| 0 Comments | 33 Views

Seri Esai Mahasiswa Sejarah Sastra Arab Klasik # Topik Puisi Arab Era Turki Usmani (1516-1800-an)

Esai Mahasiswa 2: dipublikasikan 12-1-2025

Imam al- Haddad penyair buta yang memiliki  nama besar dan terkenal di mana- mana

Oleh Sophia Alya Agustina

Syaikh Abdullah bin Alawi al-haddad (1634-1720M). Adalah sosok ulama, sufi dan penyair yang berperan penting dalam perkembangan pemikiran islam. Beliau juga salah satu tokoh yang yang berhasil menyatukan tasawuf dan seni sastra. Melalui karya-karya nya beliau menuangkan gagasan sufistik dan pengalaman batinnya dalam bentuk  syair. Imam al- haddad juga di kenal sebagai seorang penulis yang produktif. Karya-karyanya telah menyebar tidak hanya di Hadramaut, Tetapi juga ke seluruh negri  islam, terutama di Afrika dan Asia termasuk Indonesia.

Periode kehidupan imam al-Haddad berlangsung pada abad ke-17 hingga awal ke-18 M, Dimana kesultanan turki usmani masih menjadi kekuatan politik utama yang menguasai sebagian besar dunia islam, termasuk hijaz dan yaman. Meskipun secara geografis beliau berada di Hadramaut, Yaman. Tetapi karya- karya beliau menyebar luas ke wilayah-wilayah turki usmani.

Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad mengalami kebutaan sejak kecil akibat suatu penyakit “campak”. Namun, keterbatasan fisik ini tidak menghalangi imam al-haddad untuk menjadi seorang ulama besar, sufi terkemuka, dan penyair berpengaruh....... 

Salah satu karya monumental al-haddad ,yang sampai sekarang masih terasa pengaruhnya di kalangan muslim di dunia, adalah kumpulan syair- syair beliau Diwan al-Durr al- Manzhumi li dzawi al- ‘Uqul wa al-Fuhum. Syaikh al- Haddad memilih media syair untuk menyapaikan buah pikirannya yang tertentu, karena sikap  kehati- hatiannya , yang merupakan sikap pribadinya dalam berbagai sektor kehidupan. Banyak pemikiran sufistik imam al- Haddad yang tak termuat dalam kitab-kitabnya yang lain, tetepi dimuat dalam diwan syairnya tersebut.

Berikut kutipan salah satu puisi (qasidah) Imam al- Haddad dalam potongan puisi oleh Layyinah Amatullah diceritakan bahwa bait- bait syair ini adalah wasiat langsung dari imam al- Haddad kepada murid-muridnya yang dimana  awal bait syair (qasidah) beliau berpesan untuk bertaqwa kepada allah SWT dalam segala keadaan, baik  bersembunyi, maupun terang-terangan, dalam sunyi maupun di tengah keramaian, ketika senduru maupun beramai-ramai. Kemudian di bait berikutnya, beliau memberi nasihat untuk memerangi hawa nafsu yang tidak  lain hanya menggiring kita untuk mengutamakan kehidupan dunia di banding akhirat, dan membawa kita ke dalam kesengsaraan. 

عَلَيكَ بِتَقوَى اللهِ في السِّرّ  والعَلَن # وَقَلَبَكَ نَظِّفهُ من الرِجسِ وَ الدَّرَنِ

وَمُخَالِفٍ هَوى النَّفسِ الَّتي لَيسَ قَصْدَهَا # سِوى الجَمعِ لِلدَارِ الَّتي حَشوُهَا المِحَنِ

وَإِصْحَبِ ذَوي المَعرُوفِ وَالعِلمِ وَالهُدى # وَجَانِبِ وَلاَ تَصحَبِ هَدِيَّتَ مَنِ إِفْتَتَنِ

فَإنْ تَرضَ با المَقْصُومِ  عِشْتَ مُنَعَّما # وَ إن لَمْ تَكُنْ تَرْضَى بِهِ عِشتَ  فِي حُزْنِ.

Artinya

Bertakwalah kepada Allah, baik dalam kesendirian maupun di hadapan orang, dan bersihkanlah hatimu dari noda dan kotoran.

Dan lawanlah hawa nafsu yang tujuannya semata-mata hanyalah mengumpulkan untuk dunia yang penuh dengan kesulitan dan cobaan.

Bersahabatlah dengan orang-orang yang berbuat kebaikan, memiliki ilmu, dan berada di jalan petunjuk, serta jauhilah dan jangan bersahabat dengan orang yang terperdaya oleh godaan dunia.

