| 0 Comments | 16 Views
“Menemukan Indonesia dalam Pendidikan: Pedagogi Kontekstual Nusantara sebagai Jalan Belajar yang Tumbuh dari Kehidupan”
Di tengah derasnya arus globalisasi dan modernisasi pendidikan, Indonesia sejatinya telah memiliki akar filosofis yang kuat untuk membangun sistem belajar yang otentik dan membumi. Akar itu tumbuh dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Nusantara, di mana pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu, tetapi bagian dari laku hidup sehari-hari. Gagasan inilah yang kemudian disebut sebagai “Pedagogi Kontekstual Nusantara” yaitu sebuah pendekatan pendidikan yang berpijak pada (living education) belajar dari kehidupan, untuk kehidupan. Konsep ini adalah gagasan pendidikan yang otentik Indonesia yaitu pendidikan yang tumbuh dari kehidupan sehari-hari, bukan disalin dari sistem luar. Gagasan ini dipertegas oleh Eko Suhendro, M.Pd (dosen PAUD dan pakar dolanan anak) melalui konsep Pedagogi Kontekstual Nusantara yang menempatkan alam, budaya, dan spiritualitas sebagai sumber utama pengetahuan.
Belajar dari Laku Hidup, Bukan dari Buku Dalam pandangan Eko Suhendro, masyarakat tradisional seperti Jawa, Minangkabau, Bugis, dan Bali telah lama mempraktikkan model pendidikan berbasis konteks. Anak-anak belajar bukan dari buku teks, melainkan dari aktivitas sosial dan budaya seperti gotong royong, upacara adat, kerja di ladang, bermain dolanan, hingga berbincang dengan orang tua dan sesepuh. Di sanalah nilai-nilai harmoni, kebersamaan, dan tanggung jawab sosial ditanamkan secara alami. “Kelas terbaik tidak selalu berdinding" artinya bisa berupa halaman rumah, sawah, atau tanah lapang di mana anak berjumpa dengan kehidupan nyata. pendekatan ini menempatkan Konteks sebagai Sumber Pengetahuan Berbeda dari contextual teaching and learning yang menjadikan konteks hanya sebagai pengait materi, Pedagogi Kontekstual Nusantara menempatkan konteks itu sendiri sebagai sumber pengetahuan dan nilai. Anak tidak hanya mengaitkan pelajaran dengan realitas hidup, tetapi menjadikan realitas tersebut sebagai laboratorium belajar yang penuh makna. Dalam pendekatan ini, alam, budaya, dan spiritualitas berkelindan menjadi sumber belajar yang saling melengkapi. Pendidikan tidak lagi berorientasi pada hafalan, melainkan pada pengalaman yang membentuk karakter, nalar, dan empati.
Apa itu Pedagogi Kontekstual Nusantara
Berakar pada laku hidup yaitu Filosofi ala indonesia tentang makna hidup dengan belajar melalui kerja bersama, ritual, permainan tradisional, dan kerja budaya.
Relasi manusia–alam–spiritualitas yaitu tentang pengetahuan yang dipahami sebagai keterhubungan, bukan hafalan lepas konteks tertentu.
Berorientasi karakter dan kompetensi yaitu orientasi karakter pada nalar, empati, tanggung jawab sosial, dan kemandirian yang tumbuh serentak.
Mengapa Relevan Sekarang
Akan menjawab krisis makna belajar di tengah dominasi layar dan konten instan yang muncul secara langsung di berbagai platform digital yang menjadi konsumsi lintas usai khususunya anak.
Menguatkan identitas kebangsaan sebagai bangsa Indonesia melalui warisan budaya yang hidup dan penting untuk terus dilakukan dan dilestarikan.
Mendorong keberlanjutan kehidupan sebagai manusia dan penngolah alam semesta karena anak diajak merawat alam lewat praktik nyata secara langsung.
