| 0 Comments | 65 Views
Dinamika Kehidupan Para Pelajar di Negeri Kanguru
Oleh: Bambang Hariyanto
Abstrak
Alur kisah cerita dalam bagian ini menggambarkan dinamika dan suka duka yang dialami oleh para pelajar saat studi di negeri Kanguru (Australia). Aturan dan budaya dari satu negara dengan yang lainnya tentu berbeda-beda. Ilustrasi ringan ini disarikan dari kisah yang dialami oleh para pelajar Indonesia yang telah berkenan berbagi cerita kepada penulis untuk diselipkan dalam buku ini. Adapun nama dan lokasi tidak diuraikan secara terperinci untuk lebih menjaga privasi.
Sebagai salah satu negara maju di kawasan Asia, Australia menjadi tempat tujuan utama belajar, pencari kerja serta pilihan tinggal bagi sebagian besar penduduk dunia. Sistem jaminan hidup, layanan kesehatan, keamanan serta pekerjaan yang mudah menjadi salah satu kelebihan Australia. Sebagai contoh, untuk jaminan kesehatan, setiap orang harus memiliki Medicare (semacam kartu BPJS kalau di Indonesia) untuk akses layanan kesehatan atau memiliki jaminan asuransi lain seperti Medibank, Allianze, dan Bupa bagi penduduk sementara. Jaminan kesehatan tersebut cukup penting, karena biaya kesehatan di Australia tergolong cukup mahal.
Meskipun belum menggambarkan secara menyeluruh dinamika kehidupan di Australia, cerita ini setidaknya menghadirkan oase baru bagi para pemangku kebijakan untuk senantiasa aktif memantau perkembangan para pelajar penerima beasiswa maupun pelajar mandiri di negeri Kanguru ini. Hal ini penting dalam memberikan perlindungan dan bantuan bagi para pelajar bilamana menghadapi permasalahan nantinya.
A. Pengantar
Australia merupakan salah satu negara favorit tempat belajar maupun pencari kerja di dunia tak terkecuali bagi pelajar dan pencari kerja dari Indonesia. Saat ini tercatat kurang lebih ada 11 an ribu pelajar atau mahasiswa yang tinggal di Australia, jumlah ini turun dari jumlah sebelumnya yang mencapai 20 an ribu. Hal ini terjadi diakibatkan adanya pandemi Covid-19 yang melanda pada tahun 2020 lalu, namun perlahan tapi pasti situasi sudah kembali normal. Ulasan kisah cerita dalam bagian ini disampaikan menggunakan bahasa ringan yang disarikan dari kisah-kisah pelajar Indonesia selama tinggal di Australia, baik saat proses asimilasi tinggal, belajar, bekerja dan akses layanan kesehatan.
Tinggal dan belajar di negeri orang tentu ada hal positif maupun negatif yang bisa dirasakan. Satu dengan yang lainnya tentu memiliki kondisi yang berbeda-beda. Baik itu saat awal-awal tinggal, cara beradaptasi tinggal di asrama, adaptasi dengan penduduk lokal maupun sharing hunian dengan sesama mahasiswa maupun WNI yang sudah beralih kewarganegaraan.
B. Dinamika Kehidupan Para Pelajar
Kisah Heri Beradaptasi di Kota Sydney
Heri merupakan salah seorang yang beruntung, meskipun kehidupan di Sydney harus di jalaninya sendiri yang jauh dari sanak saudara. Keputusannya sekaligus menunda impiannya untuk membangun keluarga yang belum tertunaikan. Situasi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Heri serta liku-liku perjalanannya selama studi.
Berkesempatan studi di Australia menjadi impian setiap pelajar S1, S2 bahkan S3 dari Indonesia, sebab tidak semua orang mampu dan berkesempatan melakukan. Hal ini karena biaya kuliah yang tergolong mahal serta biaya hidup yang tinggi, menjadikan kuliah di Australia hanya mimpi bagi orang menengah ke bawah. Oleh sebab itu, berkesempatan mengeyam Pendidikan tinggi di negeri Kanguru ini menjadi anugerah yang tak terhingga bagi Heri.
