| 0 Comments | 129 Views
Sumber Review : Artikel 8 Sastra Digital 2023
Judul : الرواية الواقعية الرقمية (Novel Realis Digital)
Penulis: صفية عليـــــــــــــة
Masa Depan Tulisan:
Menyelami Kemajuan Sastra di Era
Digital
Disusun Oleh:
Shofiyanti Elisa Putri_20101010037
Tulisan ini merupakan review salah satu tema yaitu “Novel Sastra Digital” yang ada di dalam
disertasi yang berjudul Afaaqu Nash al adaaby Dimni Aulammah
karya Shafiyah Aliyah.
Sumber bacaan yang menjadi bahan review kali ini adalah sebuah
disertasi sekaligus menjadi buku dari seorang mahasiswi dari Universitas
Mohamed Khider Biskra yang bernama Shafiyah Aliyah. Disertasi ini ,
ia ajukan untuk memperoleh gelar Doktor
of Science dalam bidang Sastra Arab dengan spesialisasi tema “Sastra
Aljazair Modern” dan diterbitkan oleh Universitas pada tahun ajaran 1435 H/1436
H, 2014 M/2015 M.
Dalam Tulisannya, dijelaskan terkait Novel Sastra Digital. Peletak dasar dari Novel Sastra Digital ialah Muhammad
Sanajleh. Ia mengatakan bawasanya Novel Sastra Digital merupakan Novel yang menggunakan bentuk baru yang
diperoleh dari media digital, terutama terkait teks Novel yang berhubungan dengan Hypertext, efek digital,
gambar, suara, gerakan, seni grafis, maupun berbagai animasi yang
diikutsertakan dalam Novel itu sendiri. Dengan bentuk baru dari
Sastra ini, manusia disebut juga sebagai Manusia Era Digital. Jadi Kesimpulannya bahwa Sastra Digital merupakan suatu
wadah untuk mewujudkan kreasi digital yang berisi teks dan disertai dengan
suara, gambar, gerakan, video, grafik, animasi, tabel, dan peta. Semua media
yang digunakan untuk menyusun suatu teks Novel Sastra Digital merupakan representasi digital dengan dunia
baru (Virtual).
Akan tetapi, kebanyakan orang lebih akrab dengan istilah Novel Interactive/Novel
Digital dibandingkan Novel Sastra Digital? Padahal kedua istiah ini
memiliki makna yang sama.
Muhammad
Sanajleh
lebih menyukai penggunaan istilah “Sastra Digital”. Padahal keduanya memiliki
kesamaan formal yaitu sama-sama menggandung kreativitas, menggunakan Hypertext, serta berbagai
teknik digital lainnya. Perbedaan keduanya ialah Novel realitas digital menggabungkan antara
bentuk multimedia dan konten realitas Virtual bersama-sama, fokus pada realitas dan
aspirasi manusia dalam dunianya yang terhubung secara daring, sementara "Novel interaktif" cukup menjadi bentuk digital
dan tidak selalu menjadi konten Virtual yang nyata. Fatimah
al Bariki memiliki perbedaan sudut pandang dengan Muhammad
Sanajleh terkait kesesuaian dan gaya
naratifnya. Ia berkata bahwasanya kesesuaian antara Novel interaktif dan Novel sastra digital terletak pada bentuk
naratifnya. Maksudnya ialah keduanya menggunakan teknik hypertext dan berbagai efek
audio-visual lainnya. Kemudian perbedaan keduanya yaitu pada Topik. Dalam “Novel Sastra Digital” berkaitan dengan
keberadaan masyarakat digital yang ada dalam ingatan manusia ketika menjelajahi
dunia Virtual melalui perantara internet. Kemudian
masyarakat masuk ke dalam jaringan hubungan digital yang dibangunnya dan
dibarengi dengan pesan nilai moral yang terkandung didalamnya sehingga terdapat
perubahan yang terjadi pada manusia nyata yang menjadi transisi ke dalam dunia
digital.
