| 0 Comments | 32 Views
Istilah “Islam normatif” muncul dalam ranah studi Islam di era modern
sebagai sebuah konsep. Para akademisi dari kalangan orientalis Barat dan
sarjana Muslim kontemporer menyadari bahwa mengkaji Islam sebagai sekadar
kumpulan doktrin teologis atau aturan peribadatan formal tidak lagi memadai. Lebih
daripada itu, Islam perlu dilihat sebagai realitas yang kompleks dan
multidimensional yang termanifestasikan dalam berbagai aspek, seperti doktrin
keagamaan, sosial, hukum, politik, budaya, ekonomi, pendidikan, dan bahkan
spiritualitas. Tokoh seperti Wilfred Cantwell Smith
Tidak bisa dipastikan siapa yang pertama kali menggunakan konsep
Islam normatif ini secara spesifik. Namun demikian, Fazlur Rahman seringkali
dijadikan referensi ketika sarjana modern menggunakan konsep ini. Dalam
karyanya Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition,
Rahman menekankan perlunya membedakan antara Islam normatif (normative Islam)
dan Islam historis (historical Islam). Ia menggunakan konsep Islam
normatif (normative Islam) untuk menyebut ajaran inti Islam sebagaimana
termaktub dalam Alquran dan Hadits. Aspek normatif ini perlu dibedakan dengan
aspek historis yang berupa interpretasi dan praktik historis umat Islam. Rahman
mengakui bahwa beberapa sarjana Barat telah memberikan kontribusi penting dalam
studi Islam dengan memberikan wawasan baru berkenaan dengan perkembangan Islam
historis, meskipun mereka terhalang untuk berkontribusi secara akademik pada Islam
normatif
Senada dengan distingsi konseptual yang dirumuskan Rahman tersebut, di Indonesia, konsep Islam normatif menjadi lebih populer melalui karya Amin Abdullah, Studi Agama: Normativitas atau Historisitas? Pada bagian pengantar karya tersebut, Abdullah menulis:
Dalam
wacana studi agama kontemporer, fenomena keberagamaan manusia dapat dilihat
dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak lagi hanya dapat dilihat dari sudut
dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu –meskipun
fenomena ini sampai kapan pun adalah ciri khas daripada agama-agama yang ada–
tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut dan terkait erat dengan historisitas
pemahaman dan interpretasi orang-perorang atau kelompok-perkelompok terhadap
norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan
praktik-praktik ajaran agama yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya, normativitas ajaran wahyu dibangun, diramu, dibakukan dan
ditelaah lewat pendekatan doktrinal-teologis, sedangkan historisitas
keberagamaan manusia ditelaah lewat berbagai sudut pendekatan keilmuan
sosial-keagamaan yang bersifat multi dan interdisipliner, baik lewat
pendekatan historis, filosofis, psikologis, sosiologis, kultural, maupun
antropologis
Pandangan dari Fazlur Rahman dan Amin Abdullah di atas
menunjukkan bahwa konsep Islam normatif berkenaan dengan empat hal. Pertama,
Islam normatif merujuk pada versi Islam yang ideal atau resmi, yakni ajaran
Islam sebagaimana termaktub di dalam Alquran dan Hadits sebagai sumber yang
paling otoritatif, serta pemikiran para ulama, baik berupa pandangan maupun
keilmuan, yang bersumber langsung pada sumber Alquran dan Hadits. Kedua,
Islam normatif merupakan ajaran inti Islam yang terdiri dari doktrin tentang
keyakinan (‘aqīdah), prinsip-prinsip ibadah (shalat, puasa, zakat,
haji), hukum-hukum syariat, serta nilai-nilai etika yang berlaku universal.
Aspek-aspek ini dikenal sebagai ‘aqīdah, syarī‘ah, dan mu‘āmalah.
Ketiga, Islam normatif menjadi standar acuan serta standar
normatif dan ideal yang bersifat preskriptif dan mengajarkan bagaimana seharusnya
ajaran-ajaran Islam dipahami dan diamalkan oleh umat Muslim. Keempat,
dalam studi Islam, konsep Islam normatif dibedakan dengan Islam historis (atau
bisa juga: Islam empiris), yakni Islam sebagaimana dipahami dan dipraktikkan
dalam realitas sehari-hari umat Muslim di berbagai belahan dunia. Islam
historis atau Islam empiris terkait erat dengan keragaman latar belakang budaya
umat Muslim, penafsiran lokal, praktik-praktik tradisional, hingga
penyimpangan-penyimpangan yang mungkin saja terjadi.
Nasr Hamid Abu Zaid mengajukan klasifikasi yang sedikit berbeda.