Bagi Heri, mimpi terbesarnya semenjak masih awal kuliah S1 adalah bisa melanjutkan studi di luar negeri seperti Malaysia atau Australia. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, selepas menyelesaikan studi S1, Heri tidak langsung balik kampung melainkan masih mengadu nasib kerja kontrak dikampus tempatnya kuliah. Agar tidak ketinggalan informasi, Heri aktif mengikuti event atau bazar-bazar Pendidikan yang menawarkan promosi beasiswa. Suatu ketika, Heri pernah mencoba peruntungan beasiswa luar negeri untuk S2, tepatnya pada tahun 2004 an mendaftar ADS. Namun, keberuntungan belum berpihak kepadanya, sehingga beberapa kali mencoba selalu gagal.
Keberuntungan akhirnya datang juga pada Heri, tepatnya pada tahun 2017 silam, saat ia berhasil mendapatkan beasiswa S3 ke luar negeri dari Kementerian Agama melalui program 5000 Doktor. Kesempatan emas tersebut tidak dia sia-sia kan, tepatnya pada akhir tahun 2018, Heri bisa berangkat ke Australia untuk meneruskan studi lanjut S3 di salah satu Perguruan Tinggi di kota Sydney.
Perasaan campur aduk antara senang dan rasa khawatir dialami Heri, salah satunya saat penyesuaian diri terhadap perbedaan budaya menggunakan kamar mandi atau toilet. Heri pernah mendapat cerita, kalau temannya sering mendapat protes dari pemilik kos karena selalu basah lantai toiletnya, maklum teman Heri tersebut sebelumnya suka pakai gayung kalau menggunakan kamar mandi atau toilet, sehingga lantai di kamar mandi basah. Heri meneruskan ceritanya lagi, ada dua orang temannya yang sempat tinggal sebulan di Australia, saat habis dari toilet langsung ibu kosnya nge cek kondisi lantainya kering atau basah, ceritanya sambal tertawa lirih.
Akhirnya, perasaan cemas Heri sedikit berkurang ketika dia mendapatkan tawaran dari seorang temannya yang sudah lebih dulu tinggal di Sydney. Meskipun hanya bisa tinggal 2 Mingguan, dari sini Heri sedikit bisa belajar adaptasi dan kondisi rumah dan suasana di Australia. Heri merasa beruntung dengan pertolongan temannya tersebut. Namun kondisi berbeda dialami oleh teman Heri, sebut saja Namanya Khair, yang datang lebih awal dan harus tinggal bersama dengan pelajar-pelajar asing lainnya. Heri bercerita kalau temannya, Khair, sempat shock (kaget) mendapati suasana rumah tinggalnya yang dihuninya, sebab suasananya seperti yang ada di film-2 barat. Khair bercerita, saat itu antara laki dan perempuan bisa tinggal bersama layaknya suami istri. Karena tidak kuat, Khair akhirnya memutuskan pindah tempat tinggal.
Sementara itu, setelah dua mingguan tinggal bersama teman-temannya, Heri akhirnya pindah ke lokasi baru karena tempat sementara yang dia tempati sudah habis dan tidak bisa diperpanjng lagi. Di tempat barunya, Heri tinggal bersama beberapa orang Indonesia yang berprofesi sebagai pekerja, namun mereka telah menetap lama di Australia. Dari tempat barunya inilah, Heri banyak belajar tentang kehidupan di Australia serta akses ke dunia kerja yang barangkali belum dimiliki oleh teman-teman seangkatannya. Dari teman barunya ini, Heri bisa mengajak teman-teman seangkatannya mendapatkan pekerjaan yang lumayan enak.
