| 0 Comments | 45 Views

Sertifikasi Akal dan Menyehatkan Akal


*Dr. Abdul Qoyum, SEI, M.Sc.Fi (Ketua Program Studi Ekonomi Syariah UIN SUKA, Dosen FEB UGM, dan Mahasiswa Program Doktor Perekonomian Islam dan Industri Halal)


Perdebatan keras, menyikapi dikeluarkannya Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 Tentang Penetapan Label Halal. Keputusan ini merupakan langkah strategis Kementerian Agama untuk melaksanakan ketentuan Pasal 37 UU No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal.

Penetapan label halal tersebut dituangkan dalam Keputusan Kepala BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang Penetapan Label Halal dan juga PP Nomor 39 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang JPH. Label halal yang baru yang ditetapkan oleh Kementerian Agama ini memang unik, dan menurut saya visioner. Label halal ini menurut saya menggunakan pendekatan Revolusioner, dan ini sangat penting untuk mendobrak kemampetan Industri Halal di Indonesia. 

Industri Halal di Indonesia, sebelum ini saya katakan mampet karena jika menilik antara potensi dan realisasi terkini jelas tidak seimbang. Dengan penduduk muslim hampir 237 Juta jiwa, nyatanya industri halal kita masih di peringkat 4 di dunia, di bawah Malaysia, Saudi Arabia, dan Uni Emirat Arab. 

Pangsa pasar domestik kita saja begitu besar. Menggunakan data dari DBS, rata-rata belanja masyarakat Indonesia adalah $2.400 atau sekitar Rp. 33.600.000 per tahun (Kurs Rp.14.000/$). Jika angka itu dikalikan dengan jumlah penduduk di Indonesia, maka belanja konsumsi Halal dari pasar dalam negeri berkisar di angka Rp. 7.963.200.000.000.000 (7.963Triliyun). Ditambah dengan potensi pasar Global, yang berasa di kisaran angka di kisaran Rp. 33.600.000.000.000.000 (33.600Triliyun), maka potensi industri halal memang sangat luar biasa.

Pertanyaan pentingnya adalah, segmen mana yang akan kita bidik? Apakah fokus ke dalam negeri atau luar negeri? Atau keduanya?. Ini penting, karena setiap pilihan membutuhkan strategi dan kebijakan yang berbeda. Bagi saya, untuk tahap awal ini, pangsa pasar lokal saja sudah sangat luar biasa jika mampu dikelola dengan baik dan benar. Dampak ekonominya tentu akan sangat luar biasa. Meskipun pasar global juga hal yang harus dikuasai juga.

Namun permasalahan utama yang kita hadapi adalah, industri halal, kalau saya boleh menilai, memang sarat dengan isu politik dan isu sektaria. Saya melihat, ini disebabkan oleh sikap ekslusif yang masih banyak dipegang dan diugemi oleh sebagai kelompok di negeri ini. Desain logo halal yang diributkan, sebenarnya menurut saya bukan karena logonya, tapi lebih karena siapa yang membuat logo.

Ada sebagian orang menganggap bahwa yang berhak menekuni dan mengelola industri halal adalah kelompok mereka. Seolah-olah kelompok lain, terlarang bersentuhan dengan industri ini, atau mungkin mereka merasa sebagai pihak yang paling paham dengan halal.

Oleh karena itu, sebelum berbicara panjang lebar terkait pengembangan industri halal ini, maka mari luruskan niat kita, buka pikiran kita. Biasakan berfikir terbuka, karena kebenaran dan kebaikan itu bisa datang dari siapa saja, termasuk dari orang yang tidak anda suka. Tidak perlu suka merasa.

Faktanya, berbagai langkah strategis telah dicanangkan oleh BPJPH Kementerian Agama, rebranding label halal, rasionalisasi tarif sertifikasi, sosialisasi masif, program sertifikasi gratis UMKM, serta kerjasama dengan berbagai pihak juga telah dilaksanakan. Oleh karena itu, mari kita dukung bersama, dan tetap semangat untuk BPJPH. Mari benahi pikiran kita dulu.


Leave a Comment