam menegakkan hukum, kerajaan Kalingga menjadi simbol pemerintahan yang berwibawa dan beretika di masanya.  

 

Daftar Pustaka

Haeruddin. 2016. “Karakteristik Sastra Arab Pada Masa Pra-Islam.” Nady Al-Adab 12(1):36–50.

Minominus. 2023. “Hasan Ibn Tsabit | Kehidupan Dan Karier Puisinya.” Minominus. Retrieved December 18, 2024 (https://menonimus.org/hasan-ibn-thabit-his-life-and-poetic-career/).

Muhyiddin. 2022. “Hassan Bin Tsabit, Sahabat Yang Dijuluki Penyair Rasulullah.” REPUBLIKA.CO.ID,. Retrieved December 18, 2024 (https://islamdigest.republika.co.id/berita/r52un5313/hassan-bin-tsabit-sahabat-yang-dijuluki-penyair-rasulullah#google_vignette).

Nafi’atuddiniyyah, Oleh. 2024. “Penyair Mukhadram Kesayangan Rasulullah : Hasan Bin Tsabbit.” Blog.Uin-Suka.Ac.Id/Moh.Hidayat/. Retrieved December 18, 2024 (https://blog.uin-suka.ac.id/moh.hidayat/esai-tentang-puisi-arab-shadr-al-islam).

Qois Azizah Bin Has, Muhammad Zaky Sya’bani. 2015. “Integrasi Sastra Arab Dan Islam Serta Pengaruhnya Terhadap Sastrawan Muslim Modern.” 6.

Zaid, N. 2024. “Siapa Hasan Bin Sabit Yang Dijuluki ‘Penyair Rasulullah.’” Oase. Retrieved December 18, 2024 (https://www.oase.id/read/wbvmJw-siapa-hasan-bin-sabit-yang-dijuluki-penyair-rasulullah).


*** * *** 

Esai Mahasiswa 4: dipublikasikan 1-1-2024

Abu Mihjan al-Thaqafi : Pecandu Maksiat Jadi Pembela Islam yang Hebat

Oleh : Abdurrahman Ibrahim

 Abu Mihjan (W 637) , Amr bin Hubaib bin amr bin ‘umair bin ‘auf bin ‘uqdah bin ghiroh bin ‘auf bin qasi [i]adalah sahabat nabi yang masuk islam kala Kabilah Tsaqif masuk islam pada bulan Ramadhan tahun 9 Hijriyah serta seorang anggota suku Banu thaqif, merupakan seorang mukhadram (non-Muslim) yang berpartisipasi dalam upaya pembelaan al-thaif terhadap Muhammad pada tahun 8 H (630 M). Dalam pertempuran tersebut, ia terluka akibat anak panah yang ditembakkan oleh ʿAbd Allah ibn Abu Bakr. Namun, pada tahun 9 H (631/632 M), ia memeluk Islam dan bergabung dalam penaklukan Persia. Ia kemungkinan berpartisipasi dalam Pertempuran Vologesias pada tahun 633, tetapi setelah itu, Khalifah ʿUmar, penerus Muhammad, memerintahkannya untuk diasingkan ke Hadawda. Meskipun berhasil melarikan diri, ia kemudian ditangkap oleh Sa'd ibn Abī Waqqas karena mabuk. Istri Sa'd berhasil memintakan izin sementara agar ia dapat ikut terlibat dalam Pertempuran al-Qādisiyya pada bulan November 636. Perilakunya di medan perang membuatnya mendapatkan pengampunan penuh dari Sa'd.[ii] Ia termasuk dalam penyair Futuhat sama dengan Ibn Rawwahah. 

Setelah pertempuran tersebut, pada tahun 637, Umar kembali mengirim Abu Mihjan ke pengunduhan, kali ini di Badi, Sudan, menurut catatan al-Ṭabarī[iii]. Ia meninggal tidak lama setelah mengunduhnya, dan menurut tradisi, makamnya terletak di perbatasan Gorgan atau Azerbaijan.

Beliau adalah seorang penyair dengan rambut yang indah, dikenal karena keberaniannya baik sebelum maupun setelah masuknya Islam. Seorang dermawan yang memiliki sifat seperti dua sisi mata uang yang bertentangan, dia juga terkenal sebagai pemabuk berat, bahkan sering kali mengabaikan hukuman dan celaan yang diterimanya. Sahabat Umar bin Khatab berulang kali menghukum Abu Mihjan dan pernah mengasingkannya ke sebuah pulau yang jauh. Namun, Abu Mihjan berhasil melarikan diri dari penjaganya.

Beliau kemudian menyusul sahabat Sa'ad bin Abi Waqos, yang saat itu memimpin Pertempuran Qādisiyyah melawan orang Persia atas perintah Khalifah Umar. Sebelum pertemuan mereka, Sa'ad telah menerima surat dari Khalifah Umar untuk memenjarakan Abu Mihjan. Oleh karena itu, ketika mereka bertemu, Sa'ad segera memenjarakannya. Saat pertempuran berlangsung sengit, Abu Mihjan meminta kepada istri Sa'ad untuk membebaskannya agar bisa ikut memancing dan memberikan kuda Sa'ad yang bernama Balqo'. Dalam kesendiriannya, Abu Mihjan merasa seolah melihat pasukan Muslim terdesak oleh musuh, lalu ia menulis surat kepada istri Sa'ad, menyatakan bahwa jika ia dibebaskan dan diberikan seekor kuda serta senjata, ia akan bertarung bersama pasukan[iv].

