| 0 Comments | 162 Views

Card Image

Semut rangrang (sumber: doc.pribadi)

 Perhatikanlah semut di sekitar Anda, serangga kecil berkaki enam yang sering mengerubungi makanan dan sering tanpa sadar kita injak. Semut adalah serangga eusosial berkoloni, dengan jumlah ribuan hingga jutaan individu dalam koloninya. Jumlah totalnya di bumi diperkirakan lebih dari 20 kuadriliun (20.000.000.000.000.000) dengan pikiran superkolektif layaknya sebuah superorganisme tunggal yang memiliki sistem komunikasi, pertanian, peternakan, sistem politik, berburu, taktik berperang, menerapkan hukuman atas kejahatan, penipuan, perbudakan dan bahkan ketika kita mempraktikkan isolasi diri dan pengaturan jarak sosial saat pandemi Covid-19, semut telah melakukannya sejak jutaan tahun sebelumnya. Ada 2.5 juta semut per manusia di bumi. Ini menunjukkan bahwa “nampaknya peradaban terbesar di bumi ada di bawah kaki kita”. Lalu hikmah apa saja yang bisa kita ambil dari makhluk yang namanya disebutkan dan dijadikan sebagai sebuah nama surat di dalam Al-Qur’an ini?

1. Hierarki & Struktur Koloni

Koloni semut terdiri atas semut pekerja, ratu dan semut jantan. Setelah kawin, ratu mencari tempat untuk membangun koloninya, dimulai dengan membesarkan anak-anak pekerja pertama, setelah dewasa pekerja baru mengambil alih tugas mencari makan, memperbesar sarang dan merawat induk, setelah mencapai ukuran populasi tertentu, ratu akan menghasilkan calon ratu dan jantan.

Peradaban semut dibangun melalui keputusan-keputusan kecil dan cepat dari banyak individu dengan kecerdasan beragam. Pada tahun 2000 superkoloni ditemukan di Hokkaido Jepang dengan anggota 306 juta individu dengan satu juta ratu dalam 45.000 sarangnya yang terhubung melalui lorong bawah tanah di area seluas 2,7 km2. Pada tahun 2009 ditemukan superkoloni Argentina yang ternyata terhubung dengan koloni lain di Jepang, Kalifornia dan Eropa yang diidentifikasi merupakan bagian dari megakoloni global. Ini membuktikan eksistensinya sebagai peradaban lain di bumi selain manusia.

2. Sistem Pertanian dan Peternakan

Sebagian semut berburu, sebagian lagi bertani. Manusia bertani sekitar 10.000-12.000 tahun yang lalu, semut telah melakukannya 60 juta tahun sebelumnya. Semut bertani jamur dan memelihara ternak, mirip seperti manusia. Sebuah megapolis terdiri atas ribuan kompartemen di bawah tanah dengan terowongan yang sangat rumit yang terdiri atas kebun jamur, untuk mengisolasi dan melindungi tanaman mikologi mereka dari penyakit dan pencurian, seperti halnya manusia. Semut pemotong daun merawat diri mereka sendiri dan satu sama lain untuk menghilangkan potensi patogen sebelum memasuki kebun mereka yang sangat bersih. Ia membawa daun dengan berat ribuan berkali lipat dari tubuhnya untuk menumbuhkan jamur dan membersihkan kebun secara teratur menggunakan antibiotic untuk mencegah infeksi. Semut terus-menerus memantau tanaman mereka sehingga mereka dapat menargetkan dan mengatasi masalah sejak dini, sebuah sistem pertanian yang presisi.

Semut membentuk aliansi dengan strain aktinobakteri penghasil antimikroba untuk mengatasi parasit escovopsis yang menginfeksi pertanian mereka selama jutaan tahun, sedangkan manusia baru mengenal antibiotic sekitar tahun 1890. Hubungan antara jamur dan semut sangat erat, mereka tidak dapat hidup tanpa salah satunya. Ketika ratu membangun koloni baru, ia membawa sepotong kecil jamur beserta substratnya termasuk mikrobiomanya untuk menyemai kebun barunya, jamur tersebut sangat berharga, hingga jika sebuah koloni kehilangan tanaman jamurnya mereka akan mencuri dari koloni lain hingga mengorbankan nyawanya. Semut berhasil mencegah resistensi antibiotik selama jutaan tahun, sesuatu yang sulit dipertahankan manusia dalam 134 tahun.

“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bercerita bahwa salah seorang nabi di zaman dahulu pernah singgah di bawah sebuah pohon. Di sana ia digigit oleh semut. Lalu ia memerintahkan untuk mencari semut tersebut lalu ia memerintahkan untuk membakar sarangnya. Allah setelah itu menegurnya, ‘Mengapa kau tidak membunuh seekor semut saja?’” (HR Abu Dawud)

Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Sesungguhnya Nabi melarang membunuh empat hewan: semut, lebah, burung hud-hud, dan burung shurad"

Semut juga menggembalakan kutu dan kutu putih pemakan getah seperti halnya manusia merawat sapi dan memanen kotorannya yang kaya akan gula. Semut memilih kutu dengan kualitas terbaik, merawatnya, menjinakkannya- sebuah bentuk domestikasi di dunia hewan, melindungi ternaknya, mengarahkannya ke sumber makanan terbaik dan mengatur jumlah produksi ternaknya. Bahkan kutu-kutu daun saling bersaing untuk mendapatkan peternak semutnya. Ini dilakukan jutaan tahun sebelum manusia mengenal sistem pertanian dan peternakan.