Oleh karena itu, mereka setuju akan bentuk naratif yang digunakan
dalam "hypertext"
akan berbeda dengan yang ada dalam isi. Karena subjek "Novel Sastra Digital" terbatas pada
pandangan masyarakat digital yang terbentuk dalam ingatan manusia dalam
menjelajahi dunia Virtual.
Sementara "Novel interaktif" lebih komprehensif,
karena mencakup konsep "Novel Sastra Digital", dan terbuka untuk
segala sesuatu yang muncul di benak seseorang untuk menulis menggunakan metode
penulisan kreatif yang berdasarkan multimedia dan hypertext, serta berbagai
teknologi modern dalam segala bentuk dan levelnya, tanpa harus membutuhkan
tulisan tentang ruang Virtual.
Pelopor “Novel Sastra Digital” mulai dengan karya
pertamanya dengan menulis Novel Sastra yang berjudul “دمعتان على خد القمر” dan kemudian dirilis
pada tahun 1991. Disusul dengan Novel Sastra Digitalnya yang pertama kali
terbit versi digitalnya pada tahun 2001 dan versi cetaknya pada tahun 2002. Hal
tersebut membuka jalan baginya untuk melanjutkan menulis Novel Digitalnya sehingga melahirkan dua Novel yang berjudul “شات” dan "صقيع". Ia menjadi
seorang Novelis Realistis Digital yang Unik dibidang
Kreativitas Novelis Interaktif.
Terdapat review dari beberapa tokoh yang telah membaca Novel karya Muhammad Sanajleh,
diantaranya Menurut Sayyid Najm.
Dalam Novel “شات”, pembacaan kritis Sayyid Najm memuji keberhasilan artistik Novel tersebut karena alurnya yang serupa
ketika menonton film. Selain itu, Novel ini juga menggunakan bahasa yang berbeda
dari bahasa naratif yang biasanya terdapat dalam Novel arab tradisional. Selain menuliskannya
dengan kata, Muhammad
Sanajleh
juga menyertakan suara, gambar, seta gerakan. Selain itu, juga ada Zahur Ikram, menurutnya Novel yang berjudul “شات” dan "صقيع" merupakan salah
satu bentuk ekspresif naratif yang mencakup unsur seni naratif dari alur
peristiwa, narasi, karakter, waktu serta latarnya. Berlatarbelakang pembacaan
kritis Zahur Ikram dalam dua Novel Muhammad Sanajleh, kita dapat menyoroti faktor Penentu
Variasi Teks, yaitu: Jumlah tanda yang mengekspresikan situasi sastra dalam
tekstualnya yang mengambil bentuk berbeda dalam manifestasinya. Kemudian dapat
dicirikan keragaman manifestasi interaksi dengan manifestasi tekstualnya.
Teknologi Digital Merubah Cara Pandangn Masyarakat Modern Muhammad Sanajla
Disusun Oleh : Ienas Suroyya Nafa Al-Musawa
(20101010046)
Instagram @Nafaaalmsw
mailto:inassuroyyanafa25@gmail.com
Muhammad Sanajla adalah penulis Arab yang menulis novel
digital, puisi, dan berbagai cerita dalam sastra arab. Pada bagian ini Muhammad
Sanajla menuliskan artikel berjudul Realistik Fiksi Digital yang tercantum
dalam disertasi mahasiswa Universitas Mohamed Khidir Biskra yang bernama Safia Aliyah. Disertasi
tersebut berjudul Prospek Teks Sastra dalam Globalisasi terbit pada tahun 2014/2015 M. Safia
Aliyah Menyusun teks disertasi Bersama dengan tim diskusinya, antara lain :
1. Saleh Ketua Profesor Universitas Biskra
2. Ali Aliyah Pengawas Profesor Dosen (A), Universitas Batna
3. Tayeb Bouderbala Anggota Profesor Universitas Batna
4. Ahmed bin Lakhdar Anggota Profesor
Universitas Biskra
5. Abdul Rahman Anggota Profesor
Universitas Biskra
6. Issa Medawar Anggota Profesor
Universitas Batna
Pada zaman digital, dijelaskan dalam artikel bahwa manusia nyata mulai menuju wujud barunya sebagai makhluk digital
virtual. Dengan begitu manusia mulai menggunakan teknologi berupa hypertext dan berbagai efek multimedia, seperti gambar, suara, gerak seni grafis,
serta berbagai animasi yang disisipkan kedalam struktur naratif suatu teks. Adanya teknologi
tersebut menyebabkan perbedaan penyebutan dalam novel. Tampak semua orang akrab
dengan penyebutan “novel interaktif”, namun disisi lain “novel realisme” muncul di tengah dunia virtual yang sama.
