| 0 Comments | 162 Views
1. Hierarki & Struktur Koloni
Koloni semut terdiri atas semut pekerja, ratu dan semut
jantan. Setelah kawin, ratu mencari tempat untuk membangun koloninya, dimulai
dengan membesarkan anak-anak pekerja pertama, setelah dewasa pekerja baru
mengambil alih tugas mencari makan, memperbesar sarang dan merawat induk,
setelah mencapai ukuran populasi tertentu, ratu akan menghasilkan calon ratu
dan jantan.
Peradaban semut dibangun melalui keputusan-keputusan kecil
dan cepat dari banyak individu dengan kecerdasan beragam. Pada tahun 2000
superkoloni ditemukan di Hokkaido Jepang dengan anggota 306 juta individu
dengan satu juta ratu dalam 45.000 sarangnya yang terhubung melalui lorong
bawah tanah di area seluas 2,7 km2. Pada tahun 2009 ditemukan superkoloni
Argentina yang ternyata terhubung dengan koloni lain di Jepang, Kalifornia dan
Eropa yang diidentifikasi merupakan bagian dari megakoloni global. Ini membuktikan
eksistensinya sebagai peradaban lain di bumi selain manusia.
2. Sistem Pertanian dan Peternakan
Sebagian semut berburu, sebagian lagi bertani. Manusia
bertani sekitar 10.000-12.000 tahun yang lalu, semut telah melakukannya 60 juta
tahun sebelumnya. Semut bertani jamur dan memelihara ternak, mirip seperti
manusia. Sebuah megapolis terdiri atas ribuan kompartemen di bawah tanah dengan
terowongan yang sangat rumit yang terdiri atas kebun jamur, untuk mengisolasi
dan melindungi tanaman mikologi mereka dari penyakit dan pencurian, seperti
halnya manusia. Semut pemotong daun merawat diri mereka sendiri dan satu sama
lain untuk menghilangkan potensi patogen sebelum memasuki kebun mereka yang
sangat bersih. Ia membawa daun dengan berat ribuan berkali lipat dari tubuhnya
untuk menumbuhkan jamur dan membersihkan kebun secara teratur menggunakan
antibiotic untuk mencegah infeksi. Semut terus-menerus memantau tanaman mereka
sehingga mereka dapat menargetkan dan mengatasi masalah sejak dini, sebuah
sistem pertanian yang presisi.
Semut membentuk aliansi dengan strain aktinobakteri
penghasil antimikroba untuk mengatasi parasit escovopsis yang menginfeksi
pertanian mereka selama jutaan tahun, sedangkan manusia baru mengenal
antibiotic sekitar tahun 1890. Hubungan antara jamur dan semut sangat erat,
mereka tidak dapat hidup tanpa salah satunya. Ketika ratu membangun koloni
baru, ia membawa sepotong kecil jamur beserta substratnya termasuk
mikrobiomanya untuk menyemai kebun barunya, jamur tersebut sangat berharga,
hingga jika sebuah koloni kehilangan tanaman jamurnya mereka akan mencuri dari
koloni lain hingga mengorbankan nyawanya. Semut berhasil mencegah resistensi
antibiotik selama jutaan tahun, sesuatu yang sulit dipertahankan manusia dalam
134 tahun.
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah bercerita bahwa salah seorang nabi di zaman dahulu pernah singgah di bawah sebuah pohon. Di sana ia digigit oleh semut. Lalu ia memerintahkan untuk mencari semut tersebut lalu ia memerintahkan untuk membakar sarangnya. Allah setelah itu menegurnya, ‘Mengapa kau tidak membunuh seekor semut saja?’” (HR Abu Dawud)
Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, ia berkata:
"Sesungguhnya Nabi melarang membunuh empat hewan: semut, lebah, burung
hud-hud, dan burung shurad"
Semut juga menggembalakan kutu dan kutu putih pemakan
getah seperti halnya manusia merawat sapi dan memanen kotorannya yang kaya akan
gula. Semut memilih kutu dengan kualitas terbaik, merawatnya, menjinakkannya-
sebuah bentuk domestikasi di dunia hewan, melindungi ternaknya, mengarahkannya
ke sumber makanan terbaik dan mengatur jumlah produksi ternaknya. Bahkan
kutu-kutu daun saling bersaing untuk mendapatkan peternak semutnya. Ini
dilakukan jutaan tahun sebelum manusia mengenal sistem pertanian dan peternakan.
3. Sistem Kerja
“Koloni semut ibarat sebuah individu. Di dunia semut,
tidak dikenal istilah “saya” yang ada adalah “kami”. Setiap individu bukan
hidup untuk tujuan dirinya, melainkan untuk tujuan koloni.”