3. Sistem Kerja

“Koloni semut ibarat sebuah individu. Di dunia semut, tidak dikenal istilah “saya” yang ada adalah “kami”. Setiap individu bukan hidup untuk tujuan dirinya, melainkan untuk tujuan koloni.”

Sebagian spesiesnya hidup dengan menetap dan yang lain terus berpindah mencari sumber makanan. Semut memiliki kemampuan secara kolektif dalam membandingkan wilayah dan memecahkan masalah kompleks dengan menggunakan informasi yang diperoleh setiap anggota koloni untuk menemukan tempat bersarang potensial dan sumber makanan. Semut membuat dan mengulangi serangkaian keputusan kecil secara mandiri yang sama setiap hari. Kecerdasannya muncul dari serangkaian aturan sederhana. Meskipun menyandang gelar ratu, namun ratu tidak mendelegasikan tugas kepada pekerjanya, tugas dilakukan berdasar preferensi individu, ini menyebabkan pengambilan keputusan lebih terdistribusi dan tidak terpusat pada sedikit individu saja.

Semut berkomunikasi melalui dua mekanisme yaitu feromon dan sentuhan antenna. Pola komunikasi mereka untuk menemukan jarak terpendek yang dikenal dengan istilah Ant Colony Optimization (ACO) dalam mencari sumber makananan telah menjadi inspirasi bagi manusia dalam perutean jaringan internet, untuk meningkatkan efisiensi transmisi data dan meminimalkan kemacetan jaringan. ACO juga menginspirasi manusia dalam optimalisasi distribusi logistik dan transportasi secara lebih efisien, meminimalkan biaya transportasi dan konsumsi bahan bakar.

Semut tidak mengenal rasa malas dan menunda-nunda pekerjaan. Sebuah pepatah Afrika mengatakan bahwa “Seekor semut yang berdiri dapat melakukan lebih dari sekedar gajah yang berbaring”. Kerja keras, kreativitas, altruisme & kerjasama adalah kunci keberhasilan koloninya.

Altruisme: Pengorbanan Diri Demi Koloni

“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml [27]: 18)

Jika diperhatikan, ada hal yang menarik dari ayat ini. Alih-alih seekor semut berusaha secepatnya menyelamatkan dirinya sendiri agar dia tidak terinjak bala tentara Nabi Sulaiman as, justru ia lebih memilih untuk memperingatkan kawanannya agar yang lainnya dapat selamat. Suatu aksi heroik yang dilakukan oleh serangga kecil yang nampak remeh di mata manusia.

Contoh altruisme di dunia semut terjadi saat kawanan semut membangun jembatan menggunakan tubuh mereka sendiri di sepanjang jalur dari makanan ke sarang. Contoh lainnya terjadi pada semut Mutabele (Megaponera analis) dapat menunjukkan menunjukkan sisi kepedulian terhadap rekannya. Penelitian baru menunjukkan bahwa semut Matabele membalut luka rekannya yang terluka dengan zat khusus dari mulutnya. Ini adalah pertama kalinya seekor serangga menunjukkan perilaku penyembuhan terhadap serangga lain.

Serangga, selama jangka waktu geologis, telah mempraktikkan "kebajikan yang lebih tinggi" yang "baru saja diperoleh umat manusia" (Harlow Shapley)

Altruisme yang merupakan lawan kata dari egois merupakan suatu sikap atau naluri untuk memperhatikan dan mengutamakan kepentingan dan kebaikan pihak lain di atas kepentingan dirinya sendiri dengan dilandasi sikap tanpa pamrih.

Pihak yang melakukan altruisme disebut altruis. Islam juga mengenalkan istilah al-itsar (at-tafdhil) yang merupakan suatu konsep perilaku sosial yang memberikan perlakuan kepada orang lain seperti perlakuan kepada dirinya sendiri.

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).”(HR. Bukhari dan Muslim).

“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Khaldun (seorang sejarawan, filosof, dan negarawan terkenal dari abad ke-14.) memperkenalkan konsep “asabiyyah” atau semangat kebersamaan dalam karyanya yang berjudul “Muqqadimah atau Prolegomena”. Buku ini membahas tentang sejarah peradaban, dinasti dan kerajaan, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Dalam setiap topiknya, beliau selalu menggunakan pendekatan empiris dan rasionalisme yang selalu ditutup dengan pesan keimanan melalui pengagungan terhadap Allah dan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam karyanya ini, beliau memaparkan pandangannya tentang peran faktor-faktor yang membentuk peradaban manusia. Menurut beliau, semangat kebersamaan dan persatuan di antara kelompok-kelompok manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan sebuah peradaban. Namun, semangat kebersamaan juga bisa menjadi faktor yang merugikan ketika dilakukan secara berlebihan, karena dapat menimbulkan sikap kebencian terhadap kelompok lain bahkan konflik dan permusuhan.


Leave a Comment