| 0 Comments | 35 Views

Card Image

Mazhab Itsbātu Basmalah (Bait 100)  

١٠٠ - بسمل بين السّورتين بسنّة ... رجال نموها درية وتحمّل

Membaca Basmalah diantara dua surah sesuai dengan sunnah, para ulama qiraat meriwayatkan secara dirāyah dan riwāyah

Penjelasan Bahasa dan Kode Qāriʾ

  • unticked

    نموها : [yang] mereka sampaikan, yakni mereka transmisikan dan sandarkan ke otoritas sebelum mereka, yaitu bahwa sunnah tersebut mereka transmisikan bukan hanya sebagai penyampai yang otoritatif tapi juga dengan penuh pemahaman terhadap maknanya.

  • unticked

    الدرية : pemahaman dan ilmu yang mendalam

  • unticked

    التحمل : menyampaikan dari orang lain

  • unticked

    بسنّة : huruf bāʾ adalah kode untuk Rawi Qālūn

  • unticked

    رجال : huruf rāʾ adalah kode untuk Imam al-Kisāʾī

  • unticked

    نموها : huruf nūn adalah kode untuk Imam ʿĀshim    

  • unticked

    درية     : huruf dāl adalah kode untuk Imam Ibn Katsīr  


Penjelasan Bait 100

Makna bait ini adalah bahwa para qāriʾ yang dirujuk dengan huruf bāʾ, rāʾ, nūn, dan dāl—yaitu Qālūn, al-Kisāʾī, ʿĀshim, dan Ibn Katsīr—membaca basmalah di antara setiap dua surah, karena mereka berpegang pada sunnah yang mereka riwayatkan dari Nabi ﷺ. Mereka memiliki ilmu, pemahaman, dan otoritatif sebagai periwayat, sehingga pada diri mereka tergabung kualitas pemahaman atas isi sunnah itu (dirāyah) dan kecapakan meriwayatkannya (riwāyah). 

Sunnah yang dimaksud adalah apa yang terdapat dalam hadis-hadis shahih, bahwa Rasulullah ﷺ tidak mengetahui berakhirnya suatu surah hingga turun kepadanya “Bismillāhirrahmānirrahīm”. Selain itu terdapat pula sunnah para sahabat Nabi ketika mereka menuliskan al-Qurʾān ke dalam mushaf-mushaf Utsmani, dimana di awal setiap surah (kecuali at-Taubah), mereka menuliskan basmalah. 

Mazhab Washal dan Saktah (Bait 101 - 102)

١٠١ - ووصلك بين السّورتين فصاحة ... وصل واسكتن كلّ جلاياه حصّلا

Dan engkau mewashalkan diantara dua surah ada hikmahnya -- dan washalkanlah atau bacalah dengan saktah masing-masing sangatlah jelas dengan dua cara membacanya


Penjelasan Kosa kata dan Kode Qāriʾ

  • unticked

    فصاحة : Imam Hamzah

  • unticked

     كلّ     : Imam Ibn ʿĀmir 

  • unticked

     جلاياه : Rawi Warsy 

  • unticked

     حصّلا : Imam Abū ʿAmr   

  • unticked

    الجلايا : perkara-perkara yang jelas

Penjelasan Bait 101

Adapun kalimat “wa washluka bayna sūratin fashāhatun berarti imam qirāʾāt yang dirujuk dengan huruf fāʾ, yaitu Hamzah, membaca dengan washal, yakni menghubungkan akhir surah dengan awal surah berikutnya tanpa menyebutkan basmalah di antara keduanya. 

Kata fashāhatun bermakna bahwa salah satu hikmah bacaan washal adalah memperjelas iʿrab di akhir sebuah surah, seperti kata al-ʿazhīimi pada akhir akhir surah at-Taubah. Dapat juga untuk memperjelas bacaan hamzah al-washl, seperti akhir Surah al- ʿĀdiyat dengan awal Surah al-Qāriʿah, serta hamzah al-qatʿ seperti akhir Surah al-Qāriʿah dengan awal Surah at-Takātsur.

Huruf waw pada kata “waskutan” tidak bermakna ‘’dan’’, melainkan bermakna ‘’atau’’. Artinya dalam mazhab mereka yang disebutkan dengan kode kaf, jim, dan ḥāʾ, yakni Imam Ibn ʿĀmir, Rawi Warsy, dan Imam Abū ʿAmr, terdapat pilihan antara membaca dengan washal ataupun saktah. Maksud saktah adalah berhenti secara halus tanpa menarik nafas selama setara dua harakat. Makna kalimat “kullun jalāyahu hashshalā”, adalah bahwa bahwa pendapat yang dipegang oleh ketiga qari’ tersebut—Ibn ‘Amir, Warsy, dan Abu ‘Amr—telah menjadi jelas dan pasti.