Jika engkau ridha dengan apa yang telah ditetapkan untukmu, niscaya engkau akan hidup dalam kenikmatan. Namun, jika engkau tidak ridha, maka engkau akan hidup dalam kesedihan.

 

Uraian tokoh imam al- Haddad yang wafat pada tahun 1720 M. Jika di kontekskan pada sejarah Indonesia, di dominasi VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), yang didirikan pada 1602, sudah menjadi kolonial dominan di nusantara pada 1720. VOC memutuskan kendali  di Batavia (Jakarta) dan mengontrol perdagangan rempah-rempah, khususnya di maluku, Banda dan Ambon. Pada tahun ini juga  islam telah menjadi agama mayoritas di sebagian besar wilayah Nusantara, khususnya di  jawa, sumatra (kerajaan serdang), Kalimantan (Kesultanan Gowa-Talo),  sulawesi, dan sebagian maluku.

*** * ***


Esai Mahasiswa 1: dipublikasikan 1-1-2025

Kreativitas Syekh Ja’far AL Barzanji Dalam Menciptakan Albarzanji Sebagai Ekspresi Spiritual

Oleh Reza Haris Kurniawan 

Syekh Ja'far Al-Barzanji, seorang ulama besar keturunan Nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa'adah Al Barzanji yang termasyur, lahir pada hari Kamis awal Zulhijjah tahun 1126 H (1711 M) di Madinah Al-Munawwarah.

Dalam perjalanan pendidikannya, sejak kecil, beliau sudah menunjukkan bakat dan kecerdasan yang luar biasa dalam bidang ilmu agama. Pada usia muda, beliau mulai mendalami ilmu agama di kampung halamannya, yang dikenal sebagai tempat berkembangnya banyak ulama dan cendekiawan. Beliau menerima pendidikan dasar tentang agama Islam, mulai dari Al-Qur'an, hadis, fiqh, dan tauhid.

Kemudian dalam mengembangkan ilmunya, selanjutnya mempelajari berbagai cabang-cabang ilmu lainnya kepara ulama di Masjid Nabawi. Di antara guru-gurunya ialah Syekh 'Atha-Allah bin Ahmad al-Azhari, Syekh Abdul Wahab ath-Thanthawi al-Ahmadi, Syekh Ahmad al-'Asybuli dan ulama besar lainnya. Setelah semua cabang ilmu Islam dipelajari olehnya, ia menjadi ulama yang sangat alim yang diakui keluasan ilmunya oleh berbagai ulama.

Berkaitan dengan silsilahnya, Syaikh Ja'far Al-Barzanji adalah seorang ulama besar keturunan Nabi Muhammad SAW dari keluarga Sa'adah Al Barzanji yang termasyur. Dikatakan, datuk-datuk Sayyid Ja'far semuanya merupakan ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu, amalan, keutamaan, dan kesalihannya.

Seiring berjalannya waktu, setelah perjalanan panjang dan melelahkan dalam menuntut ilmu, Sayyid Ja'far al-Barzanji menjadi mufti (ahli fatwa) mazhab Syafi'iyah di Madinah, yaitu saat usianya mencapai 31 tahun, sebagaimana disampaikan oleh Syekh Muhammad al-Qhat'ani: وَعُمْرُهُ إِحْدَى وَثَلَاثِيْنَ عَامًا ثُمَّ صَارَ مُفْتِي الشَّافِعِيَّةِ فِي الْمَدِيْنَةِ الْمُنَوَّرَةِ وَخَطِيْبًا فَقَدْ كَانَ يَخْطُبُ فِي الْمَسْجِدِ النَّبَوِي الشَّرِيْفِ Artinya, "Dan pada umur 31 tahun, Sayyid Ja'far al-Barzanji menjadi mufti ulama mazhab Syafi'iyah di kota Madinah al-Munawwarah, dan juga menjadi khatib di Masjid Nabawi yang mulia." (Al-Qhat'ani, Maulidul Barzanji Tashîh wa I'tinâ.).

Sebagai hasil dari keilmuannya, dalam Penggabungan Unsur Syekh Ja'far berhasil menggabungkan unsur puisi, prosa, dan doa dalam Al-Barzanji. Hal ini menciptakan sebuah karya yang tidak hanya indah secara estetika, tetapi juga kaya akan makna spiritual. Bahasa yang IndahKarya ini ditulis dengan bahasa yang puitis dan penuh dengan ungkapan cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Gaya bahasa yang digunakan membuat pembaca dan pendengar merasakan kedekatan emosional dengan isi karya. Struktur yang Teratur Al-Barzanji memiliki struktur yang jelas, dengan pembagian antara natsar (prosa) dan nadhom (puisi). Ini memudahkan pembaca untuk memahami dan menghayati setiap bagian.