Menjawab Tantangan Pendidikan Modern
Gagasan ini lahir dari keprihatinan terhadap pendidikan modern yang kian terjebak pada sistem kompetisi dan kehilangan ruh kebersamaan. Di tengah dominasi layar dan media digital, anak-anak kehilangan ruang bermain alami yang sebetulnya merupakan fondasi kecerdasan sosial dan emosional. Pedagogi Kontekstual Nusantara hadir sebagai jawaban untuk menumbuhkan kembali makna belajar yang menyentuh kehidupan. “Dolanan anak bukan nostalgia masa lalu,” tegas Eko. “Ia adalah laboratorium sosial tempat anak belajar berpikir kritis, berstrategi, memahami aturan, dan berempati. Dari sana lahir karakter dan kecakapan hidup.” Dari Sekolah ke Komunitas Model ini tidak hanya relevan bagi PAUD atau sekolah dasar, tetapi juga dapat diterapkan pada pendidikan komunitas, pesantren, dan sekolah berbasis budaya. Kuncinya adalah kolaborasi antara guru, masyarakat, dan pemerintah daerah untuk memetakan aset lokal sebagai sumber belajar. Langkah awal bisa dimulai dengan memetakan permainan tradisional, tokoh adat, kegiatan budaya, dan kalender tradisi setempat. Dari sana, guru dapat menyusun rencana pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai budaya ke dalam kompetensi kurikulum. Menuju Pendidikan yang Membumi Pedagogi Kontekstual Nusantara mengajak kita kembali pada akar pendidikan Indonesia yang sejati: pendidikan yang menumbuhkan manusia utuh, berakar pada budaya, berorientasi pada kehidupan, dan berjiwa spiritual. Dalam konteks inilah, living education bukan sekadar jargon, tetapi laku nyata untuk membangun generasi yang cerdas secara kognitif, kaya empati, dan peduli terhadap bumi tempat mereka berpijak.
Prinsip Utama untuk Satuan PAUD dan Sekolah Dasar
Pembelajaran Autentik melalui aktivitas belajar lahir dari agenda komunitas setempat dan dari apa yang sering mereka lakukan dan temui.
Wujud Partisipatif guru, orang tua, tetua adat, dan pemuda terlibat sebagai pendidik dengan makna kolaborrasi lintas prrofesi akan semakin memperkuat konsep nusantara.
Langkah Intergenerasional dengan transfer nilai lewat cerita, tembang, permainan, dan kerja Bersama yang dilakukan Bersama dalam bingkai keberagaman
Dengan Proyek Bermakna melalukan kegiatan yang berbasis produk nyata seperti kebun sekolah, pameran dolanan, atau festival kampung.
Aspek Reflektif karena setiap kegiatan diakhiri dialog makna agar nilai tidak berhenti pada kegiatan.
Contoh Praktik Pembelajaran
Kegiatan Gotong royong dengan hitung luas lahan kebun sekolah, bagi peran, dokumentasikan proses, tulis laporan sederhana.
Kegiatan Upacara adat dengan pelajari simbol, bahasa, etika pergaulan; bandingkan dengan tradisi lain di Nusantara.
Implementasi Dolanan anak dengan jelajah konsep sains sederhana, kerja tim, aturan main, dan sportivitas.
Praktek nyata Kerja ladang atau kerajinan dengan pantau siklus tanam, catat perubahan cuaca, hitung hasil panen, belajar kewirausahaan kecil.
Suara Pakar
“Dolanan anak bukan nostalgia. Ia adalah laboratorium sosial tempat anak mempraktikkan empati, aturan, strategi, dan kegembiraan. Dari situlah lahir literasi, numerasi, dan karakter,” terang Eko Suhendro, M.Pd.
Meta Description
Gagasan Eko Suhendro tentang Pedagogi Kontekstual Nusantara mengajak pendidikan Indonesia kembali pada akar budaya, di mana anak belajar dari kehidupan, bukan sekadar tentang kehidupan
Leave a Comment