| 0 Comments | 41 Views

Pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing, khususnya di Indonesia, berlangsung sejak masuknya agama Islam ke bumi nusantara sekitar abad ke-7 Masehi. Bahasa Arab dipelajari baik dengan alasan sebagai komunikasi ekonomi dan lintas budaya, juga dipelajari sebagai kepentingan mendalami agama. Alasan yang kedua ini justru mendapatkan porsi yang semakin besar beriringan dengan perkembangan tarbiyah dan dakwah berbasis pesantren. Bahasa Arab lalu menjadi ilmu kunci untuk mendalami berbagai literatur keagamaan yang diwajibkan kepada santri, mulai level ibtidāiyyah sampai āliyah. Pasca kemerdekaan RI, bahasa Arab dipelajari tidak hanya di lembaga pendidikan non formal pesantren, tetapi juga di lembaga pendidikan formal, seperti madrasah, sekolah, sampai perpendidikan tinggi. Tujuannya pun berkembang dinamis, tidak hanya untuk penguasaan literasi keagamaan, tetapi juga untuk kepentingan komunikatif dengan segmen yang lebih luas. Oleh karena itu, metode pembelajarannya pun juga semakin variatif. Secara historis, metode pembelajaran bahasa asing itu sendiri bergulir bergantian bagai pendulum. Bermula, pembelajaran bahasa asing dari sentralitas pandangan tradisional bahwa bahasa itu harus diajarkan berdasarkan tata bahasadi dalamnya. Dalam perkembangannya, pandangan tersebut telah diremehkan. Reaksi anti pembelajaran tata bahasa berlangung lama hingga akhir abad ke-19, ditandai dengan hadirnya metode langsung (At-Tharīqah al-Mubāsyarah) hingga berkembangnya akhir tahun 1970-an. Lalu dilanjutkan dengan hadirnya pendekatan komunikatif era tahun 1980-an. Namun selanjutnya, kounter balik terhadap pembelajaran bahasa berbasis tatabahasa kembali terbuka yang dipelopori oleh Richard pada era tahun1990-an. Jika pendidik hanya mengajarkan bahasa asing dengan memilih metode mengikuti trend, maka pembelajaran dapat dipastikan tak punya arah tujuan yang jelas. Pemilihan metode menjadi tantangan yang krusial dan harus ditemukan. Dalam potret masa awal pembelajaran bahasa Arab di Indonesia, seorang pendidik mengajar tanpa banyak berpikir panjang metode apa yang digunakan. Sebab, bahasa Arab diajarkan berpusat pada konten, atau kitab apa yang diajarkan. Jika kitabnya tamat dibaca, maka pembelajarannya telah dianggap berhasil pula. Sedangkan metode lebih meniru dari pengalaman belajar dengan para pendidik sebelumnya. Metode yang populer digunakan antara lain sorogan dan bandongan. Namun, ketika kini orientasi pembelajaran bahasa Arab berganti berbasis kompetensi, maka diperlukan penyesuaian-penyesuaian didaktik metodik. Apalagi jika dikaitkan dengan konteks era Industri 4.0 dengan teknologi komunikasi cerdasnya. Pemilihan dan penerapan metode pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing menghadapi tantangan inovasi yang krusial. Apalagi, Sirajudeen & Adebis (2012) menegaskan bahwa potensi bahasa Arab sebagai alat komunikasi vital di dunia yang terus berubah. Demikian pula dengan bahasa Arab, pendidik dianggap tidak dapat memilih mana metode yang terbaik dengan hanya meniru pendidik-pendidik sebelumnya. Sebuah metode baru dapat dianggap layak jika dipilih berdasarkan pemahaman bagaimana konsep dasar metode pembelajaran bahasa Arab sebagai bahasa asing itu sendiri. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana tujuan, elemen, prinsip-prinsip, jenis silabus dan berbagai aspek yang mempengaruhi penggunaan sebuah metode pembelajaran bahasa Arab. Dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, tulisan ini merupakan hasil kajian kepustakaan (library research) dengan sumber data, baik dari buku referensi ataupun jurnal penelitian ilmiah. Analisis dilakukan dengan kolaborasi teknik deduktif-induktif. Keberhasilan pembelajaran bahasa Arab sangat dipengaruhi oleh bagaimana metode yang digunakan.

Sumber: Buku metode pembelajaran Bahasa Arab sebagai bahasa asing karya Muhammad Thohir, dkk.

Ninobola Cacabola Bolalion Adirabet Momobola Bolaturbo Bolabesar Bolamacan Papibola Briobola


Leave a Comment