| 0 Comments | 51 Views

Sumber Review : Artikel 14 Sastra Digital 2023

Judul  :  الأدب  التفاعلي  العربي: القصيدة  التفاعلية, الرواية التفاعلية: - المسرحية  التفاعلية (Sastra Interaktif : Puisi, Novel, Drama)

Penulis:حسين دحو

“Sastra Digital Bukan Momok dalam Perkembangan Sastra Arab Zaman Post Modern”

Review atas artikel النص الرقمي في الادب العربي من الورقية الي الرقمنة: وجه اخر لما بعد الحداثة (د. حسين دحو)

Disusun oleh Syarafina Azatul Hidayah (20101010058)

 

Artikel berjudul Al-Nas Al-Raqmi fi Al-Adab Al-Arabi min Al-waraqiyyahh ila Al-Ruqmanah: Wajhun Akhar lima ba’du Al-Hadatsah yang ditulis oleh Dr. Husein Daho berisi padangan beliau mengenai perbedaan sastra cetak dan sastra digital pada era post modern. Artikel ini diterbitkan pada 29 Desember 2017. Dr. Husein merupakan seorang profesor linguistik Arab di Universitas Kasdi Merbah, Ouargla, Aljazair. Secara garis besar, artikel ini membandingkan antara sastra cetak dan sastra digital dalam perkembangan sastra Arab. Kemudian, Dr. Husein membangun argumennya dalam memandang sastra digital dan kaitannya dengan identitas dan ciri khas kesusasteraan Arab di zaman post moden.

Dalam artikelnya, Dr. Husein menulis tentang perbedaan sastra digital dan sastra cetak dalam sastra Arab, juga kaitannya dengan negara Barat. Menurutnya, sastra digital atau disebut al-nas al-raqmi, merupakan sastra yang memfungsikan banyak panca indera. Contohnya televisi dimana kita bisa melihat gambar dan mendengar suara. Sebaliknya, sastra cetak atau disebut Al-Nas Al-Waraqiyyah hanya mengandalkan sedikit panca indera. Namun meski begitu, adanya sastra cetak merupakan awal dari hadirnya sastra digital. Sehingga kita juga harus mengapresiasinya.

Contoh sastra digital adalah unggahan yang di post oleh akun sastraarabcom di platform Youtube. Mereka mengunggah puisi Al-Hallaj dengan judul “Idza Hajarta Fa Man Li” dengan bentuk video disertai suara musikal perempuan sedang melantunkan puisi tersebut dan visual berupa penari sufi. Mereka juga melengkap dengan teks arab dan terjemahan Indonesia sehingga penonton berbangsa Indonesia yang menjadi target karyanya dapat ikut merasakan apa yang disampaikan Al-Hallaj pada puisinya tersebut. Selain itu, sekarang ini beberapa penyair yang masih hidup juga mengunggah karyanya di platformnya masing-masing, seperti instagram. Contohnya adalah sastrawan bernama Abla Jaber berkebangsaan Palestina. Ia mengunggah puisinya tentang negaranya setelah hujan di Yerussalem pada postingan 18 November 2022. Postingannya tidak hanya tulisan, namun disertai gambar yang relevan dan beberapa hashtag sebagai penanda dan supaya mudah ditemukan oleh pembaca. Sastrawan pada masa modern ini telah sadar bahwa publikasi karya sastra menjadi semakin mudah dengan adanya sastra digital ini. Dan sastrawan tak perlu khawatir dianggap sombong atau pamer. Karena mengunggah karya di akun media sosial merupakan sesuatu yang lumrah dan suatu bentuk apresiasi terhadap karya dan bentuk kepercayaan diri seorang sastrawan.

Dr. Husein menjelaskan bahwa hidupnya teks sastra tergantung pada komunikasi interaktif antara pengarang dan pembaca. Sehingga semakin banyak pengarang menampilkan atau mendekati pembaca dengan berbagai panca indera, maka semakin sukses seorang pengarang dalam mengarang karya. Para penyair pada masa Jahiliyah juga sepakat bahwa panca indera merupakan sarana menuju perasaan pembaca. Namun dikarenakan sastra digital banyak berkembang di Barat, Arab sebagai rahim dimana sastra dilahirkan malah terlupakan. Sastra arab menolak adanya sastra digital karena hal tersebut bukan berasal dari bangsa Arab. Dr. Husein membuka pandangan kepada khalayak dalam artikelnya. Ia mengatakan bahwa pada perubahan yang terjadi masa ini, bukanlah hanya hal buruk semata, namun tak bisa dipungkiri bahwa adanya sastra digital merupakan nikmat kemudahan yang dapat kita rasakan saat ini.

