| 0 Comments | 345 Views

Card Image

Metaverse dan Momentumnya. Artikel Thoriq Tri Prabowo dalam Opini KR edisi Kamis, 6 Januari 2022.

Belum lama ini Marvel Cinematic Universe (MCU), perusahaan waralaba dari Amerika Serikat yang banyak melahirkan film-film pahlawan super, mengangkat tema multiverse (multi-semesta) sebagai salah satu plot ceritanya. Multiverse sendiri dalam plot cerita tersebut merupakan adanya eksistensi alam semesta selain alam semesta yang manusia tinggali saat ini. Dalam multiverse tersebut, bisa saja seseorang memiliki varian alternatif yang sangat jauh berbeda dengan karakter asli seseorang dalam semesta yang nyata.

Sekitar akhir Oktober 2021, Mark Zuckerberg, pendiri sekaligus CEO Facebook pengumumkan perubahan nama perusahaannya, dari Facebook Inc menjadi Meta. Meta ini disinyalir akan menjadi salah satu perusahaan yang turut berkompetisi untuk memperebutkan ‘lahan baru’ dalam dunia internet bernama metaverse. Metaverse sendiri merupakan medium virtual di mana seseorang dapat berinteraksi, bekerja, bermain, dan melakukan aktivitas lain dengan orang lainnya secara digital menggunakan avatar melalui teknologi bantu semacam augmented reality maupun virtual reality secara real time dan permanen.

Masa Depan

Metaverse ini digadang-gadang akan menjadi masa depan internet karena memberikan pengalaman yang jauh berbeda dari penggunaan internet sebelum konsep ini ditawarkan. Hal ini tidak berlebihan pasalnya dalam metaverse tersebut, siapapun dapat menjadi apapun, dan melakukan apapun yang mungkin tidak dapat dilakukannya dalam dunia nyata. Seseorang yang dalam dunia nyata merupakan orang yang biasa saja dapat membangun reputasi barunya di metaverse menjadi orang yang luar biasa. Hal tersebut dapat digunakan untuk kepentingan ekonomi, politik, maupun lainnya.

Apabila metaverse ini ke depannya sudah memiliki banyak penghuni, maka metaverse ini tak ubahnya dengan semesta lain sebagaimana multiverse yang diceritakan dalam film-film. Tentu hanya mereka yang menjadi pemain-pemain awal yang dapat menguasai dan menuai keuntungan dalam metaverse tersebut. Tidak mengherankan apabila Facebook konon rela menggelontorkan dana 10 miliar dollar untuk membangun metaverse ini.

Melihat potensi metaverse yang menjadi lahan baru, maka respons yang cepat baik individu maupun korporasi sangatlah diperlukan. Sebagai contoh seorang seniman, ia dapat memasarkan hasil karya seninya secara digital dalam metaverse tersebut dan mendapatkan uang untuk dibelanjakan kembali untuk keperluan-keperluan virtualnya. Begitu juga korporasi harus bersiap menghadapi tatanan dunia baru tersebut. Sebagai contoh, perusahaan sebuah produk sangat mungkin untuk mendapatkan uang tanpa membuat produknya secara fisik, melainkan virtual. Perusahaan tersebut dapat menjual produk virtualnya kepada penghuni metaverse tersebut. Pun ketika mereka mengiklankan produk tersebut, bukan lagi melalui baliho besar di pinggir jalan, melainkan pada lahan-lahan di metaverse yang ramai dikunjungi orang.

Dalam beberapa tahun terakhir, setidaknya dunia sudah menghadapi dua fenomena penting yang membuat eskalasi penggunaan teknologi yang begitu masif, yaitu revolusi industri 4.0 dan COVID-19. Kasus persebaran COVID-19 memang sudah cukup terkontrol, kendati demikian mengenai kapan akan berakhirnya kasus COVID-19 ini, tidak pernah dapat diprediksikan. Pengalaman dua tahun beradaptasi dengan COVID-19 secara otomatis mengubah tatanan kehidupan manusia, yang kini lebih sering berinteraksi secara virtual.

Dunia Baru

Dengan perilaku yang baru tersebut, metaverse diprediksi akan menjadi dunia baru untuk mengakomodasi perubahan perilaku tersebut. Dalam konteks ini saya melihat metaverse menemukan momentumnya untuk eksis tidak lama lagi.

Banyak orang yang menganggap bahwa metaverse hanya akan menguntungkan para kapitalis, bukan rakyat biasa. Di sisi lain, ada yang beranggapan bahwa dengan terbuka dan sejajarnya posisi seseorang di metaverse, maka sangat mungkin bagi seseorang untuk mengungguli korporasi besar. Artinya, dalam metaverse ini produk-produk terbaik lah yang akan unggul, tanpa memedulikan siapa yang memproduksinya.

Terkait pro-kontra metaverse, perubahan di dunia ini adalah hal yang pasti. Baik metaverse atau fenomena lain, cepat atau lambat mereka akan datang menghampiri. Menempa diri untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi adalah hal terbaik yang dapat dipersiapkan untuk menghadapi masa apapun. Momen pergantian tahun ini sangat relevan digunakan sebagai momentum refleksi diri. Hanya mereka yang mau dan mampu beradaptasi lah yang akan bertahan. Sebagaimana di dunia nyata bahwa orang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baik, serta pemikiran yang genuine akan selalu akan memiliki tempat di tengah-tengah komunitas sosial, menurut hemat saya dalam metaverse pun demikian.

Artikel ditulis oleh: Thoriq Tri Prabowo, M.IP. (Dosen Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Artikel telah dimuat pada kolom Opini Kedaulatan Rakyat (KR) edisi Kamis, 6 Januari 2022.


Leave a Comment