| 0 Comments | 89 Views

Sumber Review : Artikel 18 Sastra Digital 2023

Judul  :  إشكالية الأدب الرقمي (Bentuk Sastra Digital )

Penulis: طارق زيني 

Review “Masalah Sastra Digital, Pembacaan di Media Sosial” Karya Tariq Zenai

Disusun oleh Mutiara Imania Mediana (20101010072)

 

Artikel berjudul “Masalah Sastra Digital, Pembacaan di Media Sosial”, karya Tariq Zenai diterbitkan oleh Universitas M'sila, dan dimuat dalam Muqorobat, Jurnal internasional, Sains dan Pengetahuan, sastra, ilmiah, dan budaya Universitas de Djelfa Aljazair, edisi tiga puluh, jilid dua, tahun 2017.

Dalam artikelnya, Tariq menjelaskan bahwa ada banyak istilah yang digunakan untuk merujuk pada sastra digital, seperti sastra interaktif, sastra audio visual, sastra elektronik, sastra komputer, sastra logaritmik, dan lain-lain. Namun, istilah-istilah tersebut akan memiliki arti yang berbeda jika dilihat dari objeknya. Tariq mengutip definisi dari Fatima al-Buraiki yaitu:

Sastra digital : Merupakan karya sastra yang disajikan pada layar komputer yang mengadopsi format digital biner. Dalam pengertian ini berfokus pada media sastra yang digunakan

Sastra audio visual : Yaitu apa yang pengarangnya dukung dengan bunyi, gambar, dan gerakan yang merepresentasikan kata-kata, sehingga puisi tidak hanya membaca, tetapi juga mendengar dan mengamati, yaitu memadukan apa yang bersifat audio. Dalam pengertian ini berfokus pada cara penyajian sastranya.

Sastra interaktif : Merupakan sastra yang memanfaatkan data teknologi modern, yang memungkinkan disajikannya genre sastra baru yang memadukan teknologi dan sastra. Dalam pengertian ini berfokus pada genre dan jenis sastranya.

Pada intinya, sastra digital merupakan bentuk sastra baru yang muncul sebagai akibat dari perkembangan teknologi masa kini, bertujuan untuk menggunakan kemampuan yang tersedia pada komputer melalui ruang virtualnya.

Salah satu contoh jenis sastra yang muncul di era digital adalah

Puisi konkret warisan budaya Maghreb dan andalusia, genre ini memodifikasi teks puisi menyajikannya dengan teknik ikonis dan tipografi yang indah, sehingga bentuk puisi tidak hanya susunan bait-bait vertikal. Tren puisi konkrit muncul sejak adanya satra cetak yang menjadi jembatan antara sastra tradisional ke era digital. Seperti puisi هذا قبر المرحوم karya penyair Irak Sadiq Al-Sayegh

 

 

 

 


Selain puisi konkret, muncul pula jenis sastra Lettrisme yang lahir pada tahun 1946 oleh Isidore Isou, yaitu aliran yang menggunakan huruf sebagai "suara" dan kemudian sebagai "gambar". Puisi berubah menjadi musik, dan tulisan menjadi lukisan. Salah satu karyanya yaitu “Manifesto Of Letterist Poetry”

Tariq melihat bahwa sastra digital ini memiliki banyak kelebihan dalam segi kreasi sastra, dan tentunya potensi perkembangan sastra digital kedepannya akan sangat pesat dan ragamnya tidak bisa diprediksi. Namun Tariq melihat bahwa hal negatif dari sastra digital yaitu ia muncul dan menghilang dalam sekejap mata, mampu disimpan dan diambil kembali, dan tidak seperti literatur cetak yang ditulis tangan  mereka tidak memiliki unsur permanen dan stabilitas.

Diakhir artikel penulis menuis beberapa pertanyaan potensial yang tidak terjawab dalam tulisannya, seperti:

       Apa nilai estetis dari sastra digital, dan apakah sastra digital dapat menarik bembaca dan menyaingi sastra tradision?

       Akankah kesusastraan tradisional (sastra cetak) akan lenyap, atau akankah mereka mempunyai kekuasaan (otoritas) yang tak terkalahkan sehingga tidak tersingkir dalam modernitas teknis di masa depan?

       Apa fungsi sastra digital di era revolusi informasi?

       Bagaimana dengan isu hak cipta dalam dunia digitalitas sastra dan siapa saja pihak yang terlibat dalam permasalahan tersebut?

       Bisakah sastra digital mengimbangi sastra kertas dalam hal kualitas kebahasaan, dan khususnya tentang kritik sastra digital bisakah teori, terminologi, dan alirannya lebih baik dibandingkan dengan kritik tradisional?

Perkembangan pikiran manusia telah melalui berbagai tahap komunikatif menurut jalur sejarahnya. Dimulai dari era mitos, era teologis, era perkembangan ilmu pengetahuan, dan sekarang era revolusi informasi/ digital. Dalam hal sastra, komputer telah menjasi media alternatif terhadap budaya kertas dan sarana tradisional. Sastra digital muncul di tahun 1950an sebagai akibat dari perkembangan teknologi masa kini.

Ciri sastra digital yang membedakannya dengan sastra tradisional diantaranya:

  1. Menyediakan teks terbuka, tanpa batas. Artinya setaip orang diberi kebebasan untuk membuat dan memosting teks, dan pembaca diberi kebebasan untuk melengkapi, menyebarkan teks (share), dan merepost teks.
  2. Bebas berkomentar. Artinya bukan hanya kritikus sastra, di era digital setiap orang bisa memberikan ulasan terhadap suatu karya pada kolom komentar yang ada.
  3. Hak cipta pada teks dimedia sosial tidak kuat
  4. Memberi ruang komunikasi secara langsung bagi para penikmat sastra kepada sang penulis karya sastra

Medianya yang berkaitan dengan tahapan perkembangan sastra, yaitu sebagai berikut:

  1. Media linguistik:

Diketahui bahwa sastra dalam bentuk awalnya didasarkan pada media deklaratif (linguistik).