Sastra digital merupakan kebutuhan modern dan keterbukaan individu seorang sastrawan. Dr. Husein menegaskan dalam tulisannya, bahwa memang sastra digital ini merupakan pengaruh dari globalisasi yang diusung Barat. Namun sastra Arab tidak lantas kehilangan identitas dan ciri khasnya dalam kesusasteraan. Karena sastra digital ini hanyalah perubahan sarana dalam memasarkan karya, bukan merubah identitas maupun keunikan sastra di setiap bangsa. Sehingga adanya sastra digital tidak perlu dimaknai negatif apa lagi mempercayai pemaknaan ekstrim bahwa adanya sastra digital menggerus sastra lama atau sastra cetak. Hal ini tentu merupakan mitos belaka. 

*** 

Teks Digital Dalam Sastra Arab Dari Kertas Hingga Digitalisasi: Wajah Lain Postmodernisme

Review النص الرقمي في الأدب العربي من الورقية إلى الرقمنة: وجه آخر لما بعد الحداثة oleh  Husein Dahwa

Disusun oleh Bella Nuroktaviana (20101010070)

            Artikel ini berjudul “Teks Digital Dalam Sastra Arab Dari Kertas Hingga Digitalisasi: Wajah Lain Postmodernisme”. Ditulis oleh Husein Dahwa dan diterbitkan pada tahun 2017 Edisi No. 29 di Kasdi Merbah University of Ouargla. Menurut Husein Dahwa Sastra Arab Digital adalah Sastra Arab yang melepaskan konsep kepemilikan pribadi yang penulis dan pembaca berebut untuk menghasilkan teks, dan mengganti hal tersebut dengan otoritas untuk membawa teks hidup melalui berbagai pembacaannya. Berakhir dengan transformasi teks sastra menjadi teks elektronik, digital, interaktif, dan terkait, sesuai dengan variasi istilah yang digunakan. Transformasi ini menghapuskan hak kepemilikan individual atas teks, menggantinya dengan kepemilikan kolektif yang mencabut konsep perbedaan antara pihak-pihak dalam proses kreatif sastra. Husein Dahwa menggunakan istilah Postmodernisme dalam artikel ini. Postmidernisme adalah interpretasi skeptis terhadap budaya, sastra, seni, filsafat, sejarah, ekonomi, arsitektur, fiksi, dan kritik sastra. Postmodernisme sering dikaitkan dengan dekonstruksi dan pascastrukturalisme karena penggunaannya sebagai istilah mendapatkan popularitas yang signifikan pada waktu yang sama dengan pascastrukturalisme, yaitu dalam abad kedua puluh.

            Menurut Husein Dahwa, dia tidak tergolong dalam pembagian sebelumnya ini, dan dalam judul artikel ini. Dia mengatakan bahwa dia tidak terpesona oleh budaya Barat dan metodenya, yang mendorong untuk mengadopsinya tanpa mempertimbangkan struktur dan latar belakang pengetahuan, serta kebutuhan dan alasan di baliknya. Dia juga bukan dari mereka yang meragukan, menekankan, dan menolak apa yang berasal dari Barat, menandainya sebagai tanda malu, pengkhianatan, dan tipu daya. Sebaliknya, dia menemukan dirinya berada di barisan orang bijak yang berbicara pada akal, mencari pemikiran, dan menciptakan pandangan intelektual yang moderat dan netral untuk diri mereka sendiri. Pandangan ini menerima dengan semangat kontribusi dari yang lain dalam format dialog yang dibangun atas prinsip saling menguntungkan dan memanfaatkan.

            Menurut Husein Dahwa tulisan sastra digital Arab adalah bukti nyata pengaruh Arab terhadap globalisasi dan persepsi kritis dan sastra Barat. Meskipun terpengaruh, tulisan Arab tidak kehilangan kekhususan dan identitasnya, melainkan mengukuhkan dengan cara yang tak tertandingi kemampuan sastra Arab dalam memuat unsur-unsur teknologi dan keunggulan dalam mengungkapkannya melalui aliran teks puisi dan prosa digital, yang menyajikan gambaran terhormat dari pencipta, penerima, dan pembaca Arab, dan melukiskan gambaran akurat tentang kesadaran konseptual. Aspek yang lebih tinggi dari proses kreatif Arab, dan kesimpulan artikel penelitian ini adalah menegaskan bahwa pilihan kita terhadap karya-karya Barat pengetahuan tidak cocok sebagai aspek pemupukan silang intelektual dan kognitif dengan pengetahuan, dan hal ini menghindarkan kita dari dosa-dosa yang berkonspirasi melawan identitas Arab dan menyerukan penghancuran identitas Arab. Karena kita rela mengambil apa yang bermanfaat bagi kita dan mengangkat bahasa dan sastra kita di ketinggian dan keunggulan di antara bahasa dan sastra bangsa lain. Tidak semua yang dihasilkan postmodernisme dan globalisasi itu jahat dan kutukan ataupun menyesatkan, melainkan ada kebaikan dan keberkahannya. di dalamnya selama kita mengambil dan menambahkan ke dalamnya ajaran agama kita yang sejati dan kejeniusan Arab yang mengekspresikan modernitas dan orisinalitas kita serta melestarikannya, melestarikan identitas murni sastra Islam-Arab kita.

 


Leave a Comment