Berkenaan dengan tempat tinggal, ada beragam pilihan harga sewa hunian di Australia terutama wilayah Sydney, kata Heri. Lebih lanjut Heri menuturkan, ada beragam tarif sewa tempat hunian. Ada yang bertarif 100 dolar sampai dengan 350 dolar per minggunya. Namun untuk ukuran pelajar yang punya tugas dan kewajiban studi, maka lebih cocok sewa kosan (single room). Umumnya, model sewa kamar dengan harga 200 an dolar masih harus berbagi kamar mandi dan dapur. Namun bila kita memiliki uang lebih, tentu kita bisa menyewa tempat yg lebih privat dan nyaman, seperti model studio atau granny flat, yang tentunya dengan harga yang lebih mahal, yakni bisa di kisaran 300 sampai 400 dolar per minggunya.
Heri termasuk orang yang beruntung dibandingkan dengan nasib teman-temannya dari negara lain yang tidak mendapatkan beasiswa. Sebagai contoh, teman Hery yang berasal dari IPB (singkatan dari, India, Pakistan dan Bangalades) harus mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Heri bercerita, kalo teman-temannya ke Australia harus dengan modal sendiri dan mereka berharap modalnya bisa kembali kelak ketika status mereka telah berubah menjadi Permanent Resident (PR, penduduk tetap) atau bahkan menjadi Citizen. Diperolehnya status Permanent, maka akan mendapatkan banyak keistimewaan yang didapat, seperti adanya jaminan masa depan, jaminan kesehatan, pensiun dan lain-lain, kata Heri.
Dibandingkan dengan sesama penerima beasiswa lainnya, mungkin Heri belum seberuntung teman-temannya yang berprofesi sebagai PNS. Sebab, status Heri yang masih lajang menjadikannya hanya mendapatkan hak 50% dari gaji pokoknya dan ini tidak cukup jika digunakan untuk membayar biaya sewa untuk seminggu, sahutnya lirih. Meskipun kadangkala sedikit menggerutu, Heri tetap bersyukur dengan kondisi yang diterimanya karena semuanya sudah ada yang mengatur “tegas Heri, saat bercerita”.
Heri mendapatkan biaya hidup dan sewa tempat sebesar 2000 dolar Australia dari sponsor beasiswanya, dan naik jadi 2500 pada tahun 2023 ini. Dia bercerita, kalau tunjangan tersebut cukup untuk memenuhi biaya tinggal pada harga sewa 200 an dollar seminggu (sewa tempat tinggal di Australia memang tergolong mahal) dan makan. Nominal tersebut didasarkan pada standar (income) minimal biaya hidup orang Australia dalam sebulan, yakni 2500/bulan. Untuk bisa menabung, sebagian besar mahasiswa S2 atau S3 yang belajar di Australia menyisihkan sebagian waktunya untuk bekerja selain belajar. Bagi pemegang visa pelajar atau subclass 500, mereka bisa bekerja dalam seminggu sekitar 20 an jam. Tentu saja bagi yang bisa bekerja penuh selama 20 an jam dalam seminggu, sudah tentu saat balik ke Indonesia bisa membawa pundi-pundi yang melimpah. Barangkali ini yang menjadi salah satu motivasi, banyak pelajar penerima beasiswa memilih tempat studi di negeri Kanguru (Australia) ini, ‘tutur Heri’.
Lebih lanjut, Heri menuturkan bahwa ada hal penting selain tempat tinggal yang nyaman, yakni akses layanan kesehatan yang tidak boleh dilupakan. Akses layanan kesehatan di Australia tergolong sangat mahal, sehingga setiap pelajar atau pekerja harus memiliki asuransi kesehatan yang dapat menjaminnya bilamana terjadi kecelakaan ataupun sakit, “tutur Heri”.
Musibah Anto Saat Mengirim Makanan
Suatu ketika, pada saat liburan musim panas (summer) tiba di awal tahun, Anto ingin menambah pengalamannya di Australia dengan ikut kerja casual / part time (tidak tetap). Hal ini diambil oleh Anto karena dianggap yang lebih fleksible dan tidak mengganggu waktu belajarnya. Anto melakukan ini karena mengikuti jejak teman-teman lainnya yang sudah banyak bekerja sebagai cleaner atau petugas kebersihan, seperti di mall, sekolahan, apartemen atau dari rumah ke rumah.