  1. Media pencetakan :

Pencetakan telah membantu transisi dari media linguistik (manual) ke media otomatis, dimulai dengan mesin ketik dan cetak, kemudian berkembang menjadi komputer dan telepon pintar.

  1. Media audio:

Inilah angkah awal bagi teks elektronik untuk menggunakan media audio bersamaan dengan penyajian teks tertulis.

Penyampaikan pesan sastra digital dapat melalui aspek:

  1. Bahasa yang dibaca di layar.
  2. Musik yang terdengar.
  3. Gambar visual.
  4. Berbagai teknologi elektronik.
  5. Warna dan latar belakang teks

 

 *** 

Teks Digital Dalam Sastra Arab Dari Kertas Hingga Digitalisasi: Wajah Lain Postmodernisme

Review النص الرقمي في الأدب العربي من الورقية إلى الرقمنة: وجه آخر لما بعد الحداثة oleh  Husein Dahwa

Disusun oleh Bella Nuroktaviana (20101010070)

            Artikel ini berjudul “Teks Digital Dalam Sastra Arab Dari Kertas Hingga Digitalisasi: Wajah Lain Postmodernisme”. Ditulis oleh Husein Dahwa dan diterbitkan pada tahun 2017 Edisi No. 29 di Kasdi Merbah University of Ouargla. Menurut Husein Dahwa Sastra Arab Digital adalah Sastra Arab yang melepaskan konsep kepemilikan pribadi yang penulis dan pembaca berebut untuk menghasilkan teks, dan mengganti hal tersebut dengan otoritas untuk membawa teks hidup melalui berbagai pembacaannya. Berakhir dengan transformasi teks sastra menjadi teks elektronik, digital, interaktif, dan terkait, sesuai dengan variasi istilah yang digunakan. Transformasi ini menghapuskan hak kepemilikan individual atas teks, menggantinya dengan kepemilikan kolektif yang mencabut konsep perbedaan antara pihak-pihak dalam proses kreatif sastra. Husein Dahwa menggunakan istilah Postmodernisme dalam artikel ini. Postmidernisme adalah interpretasi skeptis terhadap budaya, sastra, seni, filsafat, sejarah, ekonomi, arsitektur, fiksi, dan kritik sastra. Postmodernisme sering dikaitkan dengan dekonstruksi dan pascastrukturalisme karena penggunaannya sebagai istilah mendapatkan popularitas yang signifikan pada waktu yang sama dengan pascastrukturalisme, yaitu dalam abad kedua puluh.

            Menurut Husein Dahwa, dia tidak tergolong dalam pembagian sebelumnya ini, dan dalam judul artikel ini. Dia mengatakan bahwa dia tidak terpesona oleh budaya Barat dan metodenya, yang mendorong untuk mengadopsinya tanpa mempertimbangkan struktur dan latar belakang pengetahuan, serta kebutuhan dan alasan di baliknya. Dia juga bukan dari mereka yang meragukan, menekankan, dan menolak apa yang berasal dari Barat, menandainya sebagai tanda malu, pengkhianatan, dan tipu daya. Sebaliknya, dia menemukan dirinya berada di barisan orang bijak yang berbicara pada akal, mencari pemikiran, dan menciptakan pandangan intelektual yang moderat dan netral untuk diri mereka sendiri. Pandangan ini menerima dengan semangat kontribusi dari yang lain dalam format dialog yang dibangun atas prinsip saling menguntungkan dan memanfaatkan.

            Menurut Husein Dahwa tulisan sastra digital Arab adalah bukti nyata pengaruh Arab terhadap globalisasi dan persepsi kritis dan sastra Barat. Meskipun terpengaruh, tulisan Arab tidak kehilangan kekhususan dan identitasnya, melainkan mengukuhkan dengan cara yang tak tertandingi kemampuan sastra Arab dalam memuat unsur-unsur teknologi dan keunggulan dalam mengungkapkannya melalui aliran teks puisi dan prosa digital, yang menyajikan gambaran terhormat dari pencipta, penerima, dan pembaca Arab, dan melukiskan gambaran akurat tentang kesadaran konseptual. Aspek yang lebih tinggi dari proses kreatif Arab, dan kesimpulan artikel penelitian ini adalah menegaskan bahwa pilihan kita terhadap karya-karya Barat pengetahuan tidak cocok sebagai aspek pemupukan silang intelektual dan kognitif dengan pengetahuan, dan hal ini menghindarkan kita dari dosa-dosa yang berkonspirasi melawan identitas Arab dan menyerukan penghancuran identitas Arab. Karena kita rela mengambil apa yang bermanfaat bagi kita dan mengangkat bahasa dan sastra kita di ketinggian dan keunggulan di antara bahasa dan sastra bangsa lain. Tidak semua yang dihasilkan postmodernisme dan globalisasi itu jahat dan kutukan ataupun menyesatkan, melainkan ada kebaikan dan keberkahannya. di dalamnya selama kita mengambil dan menambahkan ke dalamnya ajaran agama kita yang sejati dan kejeniusan Arab yang mengekspresikan modernitas dan orisinalitas kita serta melestarikannya, melestarikan identitas murni sastra Islam-Arab kita.

  

 

             

 

 

 



Leave a Comment