| 0 Comments | 8 Views

Penjaminan mutu di perguruan tinggi merupakan sebuah perjalanan panjang yang tidak pernah selesai. Perguruan tinggi yang baik bukan hanya mampu meraih prestasi dan pengakuan, tetapi juga mampu menjaga keberlanjutan mutu agar tetap relevan dengan tuntutan zaman. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai PTKIN terbaik tentu memiliki tantangan tersendiri dalam upaya menjaga mutu di masa depan. Predikat sebagai yang terbaik di antara PTKIN di Indonesia adalah sebuah capaian besar, namun sekaligus tanggung jawab yang tidak ringan.

Dalam beberapa tahun terakhir, UIN Sunan Kalijaga telah melakukan banyak langkah penting dalam penjaminan mutu, mulai dari penguatan kurikulum berbasis Outcome-Based Education, implementasi integrasi ilmu dan Islam dalam setiap mata kuliah, hingga persiapan akreditasi internasional seperti ASIIN. Misalnya, kegiatan finalisasi kurikulum 2024 yang menekankan keterkaitan antara CPL dengan mata kuliah, serta usaha serius untuk menghadirkan dokumen akademik yang rapi dalam tiga bahasa. Hal ini menunjukkan bahwa penjaminan mutu bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar diarahkan untuk meningkatkan kualitas akademik dan reputasi internasional.

Di masa depan, tantangan terbesar UIN Sunan Kalijaga adalah menjaga konsistensi reputasi tersebut. Tidak cukup hanya unggul di level PTKIN, tetapi juga perlu membuktikan diri mampu bersaing dengan perguruan tinggi besar lain, baik nasional maupun internasional. Di sinilah peran penjaminan mutu menjadi strategis. Mutu tidak lagi hanya diukur dari dokumen akreditasi, tetapi juga dari kinerja nyata di lapangan: kualitas lulusan, relevansi riset, kontribusi pengabdian masyarakat, dan kepuasan stakeholder.

Transformasi digital juga menjadi tantangan tersendiri. Penjaminan mutu di masa depan harus memanfaatkan teknologi informasi yang terintegrasi. Monitoring capaian pembelajaran, evaluasi penelitian, hingga survei kepuasan mahasiswa dapat dilakukan secara real-time dengan memanfaatkan sistem digital. UIN Sunan Kalijaga sebenarnya sudah mulai ke arah ini, misalnya melalui pengembangan Sistem Informasi Akademik yang digunakan untuk input CPL dan CPMK, tetapi ke depan pemanfaatannya harus lebih maksimal.

Selain itu, internasionalisasi juga menjadi arah strategis yang harus diperkuat. Jika selama ini UIN Sunan Kalijaga sudah melangkah dengan membuka prodi baru seperti Sains Biomedis dan berusaha memperoleh akreditasi ASIIN, maka ke depan langkah ini harus diperluas. Upaya menarik mahasiswa asing, memperbanyak kolaborasi riset dengan universitas luar negeri, dan memperkuat publikasi internasional akan menjadi tolok ukur baru bagi mutu perguruan tinggi.

Namun, semua strategi tersebut tidak akan berhasil tanpa budaya mutu yang mengakar. Mutu harus dipahami bukan hanya oleh pimpinan atau tim penjaminan mutu, tetapi juga oleh dosen, tenaga kependidikan, hingga mahasiswa. Misalnya, kegiatan Sosialisasi Pembelajaran (SOSPEM) yang diadakan setiap tahun bisa menjadi media internalisasi budaya mutu sejak awal mahasiswa masuk. Demikian pula workshop kurikulum, pelatihan dosen, dan audit mutu internal harus dimaknai sebagai upaya bersama, bukan sekadar kewajiban administratif.

Dengan demikian, strategi penjaminan mutu perguruan tinggi di masa depan harus diarahkan pada integrasi sistem internal yang solid, pemanfaatan teknologi digital, penguatan internasionalisasi, serta pembangunan budaya mutu kolektif. UIN Sunan Kalijaga yang sudah berada di garda depan PTKIN memiliki peluang besar untuk menjadi role model penjaminan mutu di Indonesia. Tantangan yang ada harus dijawab dengan inovasi dan komitmen, agar mutu tidak berhenti pada capaian hari ini, tetapi terus berkembang dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat, bangsa, dan dunia.


Leave a Comment