| 0 Comments | 124 Views

            Perkembangan nanoteknologi yang pesat dewasa ini tidak terlepas dari perkembangan yang terjadi di bidang kimia material. Nanomaterial sendiri merupakan bentuk “akhir” atau bisa disebut juga diartikan sebagai bentuk terakhir yang dapat ditemukan oleh manusia sampai saat ini; dan ini merupakan hasil dari dari evolusi yang terjadi pada material. Evolusi material sendiri berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. 

            Secara umum, evolusi material dapat di bagi-bagi menjadi beberapa era. Perkembangan material dimulai dengan penggunakan material yang ada di alam apa adanya. Pada era ini (sering disebut Stone Age), penggunaan material hanya sebatas pada kegunaan material itu apa adanya tanpa adanya suatu modifikasi. Era berikutnya setelah Stone Age adalah era penggunaan material logam untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang diawali dengan penggunaan material perunggu sebagai perkakas (Bronze Age) dan penggunaan material besi (Iron Age). Pada ketiga era ini, Stone Age, Bronze Age dan Iron Age, penggunaan material sebanding dengan kebutuhan manusia yang ada. Pada ketiga era ini material dimanfaatkan as usual, apa adanya dan sedikit modifikasi. Ketiga era ini bisa disatukan menjadi Era Material Struktural Material dimana pada era ini terjadi proses menemukan dan memanfaatkan atau memakai material yang ada di alam. 

            Barulah setelah adanya Revolusi Industri yang diikuti oleh berbagai penemuan material baru, seperti Nylon, dimulailah era rekayasa material. Revolusi Industri menggiring era material ke Synthetic Material Age (Abad 19). Pada era ini dimulailah suatu rekayasa terhadap material yang ada karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat, kebutuhan manusia yang meningkat ini mendorong untuk menciptakan suatu material yang baru sesuai dengan gaya hidup (peradaban) yang baru, dan gaya hidup yang baru ini sebanding dengan material yang diciptakan. Rekayasa yang dilakukan terhadap suatu material di era ini menjadikan material tersebut bersifat mono, di, dan tri fungsional. Periode Synthetic Material bertujuan untuk memberikan solusi permasalahan yang muncul pada masa tersebut (solving problem) akan tetapi solving problem yang dilakukan pada masa itu ternyata membuat masalah baru, antara lain masalah lingkungan dan Green House Effect.

            Dari masalah yang muncul tersebut dan seiring dengan semakin berkurangnya sumber daya alam karena ekploitasi serta bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang ada maka mendorong pada suatu tahap pemikiran untuk menciptakan suatu material yang efisien, dalam arti sedikit secara kuantitas tapi banyak secara kualitas dan pemanfaatannya. Selain efisien, material yang diciptakan juga harus bersifat ramah lingkungan dan muncullah tuntutan untuk menciptakan suatu smart material. Hal inilah kemudian mendorong munculnya era baru yang disebut dengan Smart Material Age (abad 20) yang dapat menjadikan suatu material menjadi multifungsi. Synthetic material age dan smart material age dapat disatukan menjadi era material fungsional. 

            Smart Material Age ditandai dengan berbagai penemuan material berskala nano (nanomaterial) yang memiliki karakteristik resources energy resources, small, efficient dan green (back to nature).

            Penemuan nanomaterial tidak serta merta muncul dengan sendirinya, tapi melalui berbagai proses. Nanomaterial dapat diperoleh melalui nanotechnology yang mencakup teknik-teknik untuk mendapatkan material pada skala nanometer berdasarkan pada fenomena struktur suatu material pada rentang ukuran 1-100 nm, dimana material yang dihasilkan memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan material pada skala ukuran molekul atau bulk. Nanoteknologi berkaitan erat dengan nanoscience yang mempelajari fenomena dan manipulasi material pada skala atomik, molekular dan makromolekular dimana sifat-sifat yang dihasilkan berbeda dengan material pada skala yang lebih besar. Jadi dapat diambil suatu benang merah, nanoteknologi adalah desain, karakterisasi dan aplikasi struktur, alat dan sistem melalui kontrol bentuk dan ukuran pada skala nanometer.

            Diatas sudah disebutkan bahwa penemuan nanomaterial tidak serta merta muncul begitu saja. Adalah Richard Feynman (Nobel Laureate di bidang Fisika) yang pertama kali mengisyaratkan tentang teknologi nano mengenai “There’s plenty of room at the bottom”. 

Berikut ini adalah beberapa peristiwa penting yang menyertai perkembangan nanomateriali:

400SM

Democritus mencetuskan istilah “atom” yang artinya tidak terbagi

1905

 

Albert Einsten mempublikasikan karya ilmiah yang memperkirakan diameter ukuran molekul gula sekitar 1 nanometer

1959

Richard Feynman memberikan ceramah “There’s plenty of room at the bottom

1968

 

Alfred Y Cho dan John Arthur pada Laboratorium Bell menemukan ”molecular epitaxy beam” yaitu teknik yang dapat mendeposisikan satu lapisan atom tunggal pada permukaan.

1974

 

Norino Taniguchi memperkenalkan istilah “nanotechnology” untuk menyederhanakan istilah  mesin fungsional lebih kecil dari satu mikron

1981

                1981

Gerd Binnig dan Heinrich Rohrer menciptakan “Scanning Tunneling Microscope”  yang dapat mengambil gambar sebuah atom tunggal

1985

 

Robert F. Curl Jr. dan Harold W. Kroto dan Richard Smalley menemukan “Bucky Balls” yang diameternya berukuran sekitar 1 nanometer

1989

 

Donald M. Eigler menulis nama IBM dengan menggunakan atom-atom Xenon tunggal

1991

Sumio Iijima peneliti pada NEC Tsukuba, Jepang, menemukan “carbon nanotube

1993

 

Warren Robinet dan R. Stanley Williams menciptakan “virtual reality system” yang dihubungkan dengan “Scanning Tuneling Microscope” untuk melihat dan menyentuh atom-atom.

1998

 

Grup Cees Dekker di Universitas Delt menciptakan transistor dari “carbon nanotube”

1999

 

James M. Tour dan Mark A. Reed mendemonstrasikan molekul tunggal yang berlaku sebagai saklar molekular (molecular switches).


***dari berbagai sumber

Leave a Comment