Sebagian spesiesnya hidup dengan menetap dan yang lain terus
berpindah mencari sumber makanan. Semut memiliki kemampuan secara kolektif
dalam membandingkan wilayah dan memecahkan masalah kompleks dengan menggunakan
informasi yang diperoleh setiap anggota koloni untuk menemukan tempat bersarang
potensial dan sumber makanan. Semut membuat dan mengulangi serangkaian
keputusan kecil secara mandiri yang sama setiap hari. Kecerdasannya muncul dari
serangkaian aturan sederhana. Meskipun menyandang gelar ratu, namun ratu tidak
mendelegasikan tugas kepada pekerjanya, tugas dilakukan berdasar preferensi
individu, ini menyebabkan pengambilan keputusan lebih terdistribusi dan tidak
terpusat pada sedikit individu saja.
Semut berkomunikasi melalui dua mekanisme yaitu feromon dan
sentuhan antenna. Pola komunikasi mereka untuk menemukan jarak terpendek yang
dikenal dengan istilah Ant Colony Optimization (ACO) dalam mencari
sumber makananan telah menjadi inspirasi bagi manusia dalam perutean jaringan
internet, untuk meningkatkan efisiensi transmisi data dan meminimalkan
kemacetan jaringan. ACO juga menginspirasi manusia dalam optimalisasi
distribusi logistik dan transportasi secara lebih efisien, meminimalkan biaya
transportasi dan konsumsi bahan bakar.
Semut tidak mengenal rasa malas dan menunda-nunda pekerjaan.
Sebuah pepatah Afrika mengatakan bahwa “Seekor semut yang berdiri dapat
melakukan lebih dari sekedar gajah yang berbaring”. Kerja keras,
kreativitas, altruisme & kerjasama adalah kunci keberhasilan koloninya.
Altruisme: Pengorbanan Diri Demi Koloni
“Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, “Wahai semut-semut! Masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan bala tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml [27]: 18)
Jika diperhatikan, ada hal yang menarik dari ayat ini.
Alih-alih seekor semut berusaha secepatnya menyelamatkan dirinya sendiri agar
dia tidak terinjak bala tentara Nabi Sulaiman as, justru ia lebih memilih untuk
memperingatkan kawanannya agar yang lainnya dapat selamat. Suatu aksi heroik
yang dilakukan oleh serangga kecil yang nampak remeh di mata manusia.
Contoh altruisme di dunia semut terjadi saat kawanan semut
membangun jembatan menggunakan tubuh mereka sendiri di sepanjang jalur dari
makanan ke sarang. Contoh lainnya terjadi pada semut Mutabele (Megaponera
analis) dapat menunjukkan menunjukkan sisi kepedulian terhadap rekannya.
Penelitian baru menunjukkan bahwa semut Matabele membalut luka rekannya yang
terluka dengan zat khusus dari mulutnya. Ini adalah pertama kalinya seekor
serangga menunjukkan perilaku penyembuhan terhadap serangga lain.
Serangga, selama jangka waktu geologis, telah mempraktikkan "kebajikan yang lebih tinggi" yang "baru saja diperoleh umat manusia" (Harlow Shapley)
Altruisme yang merupakan lawan kata dari egois merupakan
suatu sikap atau naluri untuk memperhatikan dan mengutamakan kepentingan dan
kebaikan pihak lain di atas kepentingan dirinya sendiri dengan dilandasi sikap
tanpa pamrih.
Pihak yang melakukan altruisme disebut altruis. Islam juga
mengenalkan istilah al-itsar (at-tafdhil) yang merupakan suatu konsep
perilaku sosial yang memberikan perlakuan kepada orang lain seperti perlakuan
kepada dirinya sendiri.
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).”(HR. Bukhari dan Muslim).
“Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan
iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Khaldun (seorang sejarawan, filosof, dan negarawan terkenal dari abad ke-14.) memperkenalkan konsep “asabiyyah” atau semangat kebersamaan dalam karyanya yang berjudul “Muqqadimah atau Prolegomena”. Buku ini membahas tentang sejarah peradaban, dinasti dan kerajaan, ekonomi dan ilmu pengetahuan. Dalam setiap topiknya, beliau selalu menggunakan pendekatan empiris dan rasionalisme yang selalu ditutup dengan pesan keimanan melalui pengagungan terhadap Allah dan kutipan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam karyanya ini, beliau memaparkan pandangannya tentang peran faktor-faktor yang membentuk peradaban manusia. Menurut beliau, semangat kebersamaan dan persatuan di antara kelompok-kelompok manusia merupakan faktor penting dalam keberhasilan sebuah peradaban. Namun, semangat kebersamaan juga bisa menjadi faktor yang merugikan ketika dilakukan secara berlebihan, karena dapat menimbulkan sikap kebencian terhadap kelompok lain bahkan konflik dan permusuhan.
Leave a Comment