Perlu diketahui bahwa tidak boleh meninggalkan pembacaan basmalah oleh semua qari’ antara akhir Surah An-Nās dan awal Surah al-Fātihah. Sebab, meskipun Surah al-Fātihah secara lafadz disambung dengan surah sebelumnya, namun secara hukum ia tetap perlu dimulai dengan basmalah, karena tidak ada sesuatu yang mendahuluinya. 

Penjelasan Bait 102.

١٠٢ - ولا نصّ كلّا حبّ وجه ذكرته ... وفيها خلاف جيده واضح الطّلا

Tidak ada dalil yang pasti untuk salah satu dari kedua pendapat tersebut, dan dalam  hal ini terdapat perbedaan yang jelas bagi ketiga qāriʾ tersebut.

Bait ini menyatakan bawha tdak ada dalil (nash) yang secara tegas disampaikan dari Ibnu ʿĀmir, Warsy, dan Abū Amr mengenai bacaan washal atau saktah. Pilihan antara kedua cara tersebut merupakan pilihan para ulama qirāʾat. Inilah yang dimaksud dengan ungkapan “hubba wajhun dzakartuhu”. 


Kallā” adalah huruf yang menunjukkan celaan dan teguran. “Jīduhū wādhihu-thulā” secara literal berarti ‘lehernya yang julang tampak jelas’. Frasa ini adalah ungkapan bagi sesuatu yang sangat jelas. Maksudnya adalah terdapat perbedaan pendapat yang terkenal di kalangan para ulama qirāʾat mengenai bacaan basmalah bagi ketiga qāriʾ tersebut.


Kesimpulannya: Perbedaan pendapat mengenai bacaan basmalah bagi ketiga qari’ tersebut memang ada. Jika dikatakan bahwa mereka membaca basmalah, maka hal itu jelas. Namun, jika dikatakan bahwa mereka tidak membaca basmalah, apakah mereka membaca dengan washal seperti Hamzah atau saktah, tidak ada dalil yang secara tegas disampaikan mengenai hal itu. Oleh karena itu, para syaikh menyebutkan kedua cara tersebut sebagai pilihan. 


Ketentuan ini berlaku secara umum antara setiap dua surah, baik surah kedua langsung mengikuti surah pertama, seperti antara akhir Surah Al-Baqarah dan awal Surah Alī Imran, maupun tidak, seperti antara akhir Surah Yunus dan awal Surah An-Nahl, dengan syarat surah kedua berada setelah surah pertama dalam urutan Al-Qur’an. 


Namun, jika surah yang dibaca mendahului surah sebelumnya dalam urutan, seperti akhir Surah Al-Anbiya dan awal Surah Hud, maka wajib membaca basmalah bagi semua qari’, dan tidak boleh membaca washal atau saktah. Demikian pula ketika membaca sebuah surah berulang-ulang, seperti mengulangi Surah Al-Ikhlas, maka basmalah wajib dibaca setiap awal surah. Basmalah juga wajib dibaca oleh semua qari’ jika menyambung akhir Surah An-Nas dengan awal Surah Al-Fatihah.


Ketentuan Saktah dan Basmalah di Surah “Arbaʿ az-Zuhr” (103-104)

١٠٣ - وسكتهم المختار دون تنفّس ... وبعضهم في الأربع الزّهر بسملا

١٠٤ - لهم دون نصّ وهو فيهنّ ساكت ... لحمزة فافهّمه وليس مخذّلا 

Dan cara membaca para imam qirāʾāt dengan saktah tanpa bernafas adalah pendapat yang terpilih(yaitu imam Warsy, imam Ibnu ‘Amir, imam Abu ‘Amr), dan sebagian dari para ulama qirāʾāt pada empat surah (yaitu antara akhir surah Al-Muddatsir dan awal surah Al-Qiyāmah, akhir surah Al-Infithar dan awal surah Al-Mutoffifin, akhir surah Al-Fajr dan awal surah Al-Balad, akhir surah Al-Ashr dan awalsurah Al-Humazah) maka tetap dibaca bismillah -- bagi mereka (yaitu imam Warsy, imam Ibnu ʿĀmir, imam Abū ʿAmr) tanpa nash (tanpa ada keraguan, tetap dibaca lafaz basmalah), akan tetapi dibaca dengan saktah pada qiraat imam Hamzah,maka pahamilah (cara baca tersebut) dan itu bukanlah pendapat yang lemah


Bacaan saktah bagi ketiga qāriʾ tersebut lebih diutamakan dari washal. Karena membaca dengan saktah membuat akhir dari suatu surah menjadi lebih jelas. Maka, saktah dilakukan dengan berhenti sejenak (kadar dua harakat) di akhir surah tanpa menarik nafas kemudian melanjutkan bacaan. 