Sanajla percaya adanya perbedaan penyebutan novel ini
disebabkan oleh beberapa kritikus barat. Terlepas dari kesamaan formal antara
dua penyebutan tersebut, keduanya sama-sama menggunakan teknologi digital yang
berbeda dalam pengaplikasiannya. Novel realisme memadukan bentuk media dan isi
realitas maya, focus pada realitas dan aspirasi manusia di dunia daringnya.
Berbeda dengan novel interaktif yang menggunakan gaya narasi. Menurut Sanajla
keduanya sama-sama menggunakan bentuk naratif, hanya berbeda pada bentuk
visualnya.
Setelah mengetahui persamaan dan perbedaan dari novel interaktif
dan novel realisme, dapat dikatakan bahwa manusia sesungguhnya sedang dalam
proses transformative dari manusia nyata menjadi manusia maya. Hal
itu menyebabkan topik novel realisme digital terbentuk dalam memori virtual
manusia melalui internet sesuai dengan jalannya peristiwa kehidupan. Sedangkan
bentuk topik dalam novel interaktif lebih komprehensif dan terbuka untuk segala hal yang dapat
dipikirkan atau ditulis oleh seseorang.
Pada permulaan kreatif pertamanya, pionir “novel
realistic digital” mulai meulis novel kertas (cetak) dengan judul “Dua Air Mata
di Pipi Bulan” pada tahun 1991, disusul dengan versi digitalnya pada tahun
1991, 2001, kemudian dalam bentuk cetaknya pada tahun 2002 M. ia melanjutkan
novel virtualnya dengan meluncurkan dua novelnya (“Chat” dan “Frost”). Meskipun
novel tersebut merupakan cikal bakal novel “Bayangan yang Esa”, novel “Obrolan”
lebih kompleks dari segi Teknik. Terbitnya novel “Obrolan”, novel realisme
digital kedua sang novelis Dokter Muhammad Sanajla.
Muhammad Sanajla juga memperdalam ide-ide dalam novel
“chat” nya dengan menggunakan ide dan klip dari film “The Matrix” dan “American
Beaty” berupa penambahan semacam Gerakan untuk kenikmatan pembaca. Ia juga mengadopsi Bahasa yang berbeda. Darisitu Muhammad
Sanajla mulai menulis novelnya dalam bentuk suara, gambar, dan Gerakan
sinematik untuk mewujudkan apa yang ia sebutkan dalam novelnya.
Dengan demikian setelah membaca keseluruhan dari
bagian ini, penulis memperoleh pengetahuan bahwa pada manusia modern (manusia
digital), novel tidak hanya berbentuk buku. Namun dapat juga berbentuk digital sinematik.
Representasi visual yang lengkap dengan suasana yang digambarkan dalam
novel akan membuat pembaca semakin mudah untuk menghayati isi bacaan. Tidak
hanya itu dengan ada nya novel digital maka lebih memudahkan pembaca untuk
memiliki berbagai jenis novel, karena dalam novel digital sudah tersedia fitur download.
Penulis menyadari bahwa penilaian terhadap karya sastra tidak hanya memperhatikan keindahan
Bahasa. Keterkaitan antara penulis dan tulisan, rasa yang disampaikan dari
suatu tulisan kepada pembaca, serta momen peralihan dari fisik penulis ke imajinasi pembaca juga sangat perlu diperhatikan.
Oleh karena itu dalam artikel ini, penulis sekiranya sudah mampu mengkombinasikan beberapa nilai tersebut. Sudah selayaknya
para peneliti sastra menjadikannya referensi dalam meneliti.
Leave a Comment