Dalam suratnya, Abu Mihjan berjanji untuk menjadi orang pertama yang kembali untuk dipenjara dan dipenjara seperti sebelumnya, kecuali jika ia diutus di medan perang. Dengan cara ini, tidak ada yang akan mengetahui bahwa ia telah dibebaskan. Ternyata surat tersebut mendapat tanggapan positif. Istri Sa'd membawakan kuda belang milik Abu Mihjan beserta senjatanya sesuai permintaannya. Setelah menerima kuda dan senjata itu, Abu Mihjan segera memacu kudanya menuju lokasi pertempuran dan langsung terjun ke dalam pertarungan melawan pasukan musyrikin, saat itu posisi kaum Muslim memang sedang terdesak.

Dengan bantuan Allah SWT, kehadiran Abu Mihjan membawa kemenangan bagi pasukan Muslim. Tidak ada satu pun kelompok musuh yang menyerangnya, kecuali Allah SWT yang membuat porak-poranda mereka. Ketika pasukan Muslim melihat tindakan Abu Mihjan, mereka tidak menyadari siapa dirinya. Salah satu pasukan Muslim berkomentar, "Lelaki itu seperti seorang malaikat…!" Sa'd bin Abi Waqqash pun berkata, "Kecepatan dan lompatan kuda belang itu, serta aksi hebatnya, adalah milik Abu Mihjan, padahal ia seharusnya terikat." Setelah posisi pertempuran berbalik menjadi kemenangan bagi kaum Muslim, Abu Mihjan segera kembali. Sesuai janjinya, ia mengembalikan kuda dan senjata kepada istri Sa'd dan kembali ke penjara, bahkan ia mengikat sendiri kedua kakinya.

Ketika pasukan Muslim kembali ke markas, istri Sa'd bertanya tentang pertempuran itu. Sa'd menjelaskan, "Kami terus berjuang dan hampir terjepit oleh serangan musuh yang bertubi-tubi, hingga Allah mengirim seorang lelaki berkuda belang yang menghancurkan musuh. Andai aku tidak meninggalkan Abu Mihjan dalam keadaan terikat, aku pasti akan mengira itu adalah dirinya karena ia memiliki beberapa ciri khas."

"Demi Allah, itu memang Abu Mihjan," jawab istri Sa'd. Sa'd kemudian menceritakan apa yang terjadi sebelumnya dan menambahkan, "Demi Allah, saya tidak menemukan seorang pun seperti itu hari ini, yang membantu kaum Muslim dalam ujian Allah seperti pada hari Qādisiyyah!" Oleh karena itu, ia memerintahkan agar Abu Mihjan dibebaskan. Setelah dibawa ke hadapannya, Sa'd berkata, "Kami tidak akan menghukummu lagi karena arak selama - lamanya[v]

Diantara bait karya Abu Mihjan dalam Diwanya [vi]adalah sebagai berikut :

لما رأينا خيلا محجلة

وقوم بغي في جحفل لجب [vii](۲) طرنا إليهم بكل سلهبة

وكل صافي الأديم كالذهب (۳) وكل عراصة مثقفة

فيها سنان كشعلة اللهب [viii](٤) وكل عضب في متنه أثر

 

Ketika kami melihat kuda-kuda yang bercahaya

Dan sekelompok orang yang zalim gaduh dalam kerumunan yang besar

Kami terbang kepada mereka dengan semangat

Dan semua pelana yang bersih seperti emas

Dan semua perisai yang dihias

Dengan mata tombak seperti nyala api

Dan setiap pedang di punggungnya meninggalkan jejak.

 Kemudian jika dikaitkan dengan indosesia pada masa Abu mihjan adalah salah satunya terdapat Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan maritim terbesar di Indonesia pada masa lalu. Muncul pada abad tersebut[ix]. kerajaan ini memiliki kekuatan laut yang besar dan mengandalkan sumber daya ekonomi dari perdagangan laut. Wilayah kekuasaannya meliputi bagian timur pantai Sumatera, dan letak pasti kerajaan ini masih diperdebatkan oleh para ahli.

Puncak kejayaan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada abad ke-8 dan ke-9 M, terutama pada masa pemerintahan Balaputradewa. Pada masa tersebut, kerajaan ini berencana untuk memperluas wilayah kekuasaannya hingga Bumi Jawa. Selain itu, Sriwijaya juga menjadi pusat perdagangan yang makmur dan memiliki armada angkatan laut untuk mengawasi perairan Nusantara.

Namun, seiring berjalannya waktu, beberapa faktor menyebabkan kemunduran dan runtuhnya Kerajaan Sriwijaya. Wilayahnya semakin jauh dari pantai karena sedimentasi lumpur yang mengganggu perdagangan laut, banyak wilayah kekuasaannya yang melepaskan diri, dan serangan dari kerajaan lain seperti Colamandala dan Majapahit.

Akhirnya, pada tahun 1377 M, [x]serangan dari armada laut Majapahit menjadi pukulan terakhir bagi Kerajaan Sriwijaya, yang menyebabkan runtuhnya kerajaan besar tersebut. Meskipun Kerajaan Sriwijaya telah runtuh, namun warisan budaya, perdagangan, dan keagamaannya tetap memberikan pengaruh besar bagi sejarah dan perkembangan Indonesia. Sejarah gemilangnya sebagai kerajaan maritim menjadi bagian penting dari warisan bangsa yang patut dihargai dan dipelajari hingga saat ini.

