| 0 Comments | 33 Views
Disclaimer: Tulisan ini ditulis pada 2015 dan baru dipublikasikan pada 2021
Tahun 2015 sudah tamat, beberapa kalangan sepakat, tahun lalu adalah tahun yang berat. Kondisi ekonomi lesu, nilai tukar rupiah merosot tajam, inflasi rendah (yang memang sedikit bisa menggembirakan, namun itu juga perlu diwaspadai karena) menggambarkan daya beli masyarakat yang lemah. Pemerintah punya cara yang cukup berhasil untuk ngeneng-ngeneng masyarakat, katanya kondisi ini masih cukup aman, ini tidak hanya terjadi di Indonesia, ini terjadi di semua negara di dunia, bahkan juga di Cina yang notabene menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Pada tahun 2015, ekonomi Indonesia memang hanya tumbuh 4,73% (Q3) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya 4,67% (Q2), akan tetapi angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi Bank Indonesia yang memperkirakan perekonomian 2015 akan tumbuh sebesar 5,8%.
Pada tahun ini juga, nilai tukar Rupiah per US Dollar diperkirakan berkisar antara Rp 13.500 – 13.800. Namun pada tahun yang sama nilai tukar Rupiah tercatat pernah merosot sangat tajam, yaitu pada pertengahan bulan September lalu dimana Rupiah hampir menyentuh angka Rp 15.000 per US Dollar. Depresiasi nilai mata uang hampir terjadi disemua negara di dunia, permintaan dolar pada waktu itu memang sangat tinggi dikarenakan pertama kekhawatiran terhadap normalisasi kebijakan The Fed dan kedua dikeluarkannya kebijakan pemerintah Tiongkok untuk mendevaluasi mata uang Yuan.
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Oktober 2015 mengalami deflasi sebesar 0,08% (mtm) sehingga tingkat inflasi keseluruhan dimungkinkan akan sesuai dengan target yaitu sebesar 4±1%. Menurut BI deflasi ini disebabkan oleh penurunan harga solar Oktober 2015, pasokan komoditas pangan yang baik, dan apresiasi nilai tukar Rupiah. Namun demikain perlu kiranya disadari bahwa tingkat inflasi yang rendah bisa juga merupakan akibat dari perlambatan ekonomi Indonesia.
Berbagai macam kebijakan pemerintah dalam rangka menguatkan perekonomian nasional sudah ditelurkan, dari Paket Kebijakan Ekonomi I sampai dengan VI. Fokus pemerintah mengeluarkan paket kebijakan tersebut adalah untuk peningkatan investasi, peningkatan produktifitas industri kecil dan menengah, pengupahan yang adil, memberikan insentif perpajakan, revaluasi aset, deregulasi perbankan syariah, dan menggerakkan ekonomi wilayah pinggiran.
Kebijakan ekonomi pemerintah sudah cukup tepat dalam beberapa sektor, namun arah kebijakan pemerintah ke depan harus lebih berfokus lagi pada swasembada pangan, kemandirian ekonomi, dan melepaskan diri dari ketergantungan impor, dengan tanpa mengurangi daya beli masyarakat.
Tantangan ekonomi yang harus dihadapi Indonesia pada 2016 mendatang juga nampaknya akan lebih berat. Pemulihan ekonomi global yang sudah mulai terlihat secara menyeluruh mengharuskan Indonesia mempersiapkan diri menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Terlebih lagi Masyarakat Ekonomi Asean sudah diberlakukan, dimana aliran investasi, modal, dan tenaga kerja menjadi bebas keluar masuk di kawasan Asean. Apabila di akhir tahun ini perekonomian Indonesia tidak segera pulih maka tidak menutup kemungkinan 2016 menjadi tahun yang buruk bagi ekonomi Indonesia. Artinya, recurrent perlambatan ekonomi masih akan terjadi.
Leave a Comment