| 0 Comments | 275 Views
Yogyakarta, 31 Oktober 2024,-
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menjadi saksi dari penyelenggaraan Diskusi Panel dalam Konferensi Nasional Reformasi Hukum Islam di Era Society 5.0. Kegiatan ini diorganisir oleh Forum Mahasiswa Magister (Formaster) Prodi Magister Ilmu Syariah (MIS) Fakultas Syariah dan Hukum, dengan tujuan mendiskusikan langkah-langkah reformasi hukum Islam dalam menghadapi era Society 5.0 yang mengintegrasikan kehidupan manusia dengan teknologi canggih.
Diskusi panel ini mengundang Dr. Hijrian Angga Prihantoro, L.L.M., dosen Prodi Perbandingan Mazhab, sebagai pembahas di sesi pertama. Beliau merupakan seorang akademisi muda dengan keahlian di bidang hukum Islam kontemporer, dan beberapa karyanya dikenal dalam berbagai forum ilmiah dan publikasi. Dalam presentasinya, Hijrian mengeksplorasi bagaimana teknologi seperti kecerdasan buatan, big data, dan Internet of Things (IoT) mengubah lanskap hukum dan memengaruhi penerapan prinsip-prinsip syariah.
Kegiatan ini dihadiri oleh peserta dari berbagai universitas di seluruh Indonesia, termasuk Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanuddin. Partisipasi aktif mereka menjadikan diskusi ini semakin kaya akan perspektif. “Reformasi hukum Islam harus menyentuh aspek-aspek yang relevan dengan zaman ini, termasuk keadilan sosial, etika digital, dan hak-hak manusia dalam konteks teknologi,” ujar Hijrian.
Dalam pemaparannya, Hijrian mengeksplorasi tantangan yang dihadapi hukum Islam saat ini, seperti ketidakpastian hukum dalam transaksi digital, perlindungan privasi data, dan etika penggunaan algoritma dalam penegakan hukum. Ia menekankan pentingnya pendekatan holistik dan adaptif agar hukum Islam dapat beriringan dan relevan dengan konteks zaman serta perkembangan teknologi yang semakin pesat. “Era Society 5.0 menempatkan manusia sebagai pusat pengembangan teknologi. Hal ini harus tercermin dalam reformasi hukum Islam yang adaptif dan berbasis nilai-nilai kemanusiaan,” tutur Hijrian.
Sesi tanya jawab berlangsung interaktif dengan pertanyaan-pertanyaan kritis dari para peserta. Salah satu mahasiswa dari Universitas Gadjah Mada menanyakan bagaimana cara menyeimbangkan antara inovasi teknologi dan prinsip-prinsip dasar syariah dalam kebijakan publik. Menanggapi pertanyaan ini, Hijrian menekankan bahwa sinergi antara pakar hukum Islam dan ilmuwan teknologi diperlukan untuk menciptakan kebijakan yang seimbang. “Kolaborasi lintas disiplin sangat penting untuk membangun kerangka hukum yang tidak hanya responsif, tetapi juga proaktif dalam melindungi hak-hak individu dan masyarakat luas,” jawabnya.
Dengan suksesnya acara ini, Formaster Prodi MIS berharap dapat mendorong diskusi lebih lanjut dan kerja sama lintas universitas untuk terus mengembangkan gagasan-gagasan reformasi hukum Islam yang adaptif dan berkelanjutan. Diskusi panel ini bukan hanya forum intelektual, tetapi juga momentum untuk memperkuat kolaborasi demi pembaruan hukum yang inklusif dan relevan.
Leave a Comment