 



[i] Diwan abu mihjan, hal 15

[ii] . Ensiklopedia Islam Edisi Kedua .Jilid I:A–B. Leiden: EJ Brill. P. 140.OCLC

[iii] Timothy Insoll (2003), Arkeologi Islam di Afrika Sub-Sahara , Cambridge: Cambridge University Press, hal. 91

[iv] https://lirboyo.net/abu-mihjan/

[v] https://www.akurat.co/khazanah-islam/1302322599/Kisah-Abu-Mihjan-dan-Jihad-serta-Janjinya-untuk-Meninggalkan-Khamr

[vi] Diwan Abu Mihjan, hal 89

[vii] Menurut al munawwir, hal 1255 لجب Berarti ribut/gaduh

[viii] Menurut al munawwir, hal 1290, اللهب berarti menyala

[ix] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas X (Edisi Revisi). 2017. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

[x] Muljana, S. 2011. Sriwijaya. Yogyakarta: LKIS

*** * ***

Esai Mahasiswa 3: dipublikasikan 29-12-2024

Ka’ab bin Zuhayr (647M) Penyair yang Menghina Rasullah yang Masuk Islam 

Oleh Syafaatun Nisa_23101010070

 Ka’ab bin Zuhayr (645M) adalah seorang penyair Arab pada abad ke-7 dan sezaman dengan nabi Muhammad SAW. Ka’ab bin Zuhayr mulai menulis puisi sejak kecil,ayahnya sendiri yang seorang penyair terkenal melarang Ka’ab bin Zuhayr menulis puisi agar focus ke penguatan ide ide dan pidatonya. Meskipun demikian,Ka’ab bin Zuhayr tetap menulis puisi. Akhirnya pada suatu hari ayahnya mengambil ujian yang berat,Ketika Ka’ab bin Zuhayr berhasil dalam ujiannya ayahnya mengizinkannya untuk menulis puisi,dan menjadi penyair yang terkenal. 

Dulu Ka’ab bin Zuhayr pergi ke Madinah Bersama saudaranya Buzair untuk memeluk islam. Namun di pertengah perjalanan Zuhair singgah pergi ke Madinah dan saudaranya melanjutkan perjalanan dan masuk islam. Ketika Zuhayr mendengar bahwa saudarnya masuk islam ia begitu marah dan langsung menulis puisi yang menghina islam dan nabi. Setelah penaklukan Mekkah, nabi eksekusi beberapa penentang paling keras,diantaranya Ka’ab bin Zuhair. Atas sasran dari saudaranya ia meminta maaf kepada nabi serta masuk islam. Di sana ia langsung menulis puisi yang memuji islam dan nabi dan membacanya di hadapan nabi. 

Ka’ab bin Zuhair banyak menulis puisi,tetapi Sebagian besar puisinya telah hilang karena kurangnya pelestarian. Hanya sekitar tiga puluh puisi yang tersedia. 

Karya Ka’ab bin Zuhayr yang paling terkenal adalah Bānat Su'ād  sebuah qasidah yang memuji nabi Muhammad. Ini adalah na’at pertama dalam Bahasa arab. Dan ini adalah burda. Bānat Su'ād  ,sebuah puisi  yang dikarang oleh Ka’ab bin Zuhayr yang awalnya dinamakan Al-Burda. Ia membacakan puisi ini di hadapan nabi Muhammad setelah memeluk Islam. 

Berikut ini kutipan salah satu bait syair milik Ka’ab bin Zuhayr di Diwan Ka’ab bin Zuhair yang ditahqiq oleh Darwisy al-Juwaidy hlm 25  

 وَإِنْ يُدْرِكُكَ مَوْتُ أَوْ مَشِيبٌ ##  فَقَبْلَكَ مَاتَ أَقْوَامٌ وَشَابُوا

تَلَبَّثْنَا وَفَرَّطْنَا رِجَالًاً ##   دَعُوا وَإِذَا الْأَنَامُ دَعَوْا أَجَابُوا

وَإِنَّ سَبِيلَنَا لَسَبِيلِ قَوْمٍ. ##   شَهِدْنَا الْأَمْرَ بَعْدَهُمْ وَغَابُوا

فَلَا تَسْأَلْ سَتَنْكَلُ كُلَّ أُمٍّ. ##   إِذَا مَا إِخْوَةٌ كَثُرُوا وَطَابُوا

 

Dan jika kematian atau usia tua menimpa,maka sebelum  kamu ada orang mati dan menjadi muda .

Kami menunda dan membubarkan orang orang berdoa, da Ketika orang orang berseru mereka menjawab

Dan jalan kami adalah jalan suatu kaum kami menyaksikan kejadian itu setelah mereka tidak hadir

Jangan tanya setiap ibu pasti ke susahan  kalau saudara banyak …….


Pada abad ke-7 Nusantara telah mempunyi warisan peradaban berusia ratusan tahun dengan dua ke kaisaran besar yaitu Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit di Jawa di tambah dengan puluhan Kerajaan kecil yang sering kali menjadi vassal tetangganya yang lebih kuat atau saling terhubung dalam semacam ikatan perkawinan dan perdagangan. 

*** * ***

Esai Mahasiswa 2: 

 

PENYAIR MUKHADRAM KESAYANGAN RASULULLAH :  HASAN BIN TSABBIT

Oleh Nafi’atuddiniyyah (22101010001)

 nafiatuddiniyyah2003@gmail.com

 

Esai ini membahas topik Sejarah sastra klasik periode Shadr Al-Islam antara tahun 610 M sampai dengan tahun 661 M. Pada periode ini lahir banyak sekali tokoh-tokoh penyair diantaranya Hasan bin Tsabit. Topik yang akan dibahas adalah Penyair Mukhadram Kesayangan Rasulullah.

Topik tentang Penyair Mukhadram Kesayangan Rasulullah : Hasan bin Tsabit sebagaimana ditulis di paragraph pertama dalam penelusuran artikel berbahasa Indonesia dibahas bahwasanya Hasan bin Tsabit adalah penyair mukhadram yang sangat dekat dengan Rasulullah, beliau selalu memuji dan membela Rasulullah sehingga beliau dijuluki sebagai “Penyair Rasulullah”. Sedangkan dalam penelusuran artikel berbahasa inggris topik ini dibahas bahwasanya Hasan bin Tsabit adalah penyair terkenal pada masa pra islam hingga pada masa awal islam. Beliau terkenal karena puisi-puisinya yang membela Rasulullah bahkan beliau dianggap sebagai sahabat yang mendukung Rasul meskipun tidak ikut serta dalam satupun peperangan  di awal islam. Topik ini dalam penelusuran berbahasa arab dibahas bahwa Hasan bin Tsabit adalah seorang penolong Rasulullah dan sahabat-sahabat Rasul dari musuh-musuh mereka melalui lisannya. Banyak dari puisi-puisi yang beliau bacakan berisi tentang sindiran dan pertentangan terhadap orang-orang kafir.

