| 0 Comments | 1600 Views
Sidang Jamaah Jum`at Rahimakumullah
Sebagai makhluk sosial, kita semua pasti
hidup di tengah masyarakat yang beragam. Ragam agamanya, ragam warna kulitnya,
ragam bahasanya, ragam adat serta budayanya. Keragaman tersebut merupakan
bagian dari sunnatullah yang tidak bisa kita tolak kehadirannya dalam
hidup ini.
Dalam konteks kebangsaan, keberadaan
masyarakat yang multi ragam adalah karunia terindah bagi bangsa Indonesia dari
Allah Subhanahu wa ta`ala, dan harus kita
rawat bersama, demi keutuhan bangsa yang bernama Indonesia ini, agar
benar-benar menjadi bangsa yang baik dan masyarakat yang mendapatkan ampunan-Nya
atau dengan kata lain Baldatun Thoyyibatun wa rabbun ghafuur.
Allah Subhanahu wa ta`ala
melalui Nabi Muhammad shallallah alaihi wa sallam, telah mengajarkan
kepada kita, tentang bagaimana cara kita menyikapi keragaman yang ada. Dalam
Islam keberadaan masyarakat yang multi ragam tersebut bertujuan, agar manusia
ciptaan-Nya mau saling kenal mengenal dan saling harga menghargai antara
komunitas masyarakat yang satu dengan komunitas masyarakat lainnya.
Mengenai hal ini Allah menegaskan di salah satu firmanNya dalam QS. Al-Hujarat
ayat 13.
ياَ
أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَا كُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَ أُنْثَى وَ جَعَلْنَاكُمْ
شُعُوْبا وَقَبَا ءِىلَ لِتَعَا رَفُوْا. إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَا
كُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ.
‘’Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
kami telah menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan dan telah kami
jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya terjadi saling kenal
mengenal di antara kalian. Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah
orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
juga maha mengenal’’(QS. Al-Hujarat :13).
Jamaah Jum`at hafizhani wa hafizhakumullah
Ayat Al-Qur`an di atas menegaskan bahwa,
perbedaan yang ada di masyarakat adalah Sunnatullah, tugas kita
sebagai hamba-Nya adalah menjaga keragaman tersebut. Sebagai umat Islam,
kita diharapkan bisa menjadi perekat di antara keragaman yang ada.
Dalam konteks keragaman agama misalnya,
umat Islam yang menghargai keragaman berarti telah memberikan rasa aman dan
rasa keselamatan bagi komunitas yang berbeda agama dengannya. Begitu juga,
perbedaan yang terdapat di dalam ajaran agama Islam, kita sebagai umat Islam di
tuntut untuk saling menghargai perbedaan dalam hal–hal yang bersifat furu`iyah.
Menghargai perbedaan pendapat, Insya Allah akan menjadikan kita umat
yang bisa bersatu dan menjadikan kita lebih kuat, sehingga kita tidak mudah di
adu domba oleh pihak luar.
Jamaah Jum`at hafizhani wa hafizhakumullah
Terkait perbedaan pendapat di dalam Islam, Khalifah Umar bin Abdul Azis, yang juga dikenal dengan al-khalifah ar-rasyidah ke-5, pernah berkata
مَا
سَرَّنِيْ لو أن أصحابَ محمدٍ صلى الله عليه وسلم لَمْ يختلفوا، لأنهم لو لم
يختلفوا، لم تكن رخصة،
“Aku tidak senang seandainya para Sahabat Nabi Muhammad Saw tidak
berbeda pandangan, karena sungguh jikalau mereka tidak berbeda, tidaklah akan
terjadi rukhshah (keringanan dalam beragama).” (al-Khatib al-Baghdadi, al-Faqih wal
Mutafaqqih, I:404)
Pernyataan Umar bin Abdul Azis ini masyhur
di kalangan ulama. Maksudnya adalah karena para sahabat Nabi itu orang-orang
yang adil (kulluhum ‘udul), dan mereka paling paham mengenai ajaran
Islam yang dibawa Rasulullah, maka mengikuti salah satu pendapat sahabat Nabi
itu dibenarkan. Jadi, jika di antara para sahabat Nabi terjadi perbedaan
pandangan, berarti kita
mendapatkan berbagai alternatif dalam memilih
pendapat mereka.
Jamaah Jum`at hafizhani wa hafizhakumullah
Diantara contoh
perbedaan sahabat yang bisa kita ambil pelajaran adalah, Ibnu Abbas RA dan Zaid
bin Tsabit RA yang berbeda pendapat di dalam hukum waris (faraidh) dalam kasus
apakah saudara lelaki (al-akh) mendapat warisan ketika bersama kakek (al-jadd),
menurut Zaid saudara lelaki bisa mewaris bersama-sama kakek.
Sedangkan Ibnu Abbas berpendapat bahwa
kakek menghalangi saudara lelaki sebab menurutnya kedudukan kakek sama dengan
bapak, mereka sempat bersitegang dalam hal ini, sehingga Ibnu Abbas (yang ahli tafsir Alquran) berkata kepada Zaid, "Apakah kamu tidak takut kepada Allah
dengan pendapatmu yang menjadikan cucu (ibnu al-ibn) mengambil posisi anak lelaki
(al-ibn) (dalam menerima
warisan) sedangkan kamu tidak jadikan (kakek) mengambil
posisi bapak (al-ab)?"
