| 0 Comments | 24 Views
Disclaimer: Tulisan ini dibuat pada 2015 dan baru dibuplikasikan pada 2021
Bulan Juni lalu menjadi bulannya keuangan syariah, bulan dimana kegiatan Pasar Rakyat Syariah (PRS) 2015 diselenggarakan secara serentak di tujuh kota di Indonesia, yaitu di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar, dan Balikpapan. Juga bulan dimana gerakan kampanye nasional untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan produk serta layanan (literasi) keuangan syariah secara resmi dimulai, yaitu kampanye nasional Aku Cinta Keuangan Syariah (ACKS).
Kegiatan PRS 2015 dan kampanye nasional ACKS ini digagas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan melibatkan seluruh sektor jasa keuangan syariah, mulai dari lembaga keuangan perbankan syariah, lembaga keuangan non-bank syariah, pasar modal syariah, pelaku usaha kecil, industri kreatif, sampai dengan pelajar.
Presiden Joko Widodo sendiri yang meresmikan gerakan nasional ACKS tersebut, pihaknya menyampaikan bahwa kegiatan semacam ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan memberikan edukasi kepada semua lapisan masyarakat terkait dengan ekonomi keuangan syariah. Dari situ masyarakat bisa memahami adanya peluang dan manfaat yang besar dari produk jasa keuangan syariah yang ditawarkan.
Lebih dari itu bahkan Presiden sempat mengutarakan bahwa Indonesia berpotensi menjadi pusat perekembangan keuangan syariah global, sebab jumlah pelaku industri dan aktifitasnya sudah cukup besar.
Pertumbuhan Keuangan Syariah di Indonesia
Perkembangan Aset Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan Maret 2015 ini sudah mencapai 268,35 Triliun Rupiah, meningkat sebesar 11,39% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 240,91 Triliun Rupiah. Apabila kita ambil tahun 2010 sebagai dasar perhitungan maka perkembangan Aset BUS dan UUS di Indonesia telah menunjukkan peningkatan sebesar 175,18% dalam arti lain peningkatan rata-rata per tahun adalah 35,04%.
Dari sisi perkembangan pasar modal syariah, total penerbitan Sukuk dan Saham Syariah (listed di Indeks Harga Saham Syariah Indonesia) tercatat masing-masing 12,96 dan 3.068,47 Triliun Rupiah. Penerbitan Sukuk meningkat 65,78% dibandingkan dengan lima tahun yang lalu, dengan kata lain peningkatan rata-rata per tahun untuk penerbitan Sukuk adalah 13,15%. Sementara untuk penerbitan Saham syariah terjadi peningkatan rata-rata per tahun yang hampir sama yaitu sebesar 13,97%.
Peningkatan rata-rata per tahun sebesar 26,06% juga terjadi pada sektor Reksadana Syariah dimana pada Maret 2015 ini sudah berhasil membukukan Nilai Aktiva Bersih (NAB) sebesar 12,03 Triliun Rupiah dari 75 Reksadana Syariah yang ada di Indonesia.
Gambar 1. Data pertumbuhan keuangan syariah dilihat dari Aset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Penerbitan Sukuk, Aset Reksadana Syariah, Aset Bank Umum dan Unit Usaha Syariah (BUS & UUS), serta Penerbitan Saham Syariah yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia(ISSI), dari tahun 2010 s/d Maret 2015.
Sumber: Otoritas Jasa Keuangan
Sementara itu dari data yang lain, OJK menjelaskan bahwa aset total yang dikelola oleh Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Syariah saat ini sudah mencapai 44,19 Triliun, dimana sektor Asuransi Syariah mengelola aset 23,80 Triliun, sektor Pembiayaan Syariah mengelola aset sebesar 19,63 Triliun, kemudian untuk Modal Ventura serta Penjamin Syariah masing-masing mengelola aset 370 dan 393 Miliar Rupiah.
Pentingnya Keterlibatan Pemerintah
Pertumbuhan keuangan syariah yang signifikan diatas menunjukkan bahwa potensi itu memang benar adanya, meskipun pangsa pasar keuangan syariah saat ini masih berada di angka 4,8 % namun dengan usaha dan kemauan yang kuat, pencapaian pertumbuhan yang lebih tinggi masih memungkinkan. Bahkan pemerintah sendiri memiliki target selama lima tahun kedepan pertumbuhan keuangan syariah akan mampu meraup pangsa pasar di angka 7 sampai dengan 8 persen.
Yang perlu dilakukan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai produk keuangan syariah yang benar-benar terbebas dari unsur riba, maisir, gharar, dan anasir yang dilarang oleh Islam lainnya. Selebihnya adalah bagaimana menciptakan sistem keuangan syariah yang terintergasi, mudah digunakan, memiliki jaringan yang luas, dan tentunya ‘murah’. Kalau itu semua bisa dicapai maka dengan sendirinya masyarakat akan memilih keuangan syariah sebagai produk keuangan pilihan mereka.
Pertama, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tersebut, peran pemerintah menjadi sangat penting, yang bisa dilakukan pertama kali adalah dengan sosialisasi nasional mengenai literasi keuangan syariah secara serentak di seluruh Indonesia. Kedua dan selanjutnya, pemerintah bisa berkolaborasi dengan pelaku usaha keuangan syariah untuk menciptakan sistem keuangan yang bisa bersaing, yaitu dengan pembenahan pengelolaan secara menyeluruh dilengkapi dengan kebijakan riil yang mampu mengakomodasi sistem tersebut.
Untuk sementara langkah pemerintah melalui OJK yang menggelar PRS 2015 dan meresmikan kampanye nasional ACKS sudah cukup tepat, paling tidak untuk meningkatkan literasi keuangan syariah di masyarakat. Lebih dari itu masih diperlukan banyak usaha agar ‘mimpi’ kita bersama untuk menjadi negara sebagai pusat perkembangan keuangan syariah global tersebut bisa tercapai.
Namun terlepas dari masih banyaknya usaha yang perlu dilakukan, nampaknya kita perlu memberikan apresiasi kepada pemerintah, sebab baru kali ini pemerintah turun langsung mengupayakan peningkatan semangat keuangan syariah melalui kegiatan-kegiatan riil, biasanya hanya menghadirkan diri pada ranah kebijakan dan peraturan perundang-undangan, paling jauh barangkali seminar atau kegiatan akademik di beberapa universitas. Semoga langkah itu bisa berlanjut sehingga ‘mimpi’ kita bisa terwujud, Amin.
Leave a Comment