Abul Hasan Walid Hasan bin Tsabit Al-Ansari https://menonimus.org/hasan-ibn-thabit-his-life-and-poetic-career/ atau Hasan bin Tsabit adalah seorang sahabat Rasulullah yang lahir di Yatsrib (Madinah) pada tahun 563 M https://mading.id/perspektif/hassan-bin-tsabit-sang-pujangga-andalan-rasulullah-saw/ . Beliau adalah seorang penyair profesional pada era pra islam atau era jahiliyyah, tak jarang beliau sering terlihat membacakan puisi bersama penyair Al-A’sha dan Al-Khansa di pasar Ukaz yang terkenal di Makkah, beliau adalah seorang penerima beasiswa tetap karena menulis puisi yang memuji para pangeran dan putri dinasti Ghassanid, beliau juga mengarang puisi yang berisi pujian  untuk Raja Hira dan memenangkan banyak hadiah karenanya https://menonimus.org/hasan-ibn-thabit-his-life-and-poetic-career/. Namun, setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau masuk islam bersama-sama dengan penduduk madinah lainnya. Hasan bin Tsabit menjadi salah satu sahabat Rasul yang masuk islam pada usia tua, yaitu 60 tahun. Allah menganugrahi beliau hidup hingga usia 120 tahun, sehingga setengah dari usianya, beliau habiskan dimasa jahiliyyah dan sisa hidupnya beliau habiskan di masa islam  https://www.elbalad.news/4782830 untuk membela agama islam bersama Rasulullah.

Sejak saat itu, Hasan bin Tsabit selalu menyertai Rasulullah dan mengawal perjuangan dakwah Rasulullah dalam menyebarkan agama islam ke berbagai wilayah. Semenjak menjadi seorang muslim, beliau selalu ikut berjuang bersama Rasulullah, menghabiskan hidupnya untuk membela islam dan kaum muslimin. Bedanya, jika sahabat-sahabat lain bersenjatakan pedang. Hasan bin Tsabit bersenjatakan syair, hingga beliau dijuluki sebagai mujahid berpanah syair.

Hasan bin Tsabit merupakan seorang penyair yang cukup dekat dengan Rasulullah. Sebagai penyair kesayangan Rasulullah, Hasan bin Tsabit kerap sekali menciptakan syair-syair yang mampu menggambarkan keagungan dan kemuliaan Rasulullah serta memuji beliau sehingga Hasan bin Tsabit mendapat julukan sebagai “Penyair Rasulullah”. Hal tersebut karena pembelaannya kepada Rasulullah saat beliau dicaci-maki oleh kaum Quraisy https://jurnal.iuqibogor.ac.id/index.php/shawtularab/article/view/617/539 . Dr. Uki Sukiman, M.Ag. dalam bukunya SASTRA ARAB AWAL ISLAM Masa Rasul Allah SAW dan Al-Khulafa Ar-Rasyidun ia berpendapat bahwa dalam hidupnya beliau telah banyak berjuang melawan musuh-musuh Rasul Allah dari orang-orang quraisy, orang-orang yahudi dan orang-orang musyrik arab, melempar mereka semuanya dengan tombak-tombak puisinya. Tak jarang pula puisi-puisi yang diciptakan oleh Hasan bin Tsabit mampu membalikkan sya’ir-sya’ir hinaan yang dilontarkan oleh musuh-musuh Rasulullah https://mading.id/perspektif/hassan-bin-tsabit-sang-pujangga-andalan-rasulullah-saw/ . Banyak dari puisi-puisi yang dibacakannya berisi tentang sindiran dan pertentangan terhadap orang-orang kafir dan musuh-musuh Rasulullah. Semangat perjuangan Hasan bin Tsabit pun mendapat sambutan baik dari Rasulullah. Rasulullah mengakui jika syair-syair Hasan bin Tsabit mampu melumpuhkan propaganda musuh-musuh islam. Suatu ketika Hasan bin Tsabit pernah diminta datang menghadap Rasulullah, setelah sesampainya di masjid, Rasulullah pun bersabda: “Wahai Hassan, engkau tentu mengetahui yang telah dilakukan kaum musyrikin Makkah. Karena itu, padamkanlah semangat mereka dengan syair-syair mu. Sebaliknya, bangkitkanlah semangat kaum Muslimin dengan syair-syair mu.” (HR. Bukhari). Rasulullah sungguh bangga memiliki penyair layaknya Hasan bin Tsabit, dengan syairnya, Hasan membela Rasulullah dan menangkis celaan orang-orang quraisy yang memusuhi Rasulullah.  Sedangkan bagi orang-orang quraisy sendiri, syair Hasan tak ubahnya seperti tombak yang merobek tabir aib cacat mereka sehingga mereka pun terdiam dan tak mampu membalasnya.

