| 0 Comments | 172 Views

Card Image

perdagangan manusia terbesar yang pernah terungkap di Indonesia

PERDAGANGAN ORANG DALAM PANDANGAN ISLAM

 

Oleh: Saifuddin

Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum

UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Beberapa bulan yang lalu publik dikejutkan oleh berita penculikan anak seorang pengusaha muda Indonesia. Berita itu begitu tersebar luas dan menyedot perhatian publik karena Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudoyono, turut berkomentar dan meminta para penculik untuk menyerahkan anak tersebut kepada keluarganya dengan baik-baik, bahkan presiden juga berkenan menerima keluarga pengusaha tersebut ke istana setelah diketemukannya anak tersebut.

Peristiwa di atas sebenarnya hanyalah sepotong kisah dari mungkin ribuan kisah yang terjadi dalam masyarakat Indonesia, hanya saja karena keluarga yang diculik bukan orang penting, bukan orang kaya, bukan orang terkenal, sehingga kasus yang menimpa mereka nyaris tidak terdengar dan tidak terhembus wartawan. Penculikan anak juga hanya merupakan salah satu bagian dari kejahatan perdagangan orang yang akhir-akhir ini seiring dengan himpitan ekonomi begitu marak.

Perdagangan orang atau lebih dikenal dengan istilah trafficking merupakan bentuk lain dari perbudakan manusia. Kegiatan ini katanya merupakan bisnis paling menguntungkan ketiga di dunia setelah senjata dan narkoba. Oleh sebab itu, baik dari sudut pandang hukum maupun agama kegiatan ini sangat dilarang dan dikecam karena sangat membahayakan kemanusiaan. Perdagangan orang meliputi perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian, atau penerimaan orang yang bertujuan menjebak, menjerumuskan, atau memanfaatkan orang tersebut dalam praktik eksploitasi dengan segala bentuknya dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.

Kebanyakan korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak-anak. Data Konsorsium Pembela Buruh Migran Indonesia (Kopbumi), sepanjang tahun 2001 menyatakan bahwa terdapat 74.616 tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri menjadi korban trafficking. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tahun 2002 memperkirakan sekitar 500.000 warga Indonesia melalui jalur resmi bekerja di luar negeri. Sementara laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia, termasuk Kopbumi, memperkirakan buruh migran yang bekerja di luar negeri mencapai 1,4 juta sampai 2,1 juta, termasuk yang tidak terdokumentasi.

Laporan Konferensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) 2001 memperkirakan ada sekitar 1,4 juta pembantu rumah tangga di Indonesia, sebanyak 23 persen adalah anak-anak. Laporan ILO tahun 1998 memperkirakan 130.000-240.000 pekerja seks di Indonesia dan 30 persen di antaranya adalah anak-anak di bawah umur 18 tahun. Majalah Tempo, 12 September 2007 menyebutkan 1.300 pekerja asal Kabupaten Indramayu tercatat sebagai korban trafficking. Mereka rata-rata wanita di bawah umur 18 tahun yang berasal dari desa-desa terpencil di Kecamatan Gabuswetan, Kroya, Bongas, Patrol dan Anjatan.

Data yang disebutkan baik dari organisasi pemerintah maupun non pemerintah di atas menegaskan bahwa perdagangan orang sudah seharusnya menjadi prioritas perhatian bersama yang wajib hukumnya dilawan dengan cara memperkuat usaha pencegahan, memberikan penyadaran dan kewaspadaan kepada masyarakat, melakukan rehabilitasi dan perlindungan korban dan menegakkan hukum bagi pelaku supaya memberi efek jera.

Islam pada dasarnya sangat menolak perbudakan manusia karena Islam mengakui persamaan dan menghormati martabat kemanusiaan apapun etnis dan warna kulitnya. Islam telah mempraktikkannya dalam sejarah yaitu dengan diangkatnya Bilal, seorang budak, menjadi muadzin Rasulullah s.a.w. yang posisinya melebihi beberapa sahabat nabi yang lain. Bahwa pada masa Islam awal perbudakan masih ada dalam praktik bukan berarti Islam memperbolehkan perbudakan tetapi lebih kepada upaya evolutif untuk pada akhirnya menghapus perbudakan baik secara normatif maupun substantif.

Islam tidak hanya melarang perbudakan, tetapi juga memberi solusi konkret. Misalnya memasukkan budak (riqab) dan orang yang dililit hutang (gharimin) sebagai berhak menerima zakat. Dengan dukungan dana yang sangat besar, upaya pemberantasan perbudakan dapat berjalan efektif, apalagi salah satu faktor terbesar perdagangan orang adalah kondisi ekonomi masyarakat yang lemah bahkan beberapa kasus menunjukkan pelaku adalah orang dekat bahkan orang tuanya sendiri.

Dari sini dapat ditarik benang merah bahwa faktor kemiskinan masyarakat dan kebodohan mereka menjadi pintu masuk yang sangat strategis bagi munculnya kejahatan perdagangan orang. Islam sudah memperingatkan umatnya bahwa kemiskinan itu sangat erat dengan kekafiran dan orang yang bodoh derajatnya sangat rendah, dan Allah akan mengangkat derajat orang yang takwa dan yang berilmu. Oleh karena itu, kemiskinan dan kebodohan yang menjadi faktor utamanya harus diperangi. Dengan kata lain, umat Islam harus menjadi umat yang kaya dan berpendidikan, karena dengan kekayaan dan ilmu pengetahuan kejahatan seperti perdagangan orang bisa dikurangi dan diantisipasi, bukan sebaliknya umat Islam menjadi umat yang menerjemahkan teologi qona'ah sebagai pemalas yang tidak mau bekerja sehingga menjadi orang miskin dan tidak mau belajar sehingga menjadi orang bodoh.

Namun demikian, kekayaan dan kepintaran harus dilandasi iman yang kuat dan amal sholeh karena kalau tidak mereka hanya akan menjadi orang kaya yang menindas dan orang pintar yang suka membodohi. Orang kaya dan pintar yang tidak dilandasi iman dan amal sholeh justru akan menjadi pelaku trafficking itu sendiri. Jadi dari sudut pandang korban perdagangan orang, umat Islam harus menjadi umat yang kaya dan berpendidikan, tetapi dari sudut pandang pelaku, umat Islam harus menjadi umat kaya terdidik yang bertakwa dan beramal sholeh. Dengan demikian, kesejahteraan, ilmu pengetahuan, iman, dan amal sholeh menjadi kunci menghapus atau minimal mengurangi kejahatan perdagangan orang/trafficking. Insya Allah.


Leave a Comment