| 0 Comments | 456 Views

Gimana sih teori itu?

Beberapa waktu belakangan saya sering mendapatkan pertanyaan seputar kerangka teori. Menunggu subuh setelah melihat kemenangan dramatis Barcelona dan kekalahan Chelsea, saya ingin menuliskan apa yang saya pahami tentang hal ini. Considering that I am not a professional researcher, maka apa yang akan Anda baca bisa jadi salah namun semoga saja benar.

Konon katanya, kerangka teori adalah sesuatu yang menjadikan ilmu itu berkembang. Karena, jika Anda menulis sebuah karya tulis ilmiah tanpa kerangka teori, maka yang terjadi hanyalah pengulangan atau peringkasan. Artinya, karya tulis ilmiah tersebut tidak memberikan sesuatu yang baru.

Padahal, kehidupan manusia selalu berkembang, dan setiap saat kita selalu menemukan fenomena yang baru. Untuk itulah diperlukan pula ilmu yang baru untuk menjelaskan/menjawab fenomena tersebut. Nah, di sanalah kerangka teori menemukan fungsinya.

Kerangka teori berkaitan dengan desain penelitian. Saya senang menganalogikan proses penelitian dengan memasak. Ada dua hal yang harus diperhatikan, mau masak apa pada satu sisi dan bagaimana memasaknya pada sisi lain. Yang pertama adalah materi yang akan dimasak, seperti ayam, ikan, daging, bayam, telur, dan sebagainya. Sementara yang kedua adalah cara memasaknya, seperti dengan cara digoreng, direbus, ditumis, digulai, dan sebagainya. Misalnya, mau masak ayam, dimasak dengan cara menggoreng; mau masa ikan dengan direndang; mau masak mie dengan direbus; dan sebagainya. Dalam ranah penelitian, yang pertama disebut objek material. Ia berkenaan dengan apa materi yang akan kita teliti. Sementara yang kedua disebut dengan objek formal, yaitu bagaimana cara mengolah objek material.

Kerangka teoretik bisa berkaitan dengan objek material maupun objek formal. Berkaitan dengan yang pertama, maka kerangka teori berisi tentang kajian yang telah ada seputar materi yang akan kitab bahas. Selanjutnya, kerangka teori tersebut akan dijadikan landasan untuk melihat bagaimana wujud dari objek material yang akan dikaji. Umpamanya disertasinya Prof. Suryadi, Guru Besar Hadis di UIN Sunan Kalijaga yang membahas metodologi pemahaman hadis Yusuf al-Qaradhawi dan Muhammad al-Ghazali. Sebagai kerangka teorinya, ia mengemukakan teori kritik hadis dalam sejarah studi hadis, dari tokoh abad pertengahan hingga kontemporer. Selanjutnya, Ia melihat wujud dari kritik hadis kedua tokoh, Yusuf al-Qaradhawi dan Muhammad al-Ghazali berlandaskan kepada teori tersebut. Dari sana, akan terlihat rasionalitas, ciri khas, kebaruan, kelebihan, atau kekurangan dari objek material yang Ia kaji.

Berkaitan dengan objek formal, maka satu hal lainnya perlu dikemukakan di sini, yaitu metode. Baik kerangka teori maupun metode dalam penelitian saya pahami sebagai ‘cara’, cara memahami/menjelaskan materi yang dikaji. Hanya saja, metode lebih bersifat praktis sementara kerangka teori bersifat paradigmatis. Dalam analogi memasak, metode adalah ‘cara’ dalam arti memotong, mencincang, mengiris, membuat adonan, dan semacamnya. Sementara teori berkenaan dengan menggoreng, menumis, menggulai, merendang, dan semacamnya.

Maka, dalam konteks penulisan sebuah karya tulis ilmiah, baik itu skripsi ataupun tesis (belum berani menyebut disertasi, semoga nanti suatu saat), metode adalah tentang cara mengumpulkan data, apakah dokumentasi, interview, observasi, dan semacamnya; atau cara mengolah data, dengan deskripsi, interpretasi dan semacamnya. Adapun teori adalah cara yang berada pada tataran ‘ide’.

Sebagai contoh, kita bisa lihat disertasinya Dr. Abdul Mustaqim yang membahas epistemologi tafsir MUhammad Shahrur dan Fazlurrahman. Dalam disertasi tersebut, Ia menggunakan teori sejarah ide dalam tafsir, sebagaimana yang disampaikan oleh Ignaz Goldziher. Setelah mengungkap asumsi dasar, prinsip, rambu-rambu, serta hal penting dalam tataran sejarah ide, maka Ia menganalisis bagaimana epistemologi tafsir Shahrur dan Rahman melalui teori tersebut.

Contoh lainnya, kita ingin meneliti terminologi asma’ al-Quran. Objek materialnya adalah asma’ al-quran. Mau dibahas dalam bentuk apa materi ini? Jika akan dibahas dalam kerangka tafsir mawdhu’i, maka gunakanlah teori mawdu’i, lalu perlakukanlah kata-kata asma’ al-Quran dalam pola tafsir mawdhu’i. Jika akan dibahas dalam kerangka semantik, maka gunakanlah teori semantik, dan perlakukan materi kajian dalam pola semantik. Jika akan dibahas dalam kerangka historis, maka gunakanlah teori sejarah, dan perlakukan ia dalam bentuk sejarah.

Satu contoh lagi, kita akan membahas hadis jilbab. Mau dibawa kemana kajiannya? Jika penelitiannya kritik sanad, maka kemukakan teori kritik sanad, lalu perlakukan hadis tersebut dengan pola kritis sanad. Jika menggunakan kritik matan, maka kemukakan bagaimana asumsi dasar, rambu-rambu, serta prosesi kritik matan, lalu perlakukanlah materi dalam bentuk kritik matan. Jika dibahas dalam kerangka living hadis, maka kemukakanlah teori sosiologi, antropologi, psikologi, dan sebagainya, lalu perlakukan hadis terkait sesuai dengan ide-ide yang mendasari teori tersebut.

Semua hal di atas sepadan dengan ‘memasak ayam’, dan mau dimasak dalam bentuk apa? Jika ingin digoreng, maka perhatikan ide-ide, cara, rambu, dan prinsip-prinsip dalam menggoreng, lalu perlakukanlah ayam dalam pola menggoreng. Begitu pula dengan menumis, merendang, menggulai, dan seterusnya. That's simple, I think. Tapi, gimanapun juga, bagian ini mudah diungkapkan, sulit dijalankan. Semoga bermanfaat, any way.[]


Leave a Comment