Rasulullah pernah menjelaskan keutamaan Hasan bin Tsabit dalam sebuah hadist yang tertulis di dalam kitab Shahih Muslim yang berbunyi :

حَدَّثَنَا عَمْرٌو النَّاقِدُ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَابْنُ أَبِي عُمَرَ كُلُّهُمْ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ عَمْرٌو حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَعِيدٍ  عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ عُمَرَ مَرَّ بِحَسَّانَ وَهُوَ يُنْشِدُ الشِّعْرَ فِي الْمَسْجِدِ فَلَحَظَ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ ثُمَّ الْتَفَتَ إِلَى أَبِي هُرَيْرَةَ فَقَالَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ أَجِبْ عَنِّي اللَّهُمَّ أَيِّدْهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ قَالَ اللَّهُمَّ نَعَمْ حَدَّثَنَاه إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَمُحَمَّدُ بْنُ رَافِعٍ وَعَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّزَّاقِ أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ ابْنِ الْمُسَيَّبِ أَنَّ حَسَّانَ قَالَ فِي حَلْقَةٍ فِيهِمْ أَبُو هُرَيْرَةَ أَنْشُدُكَ اللَّهَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ أَسَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ مِثْلَ 

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami ‘Amru An-Naqid dan Ishaq bin Ibrahim dan Ibnu Abu ‘Umar seluruhnya dari Sufyan dia berkata; ‘Amru Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin ‘Uyainah dari Az Zuhri dari Sa’id dari Abu Hurairah bahwasanya Umar bin Khaththab pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Jibril! Abu Hurairah menjawab; Ya, Saya pernah mendengarnya.” Telah menceritakannya kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Muhammad bin Rafi’ serta ‘Abad bin Humaid dari ‘Abdur Razzaq; Telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dari Ibnu Al Musayyab bahwa Hassan pernah berkata di sebuah majlis yang di sana ada Abu Hurairah; ‘Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah kemudian dia menyebutkan Hadits yang serupa.” https://mading.id/perspektif/hassan-bin-tsabit-sang-pujangga-andalan-rasulullah-saw/ .

Begitulah, Hasan bin Tsabit adalah seorang penolong Rasulullah dan sahabat-sahabat rosul dari musuh-musuh mereka dengan lisannya. Banyak dari puisi yang dibacakannya menyindir orang-oramg kafir dan menentang mereka serta memuji umat islam dan meratapi para martir dan kematian mereka. Nabi biasa memuji puisi-puisi Hasan bahkan mendorongnya untuk terus melakukan hal tersebut. Tidak ada keraguan bahwa Hasan bin Tsabit memiliki status tinggi dan para khalifah yang mendapat petunjuk menghormatinya.

 *** * *** 

Esai Mahasiswa 1: 

Abdullah bin Rawahah dan Keidahan puisi-puisinya

Oleh Jeni Sahmut Husein Hsb ( NIM 22101010002)

 

Esai ini membahas topik sejarah sastra Arab kalsik pada periode shadr Islam antara tahun 1 Hijriyah sampai dengan Tahun 32 Hijriyah. Pada periode ini banyak sekali lahir tokoh-tokoh sastra di antara : Hasan bin TsabitKa’ab ibn Malik Al-anshari, Abdullah bin Rawahah, dan Al-Huthayi’ah. Adapun topik yang kan di bahas ini adalah Abdullah bin rawahah dan keindahan puisi-puisinya.

Dalam Artikel berbahasa Indonesia membahas tentang biografi beliau yaitu Nama lengkap beliau adalah Abu Muhammad Abdullah bin rawahah bin Tsa’labah bin Imriil Qais bin  Amr bin Imriil Qais Al-akbar bin Malik bin Ka’ab bin Khazraj bin Al-Harist Al-anshari Al-khazraji. Ibu beliau bernama kabsyah bintu waqid bin Amr bin Al-Ithnabah dari bani Al-haris bin Al-Khazraj, beliau memiliki saudari seayah dan seibu, bernama Amrah bintu Rawahah, ibu dari An-nu’man bin Basyir. Beliau Adalah seorang mujahid Islam, dan beliau banyak sekali turut serta dalam berbagai penting pristiwa dalam Islam. Di antaranya bai’at Aqabah pertama dan merupakan salah satu dari 12 yang ikut dalam baiat tersebut. Dan beliu juga turut serta dalam bai’at Aqabah ke dua. Begitu juga dengan orang yang mula-mula masuk islam, bekiau termasuk salah satu dari Assabiqunal Awwalun. Selain dari itu beliau juga seorang ahli ibadah dan seorang mujahid Islam. Dan beliau juga merupakan seorang ahli sya’ir yang sangat ulung. Isi dari puisi-puisinya beliau berisikan tentang pujian-pujian dan pembelaan terhadap nabi Muhammad SAW.

Sedangkan dalam Artikel berbahasa inggris membahas tentang betapa kuatnya iman beliau ketika orang-Yahudi ingin menyuap beliau, akan tetapi beliau menolak mentah-mentah suap tersebut dan berkata kepada orang-orang Yahudi demi Allah! Telah datang kepadaku (nabi Muhammad), dan kamu adalah makhluk Allah yang paling tidak menyenangkan dalam pandanganku (terutama sekarang setelah rencana jahatmu ini). Apa yang kalian tawarkan kepada saya adalah penyapan yang ilegal. Kami tidak pernah menerimanya.

Dalam Artikel yang di terbitkan oleh wkia syiah menyebutkan bahwa sahabat Abdullah bin Rawahah merupakan salah satu sahabat yang di hargai oleh Nabi. Suatu ketika ketika Abdullah bin Rawahah pergi ke masjid, beliau mendengar Rasulullah memerintahkan orang duduk. Maka Abdullah sekita duduk di luar masjid. Mendengar hal itu, nabi sangat mengaguminya dan berdoa untuknya ”semoga Allah membantu abdullah untuk mematuhi dia dan rasulnya”.

Di lain ketika juga ketika Abdullah bin Rawahah sakit, nabi mengunjunginya dan menemukannya dengan kondisi yang sangat kurang sehat. Nabi berdoa untuknya “ Ya Allah jika ini adalah waktu kematiannya, kurangilah kematian untuknya, dan jika ini bukan waktu kematiannya, sembuhkanlah dia”. Dan setelah itu Abdullah di sembuhkan oleh Allah.