Untuk pekerjaan sampingan ini, Anto bekerja sebagai pengirim makanan melalui aplikasi Uber. Sistem di Uber cukup mudah dan tidak menyita ritme belajar kita dan hanya membutuhkan tenaga, bila naik sepeda. Bekerja di Uber, jika dihitung, per jam bisa setara dengan 20 an dollar, “tutur Anto”. Di Australia, ada banyak platform jasa delivery makanan, yakni ada Uber, Menulog, Delivero, dan Door Dash.
Namun nasib kurang baik menimpa Anto, baru beberapa bulan menjalaninya, Anto ditimpa musibah kecelakaan. Anto bercerita, saat itu sekitar siang menjelang Dhuhur, Anto mulai menjalankan aktivitas kerja, musibah kecelakaan menimpanya saat sepeda listrik yang dikendarainya terpeleset di tepi trotoar. Seketika, tubuh Anto terjatuh dan membentur lantai trotoar yang cukup keras karena lantai beton. Tak ayal, benturan keras tersebut mengakibatkan pendarahan di bagian muka dan mulut serta di sela-sela gigi. Beruntung waktu itu Anto tidak sampai pingsan, sehingga ia masih bisa berteriak untuk meminta pertolongan ke setiap orang yang lewat. Sayangnya, setiap orang yang lalu lalang tidak ada yang berhenti untuk menolong. Sampai akhirnya ada seorang pejalan kaki yang lewat, memberitahu Anto agar mengontak ke nomer darurat di “000”.
Dengan kondisi berdarah-darah, Anto mencoba menelpon ke nomer yang dimaksud dan akhirnya beberapa menit kemudian bantuan Ambulan pun datang. Selang beberapa saat, Anto pun mendapatkan pertolongan pertama di dalam mobil ambulance sebelum akhirnya dibawa ke rumah sakit.
Sebelum dibawa ke rumah sakit, Anto juga menyempatkan diri menghubungi teman-temannya terkait kecelakaan yang ia alami untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Sesampai di rumah sakit, Anto ditanya petugas tentang identitas kartu kesehatan yang dia punya, beruntung kartu Asuransi Allianze yang dia miliki dibawa.
Setelah menunggu lama, akhirnya, hasil pemeriksaan Rontgen dan CT Scan tidak ada hal yang berbahaya dan Anto pun diperkenankan pulang. Namun, pihak rumah sakit mewajibkan Anto check up besoknya serta beberapa kali selama beberapa bulan guna penyembuhan.
Anto termasuk beruntung, karena biaya pengobatan yang dia alami ditanggung oleh pihak asuransi meskipun ada beberapa item yang tidak diganti secara keseluruhan. Selain itu, Anto juga mendapatkan bantuan dari Uber karena kecelakaan terjadi saat ia bekerja, yakni saat mengantar makanan pelanggannya.
Namun Nasib berbeda dialami oleh Mahbub teman Anto, yakni saat mobilnya menabrak mobil orang lain sampai rusak parah. Anto menuturkan bahwa temannya tersebut dimintai ganti rugi cukup besar oleh pemilik mobil yang ditabraknya dan ia terpaksa harus mengganti mobil yang ditabraknya tersebut dengan uang pribadinya karena mobilnya tidak memiliki asuransi tambahan.
Dari kisahnya, Anto berpesan kepada para pelajar Indonesia untuk berhati-hati dalam bekerja serta pentingnya jaminan asuransi bagi yang memiliki mobil.
Kisah Suami Aida
Kisah ini dialami oleh suami Aida yang sering keluar masuk rumah sakit saat di Australia. Aida merupakan salah seorang pelajar penerima beasiswa dari pemerintah Indonesia. Dia datang ke Australia dengan turut serta membawa semua anggota keluarganya, yakni suami, dan seorang anaknya. Tentu hal ini dilakukannya untuk memberikan ketenangan hati serta kesempatan pada anaknya merasakan Pendidikan yang bagus di negara tempatnya studi.