Namun, perbedaan itu tidak
membuat mereka saling menjatuhkan (menghina) satu sama lainnya. Asy-Sya’bi meriwayatkan dari Ammar bin Abi Ammar ia menceritakan bahwa suatu ketika Ibnu Abbas melihat Zaid bin Tsabit datang melintas
dengan mengendarai kuda, sepulang
dari pemakaman ibunya, lalu dengan tanpa canggung Ibnu
Abbas menghampirinya kemudian menuntun tali kekang kuda yang sedang ditunggangi
oleh Zaid tersebut, seakan-akan Ibnu Abbas adalah pelayannya Zaid.
Hal ini membuat Zaid merasa tidak nyaman
kemudian dia berkata, “Tinggalkan aku wahai sepupu Rasulullah”, Ibnu Abbas
menjawab,
هَكَذَا أُمِرْنَا أَنْ نَفْعَلَ بِعُلَمَائِنَا
وَكُبَرَائِنَا
“Beginilah aku diperintahkan untuk
bersikap kepada para ulama dan para pembesar kita.”
Lalu Zaid berkata, “Tunjukkanlah tanganmu”, Ibnu Abbas menunjukkan
tangannya kepada Zaid, lalu oleh Zaid telapak tangan Ibn Abbas diraih dan ciumnya
sambil berkata,
هكذا
أمرنا أن نفعل بأهل بيت نبينا
“Seperti inilah kita disuruh memperlakukan para ahli baitnya
Rasulullah”
Sikap dua orang sahabat Nabi SAW yakni
Abdullah bin Abbas RA dan Zaid bin Tsabit RA dapat menjadi tauladan bagi kita
di dalam menyikapi perbedaan pendapat dengan tetap tidak mengurangi rasa hormat
kepada ulama, dan
persaudaraan tetap terjalin.
Jamaah Jum`at hafizhani wa hafizhakumullah
Akhir-akhir ini,
masyarakat sering kali diperlihatkan oleh semua media bahwa masih ada sebagian
masyarakat yang belum memahami tentang arti sebuah perbedaan, sehingga yang
terjadi adalah pemaksaan kepada komunitas lain untuk menjadi bagian dari
komunitasnya, pemaksaan tersebut tidak jarang menimbulkan konflik yang
menumpahkan darah manusia. Tentu model bermasyarakat
seperti itu, menjadi momok yang memecah belah persatuan kita sebagai bangsa
Indonesia.
Jamaah Jum`at hafizhani wa hafizhakumullah
Dalam menyatakan
pemahaman yang berbeda atas suatu ijtihad ulama hendaklah kita tidak
memposisikan diri kita sebagai orang yang sejajar atau bahkan lebih hebat
dibandingkan ulama, sebab selayaknya ulama tidak dikoreksi melainkan oleh
sesama ulama. Jangan sampai kefanatikan kita pada suatu faham membuat kita lupa
diri lalu mencela bahkan menghina ulama yang menjadi tokoh bagi mazhab yang
berbeda dengan mazhab-mazhab yang kita yakini.
Dalam hal ini sebaiknya renungkan nasihat Imam Ibnu Asakir :
لُحُومُ
الْعُلَمَاءِ مَسْمُومَةٌ، وَعَادَةُ اللهِ فِي مُنْتَقَصِهِمْ مَعْلُومَةٌ.
"Daging para ulama itu beracun dan kebiasaan Allah terhadap
orang yang meremehkan mereka sudah dapat diketahui."
Jamaah Jum`at hafizhani wa hafizhakumullah
Sudah saatnya kita kembali kepada ayat-ayat Allah yang mengajari kita tentang pentingnya sebuah perbedaan. Perbedaan yang ada adalah sebagai media untuk berbuat dan beramal kebajikan. Allah berfirman di dalam QS. Al-Maidah: 48
وَلَوْشَاءَ اللهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً
وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِيْ مَا اَتَا كُمْ. فَاسْتَبِقَوْا الْخَيْرَاتِ
‘’Dan seandainya Allah menghendaki,
niscaya kalian sudah dijadikan satu ummat, akan tetapi Allah ingin menguji
kalian atas apa yang telah diberikannya kepada kalian, maka berlomba-lombalah
kalian dalam kebaikan’’ (QS. Al-Maidah:48).
Ada baiknya kita menelisik pendapat Imam Jalaluddin Asy-Syuyuthi yang tertuang dalam Kaidah Ushul Fiqih, yaitu dalam kitab Al Asybah wa An Nazhair:
لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيهِ ، وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ
“Tidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah yang masih diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku pada pendapat yang bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Imam As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, Juz 1, hal. 285. Syamilah).
Akhirnya, marilah kita merawat perbedaan
yang ada, baik itu perbedaan antar agama maupun perbedaan dalam satu agama. Sekali lagi, perbedaan
itu sebuah keniscayaan. Jangan hendak menyeragamkan yang beragam. Boleh beda asal persaudaraan tetap terjalin mesra!
Leave a Comment