Ketika perang khaibar, Nabi SAW meminta Abdullah bin rawahah untuk membacakan sebuah puisi untuk menggairahkan tentara. Maka beliau membacakan sebuah puisi dan kemudian Nabi SAW berkata : Ya Allah kasihanilah Abdullah bin Rawahah.

Dalam penelusuran Artikel berbahasa Arab menjelaskan bahwa Abdullah bin rawahah adalah salah satu sahabat nabi yang setia kepada nabi dan sudah berjanji dalam bait aqabah. Setelah baiat itu nabi memilihnya sebagai salah satu dari dua belas naqba Anshar dan sebagai wakilnya di antara suku bani Haritha dari Khazraj. Dan selama hidupnya beliau selalu berpasrtisipasi pada setiap perang sampai akhir hayatnya di perang mu’tah.

Dalam Artikel Selanjutnya dalam dalam buku sejarah sastra Arab masa jahiliyah dan islam yang di susun oleh Wildana dan Laily meneyebutkan bahwa Abdullah bin rawahah masuk Islam sebelum Bai’at Aqabah bersama kaumnya. Jikalau para penyair masa rasulullah hanya membela Islam dan memerangi kaum musyrikin serta mencelanya tanpa datang ke medan perang, berbeda dengan Abdullah bin rawahah dia adalah orang yang sangat memperhatikan untuk bergabung dalam jihad dan berangan-angan agar Allah SWT mengizinkannya untuk syahid.

Abdullah bin rawahah adalah penyair pada masa jahiliyah dan islam dan selalu mengikuti berbagai peperangan pada masa itu. Perang mu’tah adalah perang terakhir yang di ikutinya. Berikut ini adalah syair-syair Abdullah bin rawahah ketika perang Mu’tah.

لكنني أسأل الرحمن مغفرة # وضربة ذات فزع تقذف الزبدا

أو طعنة بيدي حران مجهزة # بحربة تنفذ الأحشاء والكبدا

حتى يقولوا إذا مرو على جدث يا أرشد الله من فاز وقد رشدا

Akan tetapi aku memohon kepada dzat yang maha pengasih,

Untuk melenyapkan Rasa yang berlebih bagaikan buih.

Atau tikaman dengan tanganku yang ingin menembus

Isi perut dan hati.

Hingga jika ada yang melewati makamku, mereka akan berkata :

Wahai orang yang mencari petunjuk barang siapa yang menang maka

Ia  benar-benar telah mendapat petunjuk (Al-Nadwa,1995:449)

Puisinya yang lain yaitu ketika perang badar yang di tujukan kepada Abu Sufyan ketika ia lari bertemu Rasulullah pada perang badar.

وعدنا أبا سفان بدرا فلم نجد # لميعادهم صدقا وما كان وافيا

فأقسم لو وافتنا فلقيتنا # لأبت ذميما وافتقفدت المواليا

تركنا به أوصال عتبة و أبنة # و عمرا أبا جهل تركناه ثاويا

عصيتم رسولالله أف لدينكم # وأمركم السىء الذي كان غويا

وإني و إن عنفتموني لقاءل # فدى لرسول الله أهلي

وما لي أطعناه لم نعد له فينا بغيرهم # شهابا لنا في ظلمة الليل هديا

Abu Sufyan kembali pada kita saat perang Badr,akan tetapi

kita belum mendapatkan waktu perjanjian dengan tepat dan cukup.

maka bersumpahlah walau kesempurnaan mendatangi kita,

bagi bapak kita yang di benci dan aku kehilangan nyanyian rakyat.

Kami meninggalkan anggota badan utbah dan anaknya Amran

Kami meninggalakan Abu jahal sebagai tawanan

Kamu membangkang pada Rasulullah menggerutu pada

Agamamu dan mengerjakan kejelekan yang sesat.

Sungguhnya bila kekejamanmu padaku memerlukan

Pengorbanan Rasulullah,keluarga, dan hartanya, kita

Patuh pada Rasulullah dan tidak mengadili selain dirinya sendiri.

Dia adalah bintang bagi kita dalam kegelapan malam yang tenang.

 (Al-Nadwa, 1995:404)

Di sebutkan dalam Artikel yang di terbitkan oleh wikishia.Net Pada Tahun 629 Masehi, nabi SAW mengirim pasukan 3000 tentara di bawah komando Zaid bin Haristah untuk memerangi Romawi. Ja’far bin Abi Thalib seharusnya mengambil alih jabatan komando dalam kasus kesyahidan Zayd, dan Adulah bin Rawahah seharusnya mengambil alih jabatan komando dalam kasus kematian Ja’far. Menurut catatan sejarah, sebelum berangkat ke Mu’tah , Abdullah bin rawahah membacakan puisi di mana ia meminta Tuhan untuk memberinya kesempatan untuk menjadi Martir, sambil menangis karena takut akan hukuman Allah. Ketika Zaid dan Ja’far syahid, bendera tentara Islam di pegang oleh Abdullah bin Rawahah. Beliau menyerang musuh setelah pertempuran yang sulit, beliau menjadi pemimpin pasukan sebelum mati syahid. Beliau menggosok darah yang ada di tubuhnya ke wajahnya dan berteriak :”wahai kaum muslimin, dukunglah kehidupan saudara-saudaramu”.

Beliau dan para pasukan lainnya di makamkan di daerah yang di sebut “Mazar” di Al-karak yordania.

 

Daftar Pustaka

 H. Wildana Wargadinata, Laily Fitriani. Sastra Arab Masa Jailiyah dan Islam, Malang: UIN Maliki press, 2018

Eqi Safitri, Tatik Mariyatut Tasnimah “Perkembangan puisi dan Prosa Masa umayyah dan Shadr Islam” , Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Vol 5. No 1. 2022.

