| 0 Comments | 21 Views

Card Image

Naskah klasik Permainan Tradisional

Permainan anak bukan sekadar aktivitas hiburan, melainkan refleksi mendalam dari nilai, budaya, dan struktur sosial suatu masyarakat. Di tanah Jawa, dolanan anak telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi, yang jejaknya dapat ditelusuri melalui berbagai naskah klasik yang kaya makna. Dari permainan fisik hingga tembang dolanan, budaya bermain anak Jawa telah terdokumentasi secara historis oleh para pujangga dan sarjana, baik dari kalangan pribumi maupun kolonial. Naskah-naskah ini menjadi saksi betapa pentingnya dolanan anak dalam pembentukan karakter, kognisi, serta jati diri kolektif masyarakat Jawa.

Salah satu sumber paling tua yang mencatat bentuk-bentuk permainan anak adalah Serat Centhini yang disusun pada tahun 1814 atas prakarsa Paku Buwana V. Dalam naskah tersebut, permainan ditampilkan sebagai bagian dari laku hidup masyarakat, sekaligus media internalisasi nilai sosial dan spiritual. Dilanjutkan pada awal abad ke-20, karya seperti Javanesche Kinderspelen (1912) oleh Prawira Winarsa dan Serat Rarya Saraya (1913) karya K.P.A. Koesoemadiningrat memperkuat posisi dolanan sebagai instrumen pendidikan karakter dan budaya. Keduanya menguraikan secara sistematis jenis-jenis permainan serta nilai-nilai moral dan etis yang terkandung di dalamnya.

Dokumentasi permainan anak berlanjut ke karya-karya seperti Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes oleh H. Overbeck (1930) yang menghimpun 690 tembang dolanan anak, serta koleksi J.L. Moens (KBG 926–928) yang mengklasifikasikan permainan berdasarkan jenis kelamin dan bentuk aktivitas. Sementara itu, naskah “Dolanan ing Klaten” yang ditulis oleh Mangonprawiro tahun 1942 memperlihatkan dinamika lokal permainan anak di masa penjajahan Jepang, menunjukkan bahwa meskipun zaman berubah, budaya bermain tetap bertahan sebagai bagian dari identitas masyarakat.

Dengan mengangkat kembali warisan naskah klasik ini, kita tidak hanya melestarikan kekayaan budaya, tetapi juga mengembalikan dolanan anak pada fungsinya yang mendalam: sebagai wahana pendidikan, pembentukan nilai, dan pewarisan identitas. Di tengah gempuran digitalisasi, naskah-naskah ini menjadi pengingat akan akar budaya yang sarat makna dan layak diintegrasikan dalam pendidikan anak usia dini. Kini saatnya merevitalisasi dolanan anak sebagai warisan budaya hidup yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa meninggalkan jati dirinya.

Penjelasan lebih lanjut masing-masing naskah dibawah ini :

1. Serat Centhini Jilid 2 (Paku Buwana V, 1814)

Serat Centhini atau Suluk Tambangraras-Amongraga merupakan karya ensiklopedis yang disusun pada masa Paku Buwana V dan dianggap sebagai mahakarya sastra Jawa klasik. Dalam jilid ke-2, terdapat bagian yang menggambarkan kehidupan sehari-hari, termasuk permainan tradisional anak-anak Jawa. Permainan ini tidak hanya dilihat sebagai hiburan, tetapi juga bagian dari transmisi nilai sosial, budaya, dan pendidikan informal. Permainan seperti cak ingkling, gobag sodor, dan jethungan disebutkan sebagai bagian dari laku keseharian masyarakat.


2. Javanesche Kinderspelen (Prawira Winarsa, 1912)

Naskah ini merupakan salah satu dokumentasi awal yang sistematis terhadap permainan anak-anak Jawa. Prawira Winarsa menghimpun berbagai jenis permainan, menjelaskan cara bermain, alat yang digunakan, serta fungsi sosial dan pendidikan dari permainan tersebut. Judul Javanesche Kinderspelen sendiri merupakan gabungan dari bahasa Belanda dan Jawa, menunjukkan bahwa dokumen ini mungkin dipublikasikan atau ditujukan dalam konteks kolonial Belanda. Isinya mencerminkan kekayaan budaya lokal dalam bingkai modernitas awal abad ke-20.


3. Serat Rarya Saraya (K.P.A. Koesoemadiningrat, 1913)

Serat ini disusun oleh salah satu bangsawan dan budayawan Jawa, K.P.A. Koesoemadiningrat. Meskipun tidak sepenuhnya berfokus pada permainan anak, serat ini memuat catatan etnografis mengenai kebiasaan masyarakat Jawa, termasuk pola asuh, aktivitas anak-anak, dan permainan rakyat. Permainan ditampilkan sebagai bagian dari sistem nilai dan struktur sosial yang mengandung unsur pendidikan karakter, kolektivitas, dan pembentukan etika.


4. Javaansche Meisjesspelen en Kinderliedjes (H. Overbeck, 1930)

Buku ini merupakan koleksi yang sangat kaya berisi 690 tembang dolanan anak perempuan dan permainan anak-anak Jawa. Overbeck, seorang orientalis Belanda, mencatat lagu-lagu dan permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak perempuan, serta menuliskan lirik dan makna dari tembang tersebut. Dokumentasi ini penting karena menunjukkan bahwa permainan anak tidak hanya fisik tetapi juga musikal dan naratif, menjadi media pembentukan emosi, identitas, dan peran sosial.


5. KBG 926–928 (J. L. Moens, 1930)

  • KBG 926: Jongensspelen (permainan anak laki-laki)

  • KBG 927: Meisjesspelen (permainan anak perempuan)

  • KBG 928: Kaart-en Dobbelspelen (permainan kartu dan dadu)

J. L. Moens adalah filolog dan etnografer yang aktif mengkaji budaya Jawa. Dalam koleksi KBG (Katalogus Bibliotheek Gedrukte werken), ia mengklasifikasikan permainan berdasarkan gender dan jenis aktivitas. Permainan tradisional anak dibedakan secara sosial-budaya antara laki-laki dan perempuan, dan juga dikaitkan dengan bentuk hiburan masyarakat luas. Karya ini menjadi rujukan penting dalam studi folklor dan budaya bermain anak.


6. Dolanan ing Klaten (Mangonprawiro, 1942)

Mangonprawiro mendokumentasikan berbagai dolanan anak yang berkembang di wilayah Klaten, Jawa Tengah. Naskah ini disusun pada masa penjajahan Jepang, dan menjadi penting karena menunjukkan kontinuitas budaya lokal di tengah gejolak sejarah. Isinya merekam laku bermain anak seperti ular naga panjang, cak-cakan, jogangan, serta narasi rakyat yang menyertainya. Permainan ditampilkan sebagai media pendidikan nilai, kebugaran, dan kohesi sosial.


Leave a Comment