| 0 Comments | 87 Views
Ekonomi Islam, dalam Keluwesan Paradigma
Penulis: Dr. Abdul Qoyum, M.Sc.Fin (Ketua Prodi Ekonomi Syariah FEBI UIN Sunan Kalijaga, dan Mahasiswa Program Doktor PIIH Universitas Gadjah Mada)
Ekonomi Islam, itu apa? saya bisa pastikan banyak civitas akademika yang tidak tahu pasti apa itu definisi ekonomi Islam. Definisi ekonomi Islam memang susah didefinisikan. Itu butuh waktu dan pikiran mendalam untuk mendapatkan gambaran utuh dan tepat tentang apa sesungguhnya ekonomi Islam itu.
Namun demikian, definisi tetap harus kita cari, sesulit apapun itu. Definisi menjadi hal pokok untuk menderivasi turunan-turunan aspek lain di ekonomi Islam baik itu sebagai sebuah disiplin, body of knowledge, atau ekonomi Islam sebagai institusi terapan dan sebuah sistem. Bingung? tidak perlu bingung, karena anda tidak sendiri, ada banyak teman. Definisi ekonomi Islam akan membuat perumusan objek kajian, pendekatan, dan juga scope ekonomi Islam menjadi terang.
Nah, banyak mahasiswa bingung, tentang riset ekonomi Islam, sesungguhnya adalah karena disebabkan oleh ketidakjelasan rumusan definisi ekonomi Islam. Sebenarnya, ekonomi yang seperti apa sih yang bisa dikatakan sebagai Islami?. Ini pertanyaan mendasar yang harus kita jawab.
Dalam jurnal yan ditulis oleh Senior saya, Dr. Hafas Furqoni, tahun 2018, alumni dari Internasional Islamic University Malaysia ini menjabarkan berbagai macam definisi ekonomi Islam. Namun demikian dari berbagai macam definisi tersebut masih menyisakan banyak ruang diskusi, karena keragaman yang cukup besar diantara definisi satu dengan yang lainnya. But, Its okay. Kita akan membahas definisi ekonomi Islam secara detail pada diskusi yang akan datang ya.
Sekarang kita bicara paradigma saja. Ekonomi Islam sebagai sebuah disiplin sesungguhnya bisa dikaji dengan berbagai paradigma. Ini menurut saya, bisa dengan paradigma Positivism, Post Positivism, Critical Realism, atau Bahkan Constructivism. Ekonomi Islam bagaimanapun adalah ilmu sosial yang sangat dekat dengan ilmu ekonomi di satu sisi, tetapi juga tidak bisa lepas dari ilmu keislaman yang notabene bersifat normatif. Tentu bukan perkara mudah meramu Ilmu ekonomi dengan Ayat al-Quran yang bersifat normatif dan dogmatis. Kita tidak bisa tiba-tiba menjadikan Al-Quran sebagai sebuah hipotesis yang kebenarannya harus diuji secara empiris. Ada banyak risiko, misalnya karena kesalahan data dan pemahaman peneliti, kemudian hipotesis tidak bisa dibuktikan, Lalu apakah Al-Quran akan dipersoalkan? Tentu tidak bisa. Ini juga mirip dengan pandangan guru saya Dr. Ahmad Akbar Susamto, Ph.D dari Universitas Gadjah Mada.
Fenomena Ayatisasi yang banyak terjadi di kajian ekonomi Islam suka atau tidak suka sesungguhnya disebabkan oleh kebingunan ini. Penting dicatat, bahwa, kajian ekonomi Islam itu bisa didekati dengan berbagai jenis paradigma. Sebagai seorang peneliti ekonomi Islam, anda bisa saja menggunakan paradigma pure positivistik yang sangat kuat dengan adigiumnya, bahwa sesuatu dikatakan ilmiah jika terukur dan empiris. Ekonomi Islam bisa anda kaji dalam kerangka ini. Sangat kuantitatif, dengan menggunakan matematik, statistika, dan ekonometrika. Namun tidak jarang, anda akan menjumpai pertanyaan, lalu ekonomi Islamnya di mana? Ya, Islam kan tidak harus bicara sesuatu yang ada kata Islamnya.
Saya berikan sebuah contoh, anda mengkaji "Perilaku Merokok dan Kesejahteraan Keluarga?". Apakah ini ada hubungan dengan ekonomi Islam? Jawaban saya, ya jelas ada. Karena, dengan meneliti tentang perilaku merokok, berarti anda akan menjelaskan, menggambarkan, dan menyimpulan bahwa bagaimana perilaku merokok dan bagaimana pula dampaknya terhadap keluarga. Dengan gambaran itulah maka ekonomi Islam bisa meneliti dalam format lain, dan atau scope kajian yang lain. Poin saya, anda bisa pure positivis di ekonomi Islam.
Tetapi, dalam ekonomi Islam anda juga bisa menggunakan paradigma post positivistik atau bahkan konstruktivis. Anda bisa meneliti dan mengkaji ekonomi Islam yang berupa postulasi objek ekonomi Islam dengan pendekatan kualitatif dan bersumber dari Quran dan Sunnah. Di wilayah ini anda bisa saja mengeluarkan semua dalil yang ada di Ajaran Islam. Di wilayah ini pula, para ahli syariah bisa mengklaim sebagai ahli ekonomi Islam.
Tapi yang menjadi masalah dan ini kembali saya ingatkan, banyak dari Civitas Akademika yang mendalami ekonomi Islam, begitu asik dengan paradigma yang mereka pegang, dan akhirnya cenderung menganggap paradigma lain tidak qualified. Ini tidak boleh terjadi lagi. ekonomi Islam sebagai sebuah kajian bisa anda kaji dengan berbagai paradigma, metodologi dan metode. Yang terpenting adalah, paradigma, metodologi dan metode yang anda pakai adalah cocok dan sesuai dengan tujuan penelitian anda.
Gambir, Jakarta, 27 Maret 2022.
Leave a Comment