Biografi Abdullah bin Rawahah”, Atsar Id, 14 April 2020 oleh Ust Hammam.

Abdullah bin Rawahah A Symbol Justice of Heavenl Justice By Spahic Omer

 Hisham Abdul kreem El-keendi “The Life of one companions of the prophet, Viz. Abdullah bin Rawaha” , IraqJournals, Vol 12. No. 4. 2019.

“Abdullah Bin Rawahah an Embodiment Of Heavenly judtice”, About Islam, 14 July 2019. By Spahic Omer.

en.wikishia.net/view/%27Abd_Allah_b._Rawaha

*** * ***


Esai Mahasiswa 3: 

Jejak Seorang Sha’alik dan Diwan Urwah ibn al-Warid (540–607)

Qothrunnada Az Zahro (22101010009)

https://www.linkedin.com/in/qothrunnadaazzhr

qothrunnadaazzhr@gmail.com

 

            Bentuk jamak bahasa Arab Sha’alik berasal dari kata dari Sha’luk berarti fakir yang tidak memiliki harta untuk dipakai dalam kebutuhan hidupnya. Pada masa jahiliyah tidak sekedar miskin tapi juga berarti sekelompok orang yang buruk perilakunya seperti menyerang, merampok, dan membegal. Menurut Dhaif kelompok dalam Sha’alik terbagi menjadi tiga, yakni dantaranya pertama kelompok Khula’a (orang-orang yang diusir oleh kabilahnya karena banyak melakukan pelanggaran), kedua anak keturunan hitam Habasyah (yang dibuang oleh bapak-bapaknya dan dianggap serta tidak diakui sebagai anak keturunannya karena lahir sebagai aib), dan ketiga kelompok Khula’a’ (bukan anak keturunan budak perempuan Habasyah, tetapi mereka berprofesi sebagai Sho’lakah  seperti Urwah ibn Al-Warid al-Absy).

Sejarah sastra Arab klasik pada periode pra islam antara tahun 540 sampai dengan tahun 607. Pada periode ini lahir banyak sekali tokoh penyair, salah satu diantaranya Urwah ibn Al-Warid. Topik tulisan yang akan dibahas adalah jejak biografi dari sosok yang kaya akan kompleksitas dan signifikasi dalam sejarah sastra Arab pra islam beserta salah satu diwan, yakni Urwah ibn al-Warid.

Penelusuran pertama dalam bahasa Indonesia membahas salah satu penyair Sha’alik bernama Urwah ibn al-Warid, beliau berasal dari kabilah Abs yang memiliki kedudukan tinggi, tetapi ayahnya kecewa karena Urwah menjadi penyebab perang antara Bani Abs dan suku Fijarah. Dari sisi ibunya, Urwah adalah keturunan Nahd dari keluarga Qudha'ah yang tidak terhormat. Ini membuat Urwah merasa aib karena status keturunan Nahd yang rendah. Pengalaman hidup Urwah membentuk pandangannya bahwa kekuatan dihormati dan kelemahan di hina, terutama dipengaruhi oleh ayahnya yang lebih menghargai kekayaan. Fokusnya kemudian beralih pada keadilan sebagai seorang Sha`alik. Dalam konteks masyarakat Badawi, kelompok Sha'alik terkenal sebagai orang fakir yang memiliki keberanian dan kekuatan, tetapi juga mengalami perasaan sakit dan teraniaya karena perbedaan kehidupan yang miskin dengan orang kaya, menciptakan impian kehidupan yang sulit dicapai.

Sedangkan dalam penelusuran kedua dalam bahasa inggris membahas masa Arab pra Islam terdapat fenomena "outcast" yang menyebabkan sekelompok suku itu terpinggirkan dalam kehidupan kemiskinan, tunawisma, kelaparan, dan gelandangan. Salah satu tokoh utamanya adalah Urwah bin Al-Warid, seorang penyair dan ksatria terbuang, yang terkenal karena perhatiannya terhadap fakir miskin dan kaum terbuang. Penelitian dilakukan untuk mengkaji peran Sha’alik (orang buangan) dalam puisi-puisinya, mencari faktor utama fenomena ini di masyarakat pra Islam, dan menghilangkan fitnah terhadap mereka.

Urwah ibn Al-Warid, seorang ksatria, pahlawan, dan penyair Arab pra Islam, menonjol melalui bahasa puisinya yang elegan. Pada analisis puisi Urwah, ditunjukkan bahwa ia merupakan representasi kehebatan bahasa Arab dan simbol martabat, keramahtamahan, kemurahan hati, kejantanan, dan pengorbanan. Fokus utama penelitian adalah peran Urwah sebagai ksatria penyair yang dermawan kepada orang miskin. Kesimpulan mencerminkan sifat-sifat penyair dan merangkum temuan penelitian.

Urwah ibn al-Warid al-'Abs, penyair sha'luk terkenal dari kabilah Bani Abs pada 540-607 M, dianggap "orang Arab kuno yang paling dermawan". Meskipun sedikit yang diketahui tentang kehidupannya, Urwah adalah penyair sha'luk paling produktif dengan puisi terkenal dalam asma'iyyat yang mencerminkan cintanya pada istrinya, Salma. Diabadikan dalam seni Arab, terutama melalui film dan serial TV, Urwah terkait dengan ksatria Antarah bin Shaddad. Beberapa produksi yang melibatkan kisah Urwah mencakup film dan serial TV, seperti "Antara ibn Shaddad" (1961), "Urwa ibn al-Ward" (1978), "Antara ibn Shaddad" (2007), dan drama "Antarah ibn Shaddad" (2012).

