| 0 Comments | 12 Views

Card Image

Journal of Human Trafficking

Perdagangan perempuan di Indonesia semakin meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah yang membatasi mobilitas masyarakat guna mengendalikan penyebaran COVID-19. Ironisnya, bukannya memperketat perlindungan bagi kelompok rentan, situasi ini justru dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menjalankan praktik perdagangan manusia. Kondisi ekonomi yang memburuk akibat pandemi semakin memperparah keadaan, membuat banyak perempuan terjebak dalam jaringan perdagangan tanpa mereka sadari. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap modus operandi para pelaku, memahami faktor yang membuat perempuan lebih rentan terhadap eksploitasi, serta mengevaluasi kelemahan aparat negara dalam memberantas kejahatan ini.

Melalui pendekatan studi kasus, penelitian ini mengumpulkan data dari observasi, wawancara, serta dokumentasi untuk memahami bagaimana perdagangan manusia tetap berlangsung meskipun berbagai regulasi telah diterapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaku menggunakan model pemasaran berjenjang atau multi-level marketing dalam menjalankan praktik perdagangan ini. Mereka memanfaatkan jaringan perusahaan yang telah dicabut izinnya oleh pemerintah untuk merekrut korban. Dalam banyak kasus, perempuan menjadi korban tanpa mereka sadari, sementara keluarga dan bahkan pejabat pemerintah sering kali terlibat secara tidak langsung dalam rantai perdagangan ini. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang modus operandi para pelaku semakin memperburuk keadaan, membuat banyak korban sulit untuk keluar dari jaringan eksploitasi ini.

Salah satu faktor utama yang membuat perempuan lebih rentan menjadi korban adalah tekanan ekonomi yang semakin besar akibat pandemi. Banyak perempuan yang kehilangan pekerjaan dan menghadapi keterbatasan akses terhadap sumber daya ekonomi, sehingga mereka lebih mudah diperdaya oleh para pelaku yang menjanjikan pekerjaan dengan imbalan yang menggiurkan. Selain itu, norma sosial yang masih menempatkan perempuan pada posisi subordinat dalam masyarakat juga menjadi faktor yang memperburuk situasi. Perempuan yang mengalami kekerasan domestik atau tekanan sosial sering kali lebih mudah menjadi target bagi para pelaku perdagangan manusia.

Lebih lanjut, penelitian ini juga menemukan bahwa penyalahgunaan kekuasaan dalam jaringan perdagangan manusia di Indonesia menjadi salah satu hambatan utama dalam upaya pemberantasan kejahatan ini. Para pelaku sering kali memiliki keterkaitan dengan pejabat atau pihak berwenang, yang membuat proses hukum menjadi semakin sulit. Korupsi dan kurangnya koordinasi antara lembaga penegak hukum juga menjadi faktor yang menyebabkan sulitnya mengungkap jaringan pelaku secara menyeluruh. Akibatnya, meskipun beberapa kasus berhasil diungkap, jaringan yang lebih luas tetap beroperasi dan terus merekrut korban baru.

Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif, salah satunya melalui advokasi sosial yang dimulai dari tingkat keluarga dan komunitas pedesaan. Edukasi mengenai bahaya perdagangan manusia dan modus yang digunakan oleh para pelaku harus ditingkatkan agar masyarakat lebih waspada. Selain itu, pemerintah harus memperkuat perlindungan hukum bagi korban serta meningkatkan transparansi dalam penegakan hukum agar jaringan pelaku dapat diberantas secara efektif.

Dengan adanya langkah-langkah pencegahan yang lebih sistematis dan koordinasi yang lebih baik antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat, diharapkan kasus perdagangan perempuan dapat ditekan. Kesadaran kolektif tentang pentingnya melindungi kelompok rentan harus terus ditingkatkan agar tidak ada lagi perempuan yang menjadi korban eksploitasi. Tanpa adanya tindakan yang nyata, perdagangan manusia akan terus menjadi ancaman yang sulit untuk diberantas secara menyeluruh.

Silahkan akses paper tersebut pada laman berikut: https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/23322705.2022.2133876


Leave a Comment