| 0 Comments | 242 Views

Card Image

umma.id Tokoh Islam Relakan Formalitas Agama untuk Keutuhan dam Kesatuan Bangsa dan Negara

Islam sebagai ajaran kenabian, pada dasarnya hanya satu. Sejak pesan kenabian yang diterima para nabi dan rasul-Nya, mulai dari Nabi Adam sampai dengan Nabi Muhammad saw. isinya adalah sama, meminta ummat manusi untuk hanya menyembah kepada Allah SWT., Rabb  Yang menciptakan seluruh alam semesta.  Nabi Muhammad saw. sebagai utusan terakhir,  tentu membawa pesan menyempurnaan dari norma agama yang sudah siturunkan sebelumnya. Hal itu dijelaskan dalam al-Qur’an, “Pada hari ini, telah Kusempurnakan agama kalian untuk kalian, dan telah Kucukupkan Nikmat-Ku bagi kalian, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian.” (QS. Al-Maidah: 3) 

Kesempurnaan ajaran yang dibawa Rasulullah saw. inilah yang menjadikan Islam sebagai agama yang  bisa diterima di setiap zaman dan tempat. Saat ini, Islam menjadi salah satu agama yang tersebar ke seluruh dunia, melampaui tempat dimana Islam diturunkan,  yaitu wilayah Makkah dan Madinah, dan cenderung terus mengalami penerimaan yang semakin luas dari penduduk dunia.  Wilayah Eropa yang penduduknya mayoritas nasrani, kini mulai banyak yang menganut agama Islam. Bukan hanya karena gelombang migrasi dari negara-negara yanga sedang konflik yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi juga banyak penduduk asli yang melakukan conversi agama dari non-muslim menjadi Muslim.  Data tahun 2021 diketahui penduduk Eropa yang memeluk Islam sudah mencapai 25.8 juta orang (cnnindonesia.com:2022).  Masjid terus bermunculan. Bahkan ada sejumlah masjid yang asalnya merupakan gereja, seperti masjid Brent, Masjid Jamme Brick Lane, Masjid New Peckham, ketiganya berada di London Inggris, dan di Amerika pun adal masjid yang awalnya juga gereja, yaitu  Masjid Isa Ibnu Maryam di New York. Keadaan seperti ini tentu sangat membanggakan karena ummat Islam kian hari kian diminati penduduk dunia.

Keadaan demikian, nampak berbanding terbalik dengan keadaan di negeri kita. Walau saat ini Islam masih menjadi mayoritas, tapi jumlahnya terus mengalami penurunan. Pada saat awal negara ini berdiri, jumlah penduduk yang beragama Islam mencapai 95%. Sementara saat ini, tinggal 86,9%, (dataindonesia.id. 2022) dan kecenderungannya akan terus menurun. Mengapa hal demikian terjadi? Tentu jawabannya sangat panjang dan  komplek. Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah ummat Islam di Indonesia, bisa karena politik, ekonomi, budaya, juga bisa karena faktor pengetahun masyarakat muslim tentang Islam itu sendiri.

Memang aroma keberagamaan di negeri kita lebih dominan aroma politiknya, tinimbang aroma nilai dan pengamalan pesan agama itu sendiri.  Bukan saja politik dalam hubungannya antara agama dan negara, tetapi juga dalam “politik beragama”. Agama dan kekuasaan politik nampaknya sulit dipisahkan. Agama sering menjadi komoditas kekuasaan, seperti yang kerap kita saksikan dalam pemilu dan dinamika politik sesudahnya. Dendam politik itu begitu kuat, dan tidak memperdulikan persoalan nilai agama. Karena dendam itu, saudara seimanpun dan seagama pun selalu dipandang sebagai musuh.   Sampai hari ini, walaupun pemilu maupun pilkada sudah selesai, bahkan sudah dihadapakan pada pemilihan peeriode berikutnya, saling sindir, nyinyiran dan  buliyan terhadap mantan lawan politik masih sangat kentara.

Begitu pula dengan aroma “politik beragama” di negeri ini terasa sangat kuat. Agama tidak dipahami sebagai entitas ajaran yang datangnya dari Allah dan Rasulullah saw. sehingga kita terus mempelajari dan memahaminya baik secara individual meaupun secara kolektif sebagai bukti ketundukan dan kepatuhan. Namun yang terjadi adalah beragama untuk mengukuhkan komunitas beragama. Karena motifnya untuk mengukuhkan komunitas, kelompok, organisasi, atau madzhab, maka apabila ada kritik, apalagi langkah yang  dianggap melemahkan, mendiskreditkan, mengesampingkan  komunitas, kelompok, organisasi, atau madzhab yang telah menjadi piliihan, akan segera menucul reaksi, memberikan respon pembelaan dan sekaligus hujatan pada pandangan yang dinaggap berlawanan, walaupun harus menempuh jalan yang tidak sesuai  dengan nilai dan norma agama yang valid.

Problem tersebut  implikasinya terhadap persoalan persatuan dan keutuhan ummat. Ukhuwwah Islamiyah nampak sangat rapuh. Ummat Islam begitu mudah terpropokasi. Jama’ah dan takmir masjid yang satu tidak bisa akur dengan takmir dan jamaah masjid yang lain karena perbedaan latar belakang aliran dan organisasi. Satu sama lain bukan berlomba-lomba dalam kebaikan, tetapi berlomba-lomba dalam saling menghakimi, dan saling tuding, saling melemahkan dan saling mendeskrediktan. Memberi label-label yang tidak bersahabat karena didorong oleh rasa curiga dan kebencian satu sama lain.

Kendati masih ada orang yang mengambil peran mengedepankan kepentingan ummat dari pada kepentingan kekuasaan dan politik keagamaan jangka pendek, namun eksistensinya kerap terkesampingkan. Mereka akan berhadapan dengan persoalan politisasi agama dan politik beragama. Pada akhirnya ummat Islam akan rapuh, dan pada kondisi seperti itu dengan mudah dimanfaatkan oleh orang lain yang justru semakin menambah terpuruknya ummat Islam. Jika ini terus terjadi maka, pelan tapi pasti ummat Islam akan terus mengalami ketertinggalan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sehingga akhirnya Islam bukan lagi pemeran utama dalam mengelola negeri ini, karena ajaran utamanya telah banyak yang ditinggalkan. ***  


Leave a Comment