| 0 Comments | 16 Views

Card Image

Gambar oleh Deepu Joseph dari Pixabay

Awal bulan ini, tepatnya pada tanggal 4 Juni 2205 saya menerima surat keputusan pengangkatan sebagai dosen CPNS di Program Studi Magister Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sebuah langkah baru yang penuh makna, bukan hanya sebagai pencapaian administratif, melainkan sebagai kelanjutan dari perjalanan panjang saya dalam dunia pendidikan.

Dalam momen penuh rasa syukur ini, saya merasa penting untuk mengirimkan kabar kepada para guru saya di Universitas Gadjah Mada—tempat saya menimba ilmu dari jenjang sarjana hingga doktoral. Memberi kabar kepada guru bukan sekadar sopan santun, tapi bentuk adab dan penghormatan yang tak lekang oleh waktu. Dari mereka, saya bukan hanya belajar ilmu, tapi juga nilai-nilai yang terus hidup dan saya bawa dalam setiap laku akademik.

Respons mereka hadir bukan hanya dalam bentuk ucapan selamat, tapi lebih dari itu: nasihat yang meneguhkan, doa yang menyentuh, dan pengingat yang menyejukkan jiwa.

Menjaga Kebenaran dan Kejujuran

Bu Dr. Hindun, yang selama ini saya anggap seperti ibu sendiri dalam dunia akademik, menuliskan dengan lugas namun penuh kasih:

“Alhamdulillaahh ... Selamat bertugas yaa. Sbg orang tua tentu sy ikut bahagia. Yg terpenting, Anda harus selalu menjaga kebenaran dan kejujuran apapun keadaannya. Itu saja yg sekarang mahal nilainya.”

Kalimat beliau begitu mengena. Dalam dunia yang semakin kompleks, kebenaran dan kejujuran memang bukan barang murah. Menjadi dosen bukan hanya soal transfer ilmu, tetapi juga keteladanan moral. Pesan beliau adalah pengingat untuk tidak tergoda oleh pragmatisme akademik dan tetap berdiri pada nilai-nilai keilmuan yang lurus.

Berkhidmat di Jalan yang Tidak Mudah

Dr. Arif Ma’nawi, dosen pembimbing skripsi saya yang lekat dengan prinsip hidup sederhana namun kuat dalam keteguhan nilai, menyampaikan:

“Alhamdulillah, dapat berkhidmat di UIN Suka. Hal untuk merengkuh seperti ini tidak mudah pada masa sekarang. Selamat, Mas Eric, semoga bisa menjalani tugas ini dengan baik, lancar, dan sukses.”

Kata “berkhidmat” yang digunakan beliau membuka makna yang lebih dalam. Menjadi dosen bukan sekadar pekerjaan, tapi pengabdian. Amanah ini bukan semata-mata soal status, tetapi ladang pengabdian yang perlu dijalani dengan rendah hati dan dedikasi.

Progres yang Membahagiakan

Dr. Amir Ma'ruf, kopromotor yang saya kenal sebagai sosok santun dan penuh doa, menuliskan dengan bahasa yang khas:

“Alchamdu lillaah, mubaarok remen Pak Eric ada progres. Selamat berkarier, sukses binerkahan. Aamiin. Saya, alchadu lillaah pinaringan sehat.”

Dalam sapaan sederhana itu tersimpan harapan besar: agar jalan yang saya tempuh senantiasa diberkahi dan disertai kesehatan. Menegaskan bahwa keberhasilan tidak hanya soal pencapaian, tetapi tentang keberkahan yang menyertai setiap langkah.

Pantang Mundur, Sampai Guru Besar

Prof. Sangidu, yang selalu menyemangati murid-muridnya untuk berpikir jauh ke depan, berpesan dengan gaya khas beliau:

“Iya Mas Eric, selamat. Semangat terus untuk mengembangkan ilmu. Insyaallah barokah. Maju terus pantang mundur sampai guru besar Mas.”

Pesan beliau adalah dorongan yang kuat: bahwa capaian ini bukanlah akhir. Ia adalah awalan. Dalam dunia akademik, perjalanan masih panjang. Target akademik harus terus dikejar, bukan untuk gelar semata, tetapi untuk memperluas dampak dan kontribusi keilmuan kepada masyarakat.

Ilmu yang Barakah

Dr. Zulfa Purnamawati, yang selalu berbicara dari hati dan penuh doa, menuliskan:

“Alhamdulillah Mas. Barakallahu fi ‘ilmik. Semoga Allah memudahkan langkah dan menjadikan barakah.”

Sebagai seorang pendidik, saya percaya bahwa ilmu yang benar-benar bermakna adalah ilmu yang barakah: yang membawa manfaat, yang tumbuh dalam kesungguhan, dan yang menyinari banyak orang.

Integritas sebagai Pilar Ilmuwan

Meski pesan Dr. Syamsul Hadi telah terhapus karena kelalaian saya mengatur pesan terhapus otomatis, saya masih mengingat inti pesannya dengan jelas. Beliau menekankan pentingnya menjaga kejujuran dan integritas dalam setiap tindakan akademik. Beliau pernah berkata pada saya dalam satu kesempatan:

“Tidak ada jabatan atau karya akademik yang layak dipertahankan bila harus mengorbankan integritas.”

Pesan ini kini terngiang kembali dalam hati saya. Di tengah tekanan administratif dan tuntutan kinerja, menjaga integritas menjadi kompas moral yang tak boleh hilang dari perjalanan seorang ilmuwan.

Melangkah dengan Syukur, Menjaga Amanah

Saya bersyukur bukan hanya karena diberi kesempatan untuk mengajar di kampus keislaman yang besar dan tertua di Indonesia ini, tetapi juga karena masih diberi kesempatan untuk belajar dari guru-guru terbaik dalam hidup saya. Doa dan nasihat mereka bukan sekadar pengingat, tetapi bahan bakar untuk terus melangkah.

Menjadi dosen di UIN Sunan Kalijaga adalah awal baru. Namun, nilai-nilai yang saya bawa berasal dari perjalanan lama dari sejak menuntut ilmu di Bulak Sumur. Semoga langkah ini menjadi bagian dari amal jariyah ilmu, yang terus mengalir manfaatnya.

“Ilmu yang dibagi, akan abadi.”

Semoga saya dan kita semua yang menapaki jalan pendidikan, terus dijaga dalam kejujuran, keberkahan, dan keteguhan niat.


Leave a Comment