Aida bercerita, dengan membawa anak dan suaminya dapat memberinya motivasi belajar. Selain itu, dia juga berharap nantinya anak-anaknya bisa menguasai bahasa Asing (Bahasa Inggris dengan mudah),….(Aida berkelakar,…beda dengan kita-kita,…kadang sulit di upgrade lagi bahasanya,…sambal tertawa lirih).
Hari-hari awal datang, kehidupan Aida sekeluarga berjalan normal tanpa masalah berarti karena dia langsung mendapatkan sewa hunian tinggal yang nyaman. Aida beruntung, saat ia dan keluarga datang, ada pelajar Indonesia yang sudah selesai dan habis sewa huniannya, maka Aida sekeluarga tinggal meneruskan hunian tersebut. Situasi tersebut tentu menjadi berkah dan keberuntungan tersendiri bagi Aida sekluarga karena tidak perlu repot-repot mencari perabot rumah beserta isinya yang dibutuhkan.
Sebagai penerima beasisw, nasib Aida lebih beruntung dibandingkan temannya Heri yang berjuang sendiri tanpa keluarga yang tidak mendapatkan tambahan nominal beasiswanya. Aida bercerita kalau dia mendapatkan tambahan nominal beasiswa untuk tahun kedua dan ketiga sebesar 25% (dari anak dan suaminya yang dia bawa) dari nominal pokok yang diterimanya setiap bulan. Tentu saja hal ini sangat meringankan beban biaya hidupnya. Untuk menambah penghasilan keluarga, Suami Aida bekerja paruh waktu guna menabung dan mencukupi kebutuhan keluarga kedepannya.
Namun sayang, cobaan datang di pertengahan tahun, saat suami Aida terkena penyakit dan harus dirawat dirumah sakit. Aida harus membagi waktu merawat anak dan menemani suaminya untuk periksa rutin ke rumah sakit (rumah sakit umum). Aida berkata “mungkin ini ujian yang harus hadapi”.
Saat awal-awal di rumah sakit dia sangat khawatir melihat jumlah biaya pengobatan yang harus ia bayar saat itu, karena sang suami sempat rawat inap dirumah sakit. Namun, Aida merasa lega setelah claim tagihan yang diajukannya diganti oleh pihak asuransi, “saya merasa bersyukur dan senang luar biasa, ‘sahutnya lirih’”. Aida menuturkan, kalau ia tidak bisa membayangkan bilamana biaya pengobatan suaminya tersebut tidak diganti oleh asuransi, sebab untuk biaya rawat inap dirumah sakit saja sekitar 2300 dolar lebih, belum lagi untuk biaya periksa dokter, Rontgen dan Scan.
Di akhir cerita, Aida berpesan bahwa biaya kesehatan di Australia cukup mahal jika harus membayar sendiri tanpa asuransi. Sehingga bagi siapapun yang mau tinggal di Australia harus punya jaminan asuransi kesehatan.
Cerita Laila saat Mengandung dan Melahirkan
Kisah selanjutnya ini merupakan kejadian yang dialami teman yang melahirkan di Australia.
Laila, merupakan salah satu mahasiswi S3 di Sydney. Laila sangat bersyukur atas keberuntungan atas beassiwa yang ia peroleh dari pemerintah Indonesia. Sebagaimana penerima beasiswa lainnya yang ditemani keluarganya, Laila juga turut membawa suami dan anaknya sebagai penyemangat studi. Maka tidak heran guna mendukung studi penerima beasiswa, pengelola beasiswanya memberikan insentif tambahan saat ia membawa anggota keluarganya (anak dan suami), ‘tutur Laila’. Tentu saja kondisi ini menjadi keberuntungan tersendiri yang didapat Laila, karena sponsor beasiswa lainnya seperti AAS tidak memberikan tambahan nominal saat turut membawa keluarga.
