| 0 Comments | 45 Views

·      Sabun. Sabun terbuat dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak zaitun, minyak aromatik (minyak thymes). Soda kostik (al Soda Al Kawia) pertama di buat oleh Kimiawan Muslim. Thaharah dalam syariat Islam kembali menjadi hal penting dalam pengembangan kimia saat itu. Kebutuhan membersihkan diri melelui mandi dan mencuci mendorong Kimiawan Muslim menemukan formulasi sabun yang benar. Formulasi tersebut secara umum masih dipakai sampai sekarang.

 

Dari permulaan abad ke-7, sabun telah dibuat di Nablus (Palestina), Kufah (Irak) dan Basrah (Irak). Sabun yang kita kenal sekarang merupakan turunan dari sabun arab secara historis. Sabun arab diberi wewangian dan pewarna, dimana terdapat dalam bentuk cair atau pun bentuk padat. Dalam catatan sejarah, sabun-sabun tersebut dijual dengan harga 3 Dirham (0,3 dinar) per buah pada tahun 981 M.

 

Dalam sebuah catatan, Ar-Razi mencantumkan berbagai formulasi sabun dan  mencantumkan resep untuk membuat sabun seperti banyaknya minyak wijen yang digunakan, taburan kalium, alkali dan sedikit jeruk nipis dicampurkan secara bersamaan dan didihkan. Setelah dimasak, bahan-bahan tersebut kemudian dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan mengeras kemudian membentuk sabun batangan yang keras.

 

·      Wewangian (parfum). Kultur dan Tradisi Islam membentuk dan berkontribusi secara signifikan dalam pengembangan wewangian, baik dalam hal penyempurnaan metode ekstraksi wewangian melalui destilasi uap dan atau dengan memperkenalkan bahan baku baru.

 

Sebagai pedagang, Kultur dan Tradisi Islam juga memiliki akses yang lebih luas ke berbagai sumber rempah-rempah, herbal, dan wewangian lainnya. Selain memperdagangkannya, banyak dari bahan-bahan wewangian eksotik yang akhirnya dibudidayakan oleh orang-orang Islam sedimikian rupa sehingga dapat tumbuh dengan dengan baik di luar iklim asalnya. Seperti melati yang berasal dari Asia Selatan dan Asia Tenggara dan berbagai buah jeruk dari Asia Timur. Kedua bahan ini masih sangat penting bagi industri wewangian modern sekarang ini.

 

Dalam Budaya, Tradisi dan Syariat Islam yang sangat dikenal, parfum telah digunakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW, termasuk Sunnah Rasul untuk mandi besar tiap hari jumat bagi Muslim yang baligh, memakai siwak untuk gosok gigi dan memakai wewangian sebelum berangkat sholat Jum’at. Sunnah Rasul ini turut pula mempengaruhi pengembangan parfum oleh Kimiawan Muslim.

 

Dua Kimiawan Muslim terbesar, yaitu Jabir dan Al-Kindi berkontribusi besar dalam pengembangan pembuatan wewangian (parfum), Jabir banyak mengembangkan teknik untuk memperoleh bahan wewangian melalui teknik penyulingan, penguapan dan penyaringan yang memungkinkan bahan-bahan wewangian dari tanaman menjadi terlarut dalam air dan kemudian terbawa oleh uap air kemudian didingnkan dan dikumpulkan dalam bentuk air atau minyak.

 

Al-Kindi merupakan pendiri sesungguhnya dari industri parfum, Ia melakukan penelitian yang ekstensif dan percobaan-percobaan yang mengkombinasikan berbagai tanaman dan sumber lain untuk menghasilkan parfum berbagai aroma. Al-Kindi menghasilkan berbagai formulasi dari sejumlah besar parfum, kosmetik dan obat-obatan. Al-Kindi membuat parfum yang disebut ghaliya yang mengadung musk (kasturi), amber dan bahan bahan lainnya dan menyebutkan daftar panjang nama-nama teknis obat-obatan dan peralatannya.

 

Kasturi dan parfum bunga dibawa ke eropa pada abad ke-11 dan ke-12 M dari wilayah Arab melalui perdagangan dengan Dunia Islam berbarengan degan kembalinya tentara pada Perang Salib ke wilayah eropa. Tentara ini banyak terlibat dalam perdagangan rempah-rempah dan zat warna. Ada catatan bahwa sejak tahun 1179 menunjukkan bahwa tentara tersebut berdagang jual beli dengan Muslim untuk rempah-rempah, bahan-bahan parfum dan pewarna.

 

Bersambung ke Bagian 10 : https://blog.uin-suka.ac.id/irwan.nugraha/alkemi-kimia-dan-islam-bagian-10



Leave a Comment