Disebutkan pula bahwa sebagian ahli ʾadāʾ memilih untuk membaca basmalah antara surah-surah yang disebut sebagai ‘’arbaʿ az-zuhr”. Surah yang dimaksud adalah antara al-Muddatstsir dan Al-Qiyamah, antara Al-Infithar dan Al-Muthaffifin, antara Al-Fajr dan Al-Balad, serta antara Al-Asr dan Al-Humazah, bagi qirāʾāt yang biasanya membaca saktah, yakni Warsy, Abū ʿAmr, dan Ibnu ʿĀmir. Sementara itu, bagi qirāʾāt yang biasanya membaca washal pada surah-surah lainnya, (Hamzah dan satu wajh dari ketiga imam tersebut), mereka menganjurkan untuk saktah pada keempat surah tersebut. Cara ini tidak didasari oleh sebuah nash melainkan ikhtiyār sebagian ulama qirāʾāt.


Ketentuan Lebih Jauh Tentang Basmalah dan Saktah (105-106)


١٠٥ - ومهما تصلها أو بدأت براءة ... لتنزيلها بالسّيف لست مبسملا

Dan apabila engkau mewashalkannya atau memulai bacaan dari surah Al-Barāʾah maka janganlah engkau memulai dengan lafaz bismillah karena surah tersebut turun dengan pedang


Kata ganti (dhamir) dalam “tashiluhā” merujuk pada Surah At-Taubah. Maknanya, jika menyambung Surah At-Taubah dengan surah sebelumnya, yaitu Surah Al-Anfal, atau memulai bacaan dengan Surah At-Taubah, maka semua qāriʾ tidak membaca basmalah. Salah satu alasannya adalah karena surah tersebut diturunkan bersama petunjuk tentang peperangan. 


١٠٦ - ولا بدّ منها في ابتدائك سورة ... سواها وفي الأجزاء خيّر من تلا

Dan seharusnya membaca lafaz bismillah apabila engkau memulai bacaan dari awal surah selain surah Al-Barāʾah dan pada bagian-bagiannya (yaitu pada pertengahan surah-surah Al-Qur’an) bagi  imam qirāʾāt yang memilih membaca bismillah


Bait ini menjelaskan mazhab para qāriʾ dalam memulai suatu surah. Disebutkan, "Jika engkau memulai bacaanmu pada awal suatu surah, maka wajib bagimu membaca basmalah, menurut semua qāri'." Hukum ini berlaku sama, baik bagi yang mazhabnya membaca basmalah di antara dua surah, yang mazhabnya washal, maupun yang dalam mazhabnya ada pilihan antara washal, saktah, atau membaca basmalah. Para qāriʾ sepakat untuk memulai dengan basmalah ketika memulai bacaan pada awal surah mana pun. Hukum ini bersifat umum dengan pengecualian pada surah at-Taubah. Semua qāriʾ sepakat untuk tidak membaca basmalah jika mengawali membaca surah ini. 


Potongan syair “wa fi al-ʾajzāʾi khayyara/khuyyira man tala” menunjukan bahwa jika membaca al-Qurʾān dimulai dari bagian-bagian surah (bukan di permulaan), maka terdapat pilihan antara membaca basmalah atau tidak.  Ketentuan ini berlaku untuk semua qirāʾāt tanpa terkecuali. Dalam pandangan ini, tidak ada perbedaan hukum antara bagian-bagian dari Surah at-Taubah dengan bagian-bagian surah lainnya.

Namun, sebagian ulama memberikan pengecualian untuk Surah at-Taubah. Mereka melarang membaca basmalah pada bagian mana pun dari surah tersebut, dan menyamakan hukum bagian-bagian di dalamnya dengan awalnya, dimana tidak disyariatkan untuk membaca basmalah.

Yang dimaksud dengan "bagian-bagian surah" (ajzā' as-suwar) adalah bagian mana pun setelah awal surah, meskipun hanya satu ayat atau bahkan satu kata. Dengan demikian, yang termasuk dalam pengertian ini adalah: awal-awal juz yang telah disepakati para ulama, awal hizb, awal 'asyr (sepuluh ayat), serta awal setiap ayat yang dibaca selain ayat pertama dalam suatu surah.


Leave a Comment