Sebagai contoh keindahan syairnya tertuang dalam bait:

ﺃﻧﺖ ﺇﮐﺴﻴﺮ ﻭﻏﺎﻟﻲ ، ﺃﻧﺖ ﻣﺼﺒﺎﺡ ﺍﻟﺼﺪﻭﺭ  # ﻳﺎ ﺣﺒﻴﺒﯽ ﻳﺎ ﻣﺤﻤﺪ ، ﻳﺎﻋﺮﻭﺱ ﺍﻟﺨﺎﻓﻘﻴﻦ 

ﻳﺎ ﻣﺆﻳﺪ ﻳﺎﻣﻤﺠﺪ ، ﻳﺎ ﺇﻣﺎﻡ ﺍﻟﻘﺒﻠﺘﻴﻦ    #  ﻣﻦ ﺭﺃﯼ ﻭﺟﻬﻚ ﻳﺴﻌﺪ ، ﻳﺎﮔﺮﻳﻢ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻳﻦ

Lebih jauh lagi, Al-Barzanji merupakan karya yang kaya akan tema dan makna mendalam, dengan fokus utama pada ekspresi cinta kepada Nabi Muhammad SAW yang diungkapkan secara indah oleh Syekh Ja'far melalui syair-syairnya. Karya ini tidak hanya berfungsi sebagai ungkapan kecintaan, tetapi juga berperan sebagai sarana pendidikan spiritual yang membantu membentuk akhlak dan moralitas umat Islam dengan meneladani kehidupan Nabi.

Selanjutnya dalam konteks perayaan Maulid Nabi, Al-Barzanji menekankan pentingnya momen ini sebagai waktu untuk merenungkan dan merayakan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Dampaknya terhadap masyarakat sangat signifikan, dimana karya ini telah menjadi bagian integral dari tradisi keagamaan di berbagai belahan dunia Muslim. Pembacaannya dalam berbagai acara keagamaan telah menciptakan rasa kebersamaan dan solidaritas di antara umat.

Pada akhirnya, pengaruh Al-Barzanji melampaui aspek keagamaan, merambah ke ranah budaya dan seni, termasuk musik dan sastra dalam masyarakat Muslim. Yang paling penting, karya ini telah berhasil menumbuhkan dan memperdalam kecintaan umat Islam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga menjadikannya sebagai salah satu karya yang paling dihormati dan banyak dihafal dalam tradisi Islam.

Demikianlah, Syekh Ja'far Al-Barzanji telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi umat Islam melalui karyanya yang monumental, Al-Barzanji. Karya ini tidak hanya menjadi bukti kecintaan yang mendalam kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi juga telah menjadi jembatan spiritual yang menghubungkan generasi demi generasi umat Islam dengan sosok Nabi mereka yang mulia. Melalui keindahan bahasa dan kedalaman maknanya, Al-Barzanji terus menginspirasi dan membimbing umat dalam menghayati dan meneladani kehidupan Nabi Muhammad SAW.

Setelah mengabdikan hidupnya untuk ilmu dan pengajaran, serta memberikan kontribusi besar dalam khazanah literatur Islam, Syekh Ja'far Al-Barzanji wafat pada tahun 1177 H (1763 M) di Madinah Al-Munawwarah. Beliau dimakamkan di pemakaman Baqi', berdekatan dengan makam keluarga Nabi Muhammad SAW. Kepergian beliau meninggalkan duka yang mendalam bagi umat Islam, namun warisan intelektual dan spiritual yang beliau tinggalkan, terutama kitab Maulid Al-Barzanji, terus hidup dan memberikan manfaat hingga hari ini.

Kehadiran Al-Barzanji dalam tradisi Islam telah membuktikan bahwa karya sastra religius dapat menjadi medium yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan spiritual dan moral. Melalui kombinasi keindahan bahasa, kedalaman makna, dan struktur yang teratur, Al-Barzanji telah berhasil membangun jembatan emosional antara umat Islam dengan Nabi mereka, sekaligus menjadi sarana pendidikan spiritual yang efektif dalam membentuk karakter dan akhlak umat. Warisan berharga ini akan terus hidup dan memberikan manfaat bagi generasi-generasi mendatang, mengingatkan kita akan pentingnya menghidupkan dan melestarikan tradisi keilmuan dan spiritual dalam Islam.


Leave a Comment