Menurutnya, realitas keislaman dapat dikelompokkan ke dalam tiga wilayah. Pertama,
wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Alquran dan
Sunnah Nabi Muhammad yang otentik. Kedua, wilayah pemikiran Islam,
yang merupakan beragam pandangan dan keilmuan yang muncul dari penafsiran
terhadap teks asli Islam (Alquran dan Sunnah). Ketiga, wilayah praktik
keislaman yang dilakukan oleh umat Muslim
Wilfred Cantwell Smith, seorang sarjana Kanada yang sangat
berpengaruh dalam studi perbandingan agama juga memperkenalkan distingsi
konseptual antara iman (faith; yaitu keyakinan dan pengalaman individu
Muslim) dan tradisi yang terakumulasi (cumulative tradition; yaitu Islam
sebagaimana dipraktikkan dalam sejarah dan masyarakat Muslim). Sama halnya
dengan Abu Zaid, meskipun tidak secara persis menggunakan istilah normative
Islam dan historical Islam, distingsi konseptual Smith menggambarkan
dimensi ideal-normatif dan historis-empiris yang sama dan mempengaruhi cara
pandang para sarjana setelahnya dalam mempelajari agama-agama, termasuk Islam.
Melalui distingsi konseptual tersebut, Smith menekankan bahwa agama bukanlah
entitas yang statis, melainkan realitas yang hidup dan dihayati secara dinamis
Marshall Goodwin Simms Hodgson, seorang sejarawan Amerika yang
menulis karya monumental The Venture of Islam juga membuat pembedaan
konseptual antara Islam dan Islamicate
Clifford Geertz, seorang antropolog Amerika yang menghasilkan
banyak karya tentang Indonesia, juga secara implisit membedakan antara dimensi
normatif dan historis Islam. Karyanya yang berjudul Islam Observed:
Religious Development in Morocco and Indonesia menyuguhkan deskripsi
historis yang membandingkan bagaimana Islam dipahami dan dipraktikkan secara
sangat berbeda di Maroko dan Indonesia, meskipun ajaran Islam yang dipraktikkan
di dua negara tersebut bersumber dari teks asli Islam yang sama. Geertz, yang
membedakan antara esensi atau ideal Islam (yang seringkali diasosiasikan dengan
teks dan doktrin resmi) dengan manifestasi empiris yang beragam) telah berhasil
mendeskripsikan dengan sangat baik bagaimana dimensi historis Islam di Maroko
dan Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya lokal, sejarah, dan struktur
sosial masing-masing
Dalam konteks studi Islam kontemporer, pemahaman terhadap konsep Islam
normatif dan pembedaannya dengan Islam historis ini sangat diperlukan untuk menghasilkan
analisa yang lebih cermat dan mendalam. Setidaknya ada tiga hal yang menunjukkan
pentingnya konsep ini. Pertama, konsep ini dapat membantu pemahaman
akademis dalam studi Islam dan studi agama secara umum untuk membedakan antara ajaran yang bersifat fundamental
dan universal dengan praktik, interpretasi, dan manifestasi yang beragam di
ranah historis dan sosial. Kedua, konsep ini dapat membantu dalam
memahami wacana tentang pembaruan (tajdīd) ataupun gerakan pemurnian yang
berupaya memperbarui ataupun mengembalikan praktik keislaman agar sesuai dengan
sumber aslinya. Ketiga, konsep ini dapat membantu dalam memahami bahwa
keragaman praktik keislaman di kalangan umat Muslim perlu selalu diukur dan didialogkan
dengan ajaran dan prinsip-prinsip dasar yang bersifat fundamental, normatif,
dan ideal, sebagaimana terkandung dalam Alquran dan Hadits. ®
REFERENCES:
Abdullah, Amin. (1996). Studi Agama:
Normativitas atau Historisitas? Pustaka Pelajar.
Abu Zaid, Nasr Hamid. (1997). The Textuality of
The Koran. In W. R. Hugenkoltz & K. Van Vliet-leigh (Eds.), Islam and
Europe in Past and Present. NIAS.
Hodgson, Marshall. G. S. (1974). The Venture
of Islam: Vols. I, II, III. University of Chicago Press.
Lewis, I. M., & Geertz, C. (1969). Islam
Observed: Religious Development in Morocco and Indonesia. Man, 4(3).
https://doi.org/10.2307/2798148
Nasution, Harun. (1985). Islam Ditinjau dari
Berbagai Aspeknya: Vols. I, II. UI Press.
Rahman, Fazlur. (1979). Islam.
University of Chicago Press.
Rahman, Fazlur. (1982). Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual Tradition. University of Chicago Press.
Saeed, Abdullah. (2006). Islamic thought: An
introduction. In Islamic Thought: An Introduction.
https://doi.org/10.4324/9780203015247
Smith, W. C. (1957). Islam in Modern History.
Princenton University Press.
Smith, W. C. (2021). The Meaning and End of
Religion. In The Meaning and End of Religion.
https://doi.org/10.2307/j.ctv1hqdhgt
Leave a Comment