Bagi Laila, dengan turut membawa keluarganya akan dapat memberikan ketenangan hati serta bisa memberikan kesempatan anaknya belajar Bahasa Inggris secara langsung dan akses Pendidikan yang baik di Australia. Laila menuturkan, bagi pelajar Internasional yang membawa anak, pemerintah Australia memberikan bantuan pendidikan secara gratis. Kebahagiaan yang dirasakan Laila ini juga sama dirasakan teman-temannya sesama penerima beasiswa yang turut membawa keluarganya. Bahkan keberuntungan tak terhingga juga turut dirasakan oleh penerima beasiswa lainnya yang keduanya (suami dan istri) kebetulan sama-sama mendapatkan beasiswa, ‘tutur Laila’.
Kebahagiaan Laila bertambah saat ia dikarunia momongan baru di masa akhir studinya. Namun demikian, Laila bercerita bahwa melahirkan di Australia menjadi pengalaman yang tak terlupakan baginya.
Laila bercerita, saat-saat awal ketika dirinya mendapati sedang mengandung, perasaan bahagia dan rasa khawatir muncul. Kekhawatiran Laila muncul karena ada banyak cerita kalau biaya rumah sakit cukup mahal terutama bilamana nantinya ia harus melahirkan di rumah sakit apalagi kalau sampai harus menginap berhari-hari saat persalinan.
Perasaan cemas Laila mulai reda saat ia pergi ke dokter GP (dokter umum) untuk melakukan pemeriksaan kandungannya. Dia menyebutkan kalau tagihan yang ia terima diganti oleh pihak asuransinya (alias gratis). Namun Laila menambahkan, memang ada beberapa item yang tidak ditanngung oleh pihak asuransi.
Laila bercerita, pilihan gratis dan berbayar itu diberikan saat ia dinyatakan positif mengandung oleh dokter GP. Kita bisa mendapatkan layanan gratis bila memilih rumah sakit public (umum) dan akan ada biaya ekstra bila kita memilih yang private (pribadi) untuk proses kelahiran. Tentu karena perbedaan biaya tadi, maka kita hanya bisa berkonsultasi dengan dokter GP atau bidan saja untuk yang public. Sedangkan kalau kita memilih rumah sakit private, maka kita mendapatkan dokter yang spesialis untuk menanganin saat mengandung sampai melahirkan, ‘tutur Laila’.
Laila menyebutkan, ada temannya yang memilih lahiran di rumah sakit private, dan dia harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar 10 an ribu dollar (seratus an juta rupiah), karena waktu itu memang kondisi bayinya harus menginap di rumah sakit selama 10 hari, cukup mahal kan, ‘tutur Laila’.
Laila berpesan kepada yang lainnya,
jika kondisi kandungannya baik-baik saja sebaiknya memilih layanan rumah sakit
umum (public) saja, sebab kesemuanya akan ditanggung oleh pihak asuransi,
meskipun kita kadang harus bersabar untuk menunggu jadwal periksa kesehatan saat
pemeriksaan kandungan sampai proses
kelahirannya.
C. Saran-saran
Dari kisah-kisah cerita di atas, ada beberapa hal penting untuk diperhatikan bagi para pelajar yang akan tinggal di Australia yakni informasi yang lengkap terkait harga sewa hunian, tempat tinggal, akses jaminan kesehatan, maupun jenis pekerjaan bilamana ingin bekerja. Hindari asuransi yang biayanya murah karena terkadang akan berdampak kurang baik saat melakukan claim. Kemudian carilah pekerjaan yang ada jaminan perlindungan, hindari pekerjaan yang tidak resmi sebab bilamana terjadi kecelakaan tidak akan ada jaminan atau asuransinya. Bagi pemilik kendaraan harap berhati-hati dan harus memiliki sim local setelah 6 bulan menetap serta miliki asuransi tambahan.
D. Ucapan terima kasih
Ucapakan terima kasih saya sampaikan kepada segenap pengelola beasiswa MoRA 5000 doktor saat ini menjadi BIB-LPDP.
Teman-teman kontributor yang berkenan cerita dan sharing pengalamannya saat di Australia (Heri, Aida, Laila, Ifa, Fenti, Ndaru, Aris, Rudi, dan beberapa teman lainnya).
Leave a Comment