| 0 Comments | 18 Views

Card Image

Serat Centhini Jilid 2

Permainan tradisional anak merupakan bagian penting dari kebudayaan Indonesia yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu bentuk permainan tradisional yang tercatat dalam naskah kuno adalah jumpritan, sebuah permainan yang memiliki akar budaya yang dalam dan terekam dalam Serat Centhini. Sebagai warisan budaya, jumpritan tidak hanya mengandung unsur hiburan, tetapi juga menyimpan nilai-nilai historis dan antropologis yang layak untuk dipelajari dan dilestarikan. Artikel ini akan mengulas asal-usul permainan jumpritan, makna yang terkandung di dalamnya, serta pentingnya melestarikan permainan ini dalam kehidupan masyarakat modern, khususnya dalam pendidikan anak usia dini.

Serat Centhini: Warisan Budaya yang Merekam Permainan Tradisional

Serat Centhini, karya sastra klasik Jawa yang diselesaikan pada tahun 1823, bukan hanya merupakan karya sastra penting, tetapi juga berfungsi sebagai arsip budaya yang mengabadikan banyak aspek kehidupan masyarakat Jawa pada masa itu. Salah satu nilai yang tercatat dalam Serat Centhini adalah mengenai permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak. Dalam naskah ini, permainan jumpritan menjadi salah satu contoh yang tercatat secara rinci.

Serat Centhini ditulis oleh tiga pujangga dari Kerajaan Surakarta: Ranggasutrasna, Yasadipura II, dan R. Ng. Sastradipura. Buku ini menjadi karya penting yang mencatat kehidupan sehari-hari, budaya, serta ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa pada masa itu. Karya ini juga mengandung pengetahuan yang luas mengenai berbagai aspek kehidupan, termasuk di antaranya permainan anak yang sudah sangat mengakar dalam kehidupan masyarakat. Melalui naskah ini, kita bisa melihat bagaimana permainan tradisional menjadi bagian tak terpisahkan dari pembentukan karakter dan nilai sosial pada anak-anak.

Permainan Jumpritan: Makna dan Asal Usulnya

Permainan jumpritan merupakan permainan yang digemari sejak masa lampau. Kata "jumprit" dalam bahasa Jawa memiliki makna yang sangat lokal, yang mengacu pada permainan petak umpet. Pada masa itu, permainan jumpritan memiliki ciri khas yang berbeda dari permainan sejenis lainnya. Permainan ini melibatkan banyak pemain yang berinteraksi secara fisik dan sosial, serta didasarkan pada proses musik dan lirik sebagai bagian dari ritus permainannya.

Menurut Serat Centhini, asal-usul permainan jumpritan dikaitkan dengan cerita Ki Jumprit, yang merupakan tokoh legendaris dalam tradisi Jawa. Ki Jumprit dikisahkan sebagai seorang yang awalnya sakit dan tidak berdaya, namun setelah melakukan ritual dan bertapa di hulu Kali Praga, ia sembuh total dan kembali sehat. Nama Jumprit diambil dari nama tokoh ini, yang setelah sembuh menetap di sebuah desa yang kini dikenal dengan nama Desa Jumprit di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Cerita ini memiliki dimensi spiritual dan simbolik yang mendalam, yang memperlihatkan betapa eratnya hubungan antara permainan dan budaya spiritual masyarakat Jawa. Nama jumpritan sendiri bisa dilihat sebagai representasi dari kisah sembuhnya Ki Jumprit dan hubungannya dengan kesembuhan serta kebugaran yang dipertahankan melalui permainan tersebut.

Aturan Permainan Jumpritan dan Makna Sosialnya

Permainan jumpritan sendiri memiliki aturan yang cukup sederhana, namun sangat menarik untuk dilihat dalam konteks sosial anak-anak. Permainan ini diawali dengan salah satu pemain yang membuka telapak tangan kirinya, sementara pemain lainnya meletakkan jari telunjuk mereka di telapak tangan tersebut. Semua pemain kemudian menyanyikan lagu jumpritan yang akan menjadi bagian dari ritus permainan. Begitu lagu selesai, tangan yang terbuka tadi akan berusaha menangkap jari pemain yang ada di sekitar, dan siapa pun yang tertangkap akan menjadi pengejar berikutnya.

Lirik lagu jumpritan yang sederhana, yakni:

“prit jumprit,
cina kapedang,
cina kacirit,
sing dadi sapa?”

menjadi bagian tak terpisahkan dari permainan ini. Lagu tersebut memberikan irama dan ritme yang menyatu dengan langkah permainan, sekaligus memperkenalkan anak pada nilai-nilai musikalitas dan kreativitas. Selain itu, permainan ini mengajarkan nilai sosial, seperti bergiliran, saling menghormati, serta memperkenalkan anak pada konsep "kejar-kejaran" yang melibatkan kolaborasi dan kerja sama dalam kelompok.

Pentingnya Melestarikan Permainan Tradisional dalam Pendidikan Anak Usia Dini

Permainan tradisional seperti jumpritan bukan hanya sarana hiburan, tetapi juga memiliki fungsi yang penting dalam pembentukan karakter anak. Melalui permainan, anak-anak belajar berinteraksi dengan sesama, mengembangkan keterampilan sosial, motorik, serta membangun kecerdasan emosional. Permainan tradisional juga sarat dengan nilai-nilai budaya yang memperkenalkan anak pada warisan leluhur dan budaya lokal.

Sudah saatnya permainan tradisional seperti jumpritan diintegrasikan dalam pendidikan anak usia dini (PAUD). Pemerintah daerah dan sekolah perlu mengadopsi permainan tradisional ini sebagai bagian dari muatan lokal di sekolah-sekolah. Dengan demikian, permainan ini tidak hanya akan terjaga kelestariannya, tetapi juga dapat menjadi media yang efektif dalam pembelajaran anak-anak.

Melalui pengajaran permainan tradisional ini, anak-anak akan lebih mengenal identitas budaya mereka dan belajar untuk menghargai kekayaan tradisi bangsa. Di samping itu, permainan tradisional juga dapat memperkuat rasa kebersamaan di kalangan anak-anak, membangun karakter, serta melatih kemampuan mereka untuk bekerja dalam tim.

Kesimpulan

Permainan jumpritan yang tercatat dalam Serat Centhini merupakan bagian dari warisan budaya yang memiliki makna dan fungsi mendalam dalam pendidikan anak usia dini. Sebagai bagian dari upaya melestarikan budaya, penting untuk memasukkan permainan tradisional ini dalam kurikulum PAUD. Melalui permainan ini, anak-anak dapat belajar tidak hanya tentang kehidupan sosial, tetapi juga nilai-nilai budaya yang sangat berharga dalam kehidupan mereka.

Berkat peran serta masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan, permainan tradisional seperti jumpritan dapat terus dilestarikan dan dijaga untuk generasi mendatang. Keberlanjutan permainan ini akan memperkaya khasanah budaya Indonesia dan memperkuat jati diri bangsa melalui cara yang menyenangkan dan edukatif.


Leave a Comment