Terakhir pada penelusuran bahasa Arab, referensi pertama didapat informasi dalam buku "Diwan Urwah ibn al-Warid", membahas kelompok Sha’alik yang memiliki karakteristik unik melalui syair-syair mereka. Pertama, mereka membenci orang kaya yang kikir. Orang-orang seperti inilah menjadi target serangan dan rampasan, sedangkan orang-orang kaya yang demawan, mereka tidak mau mendekati harta bendanya. Cerita ini mirip dengan Robinhood dan Zorro yang merampok demi rakyat miskin dan keadilan.

Kedua, menjadikan keadilan dasar pembagian rampasan perang tanpa membedakan anggota, bahkan seorang pemimpin pun memperolh bagian yang sama. Sebagai contoh pada saat ‘Urwah dan kelompoknya menyerang dan memperoleh ghanimah (rampasan perang) yang sangat banyak, di antara tersebut terdapat seorang perempuan, lalu Urwah menentukan perempuan tersebut untuk dirinya dan menetukan harganya sendiri, lalu kelompoknya menolak dan berkata, “Kami tentukan harga Perempuan tersebut seharga satu ekor unta, dan masing-masing dari kita bebas untuk memilikinya bila menginginkannya”

Ketiga, memiliki kepedulian sosial tinggi dengan memberikan bagian kepada orang miskin. Mereka menganggap perbuatan mereka sebagai kebanggaan dengan sikap ksatria, hukuman bagi yang kikir, pemaksaan sosial, dan solidaritas sosial. Syair Sha’alik, yang lahir dari para penyair Sha’lik, melibatkan gambaran tingkah laku, aspek psikologis, pekerjaan, dan realitas kehidupan mereka. Syair ini terkenal dengan tema tunggal, mayoritas berbentuk maqtha`ât (penggalan-penggalan), dan jarang mengandung ghazal atau rayuan terhadap perempuan.

Penelusuran kedua dalam referensi bahasa Arab membahas interpretasi Ibnu Al-Skeit terhadap Diwan karya Urwah bin al-Warid. Pembahasan ini menekankan signifikansi sinyal fisik dalam semantik linguistik, menyoroti konotasi opsional atau wajib dari sinyal fisik tertentu. Pembahasan ini juga mengidentifikasi penggunaan sinyal fisik, seperti kesopanan, mata, gigi, dan tangan, yang menekankan peran mereka dalam ekspresi bantuan, altruisme, dan pengorbanan. Pembahasan ini mencatat ketidakhadiran satu sinyal fisik juga bibir yang mencerminkan sifat lembut pengantin Ibn al-Warid.

Pada penelusuran ketiga dalam referensi Bahasa Arab, Urwah memilih hidup sebagai gelandangan setelah gagal menyelamatkan nyawa anak. Dia bersumpah memberi makan orang miskin dengan mencuri dari orang kaya, namun janji unta untuk seorang syekh tidak terpenuhi. Konflik muncul dengan Bani Abs, tetapi Urwah menyelesaikan perselisihan dengan bijaksana. Meskipun kehilangan fokus dan istrinya, Urwah dihormati dan terkenal sebagai penyair. Kehidupannya diwujudkan dalam serial TV dan dipuji oleh Abd al-Malik ibn Marwan.

Dari bagaimana keberadaan Urwah yang merupakan keturunan ibunya yaitu Nahd dari Qudha’ah, sebuah keluarga tidak terhormat dan tidak terpandang dalam kalangan bangsa Arab. Dalam penggambaran prinsip kehidupan Urwah ibn Ward mengungkapkan puisi berikut:

أقسام جسمي


وأنت امرؤ عافى إنا ئك واحد

يوجهى شهوب الحق و الحق جاهد

وأحسوقراح الماء و الماء بارد

إني امرؤ عافى إنائى شركة

أتهزأ منى أن سمنت و أن ترى

أقسم جسمي في جسوم كثيرة


Sesungguhnya aku adalah sang dermawan yang membagi piring dengan orang banyak

Sedang kamu adalah orang bakhil yang tidak membagi piringmu

Dengan yang lain

Apakah kamu mengejekku karena kegemukanmu dan melihat

Wajah kurus dan kusutku sedang kamu tidak tahu karena aku

Berjuang untuk mengembalikan kepada  yang berhak

Aku membagi makanan bagi tubuhku dengan banyak tubuh

Dan aku membagi air jernih masa kering dengan yang lain sedangkan aku sendiri kehausan

 

            Jadi dalam pembahasan mengenai Urwah ibn al-Warid akan membuka jendela ke dalam kehidupan sosial, budaya, dan intelektualitas Masyarakat Arab pra Islam. Melalui berbagai penelusuran, didapati karya-karyanya dan memahmi peran serta pengaruh dalam membentuk pandangan dan nilai-nilai Masyarakat pada saat itu. Selain itu melibatkan juga memberi kesempatan untuk merenungkan bagaimana Sejarah sastra dan pemikiran Arab berkembang dalam konteks keberagaman dan dinamika sosial.

  

Referensi

Muhammad, Asma’ Abu Bakar. 1992. Diwan Urwah Ibn Al Ward As-Sa’alaik. Beirut, Cairo: Dar al Kutub al-Ilmiyyah.

H.Wildana Wargadinata, Lc., M.Ag., Laily Fitriani, M. Pd. Sastra Arab Dan Lintas Budaya. Editedby MA. H. M. Abdul Hamid, 1st ed., UIN-MALANG PRESS, 2008.

Syauqi Dhaif. Tarikh Al-Adab Al-Aroby: Al-’Ashru Al-Jahili. Dar al Ma’arif, 2001.

https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39458/2/Fulltext.pdf

https://en.m.wikipedia.org/wiki/Urwa_ibn_al-Ward

https://academicjournals.org/journal/IJEL/article-full-text-pdf/9E9E8E759599

https://medwelljournals.com/abstract/?doi=sscience.2016.456.462

*** * *** 

Esai Mahasiswa 4: 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

  

 

 

 

 

 

 




Leave a Comment